Aku sempat sangat ingin mencoba sekali lagi, menurunkan harga diri dan gengsi. Keinginan itu menguatkan lagi yang sudah terburai berkeping-keping. Nyaris saja pesan-pesan yang sudah pasti tak dihiraukan olehmu terkirim. Hampir saja aku memohonkan kesempatan untukmu pulang setidaknya satu kali lagi. Namun niat itu kuredam, kubunuh dengan tega dan kubekam dengan paksa. Bersama air mata sebagai saksi, dengan rela kubiarkan kau pergi.
Aku sempat membujuk Tuhan saat kau enggan mengiyakan permohonanku. Mencari jalan lain meskipun kutau semua simpang yang ada hanya akan membawaku ke jalan buntu. Aku mencoba menjadi berbeda demi membuatmu terkesan, hingga kau bisa kembali sendiri tanpa paksaan. Mengganti bagian-bagian diri hanya demi membuatmu berpikir bahwa akulah yang selama ini kau cari. Aku sempat bertekuk dan menghambakan perasaan padamu. Bergelut dengan seisi kepala dan dimusuhi banyak manusia. Aku pernah menjadi sangat rendah demi membuatmu tampak lebih megah, meski yang kudapat hanya suatu kenyataan yang payah.
Aku sempat menjadi hujan yang dengan rela jatuh berkali-kali. Menjelma air laut yang pasang surut namun rasanya tidak berubah sama sekali. Menyediakan jalan untukmu berbahagia dengan seseorang yang kau ingini. Aku membantumu meraih yang lain saat kau yang sebenarnya ingin kuraih. Kucoba membiarkan bagian terburuk dari resiko mencintai menjadi bagianku. Luka dan air mata, pahit beserta lara; kupeluk kuat-kuat agar tidak sekalipun mencapai tubuhmu.
Namun pada akhirnya aku tidak lagi mengirim apapun padamu, juga tidak mencarimu kemanapun ketika rindu. Kulepas kau melalui sujud terakhir dengan doa beserta harapan pada semesta. Kuhantar namamu menuju langit sambil memohonkan agar kau bahagia. Dalam setiap ingatan yang membawamu, akan selalu terbesit keinginan dan doa supaya kau baik-baik saja dimanapun kau berada. Aku berharap semua sedih dan parau dalam hidupmu akan ditukar Tuhan dengan segenap bahagia milikku. Bersama keinginan yang kuat untuk melepasmu, aku melanjutkan perjalanan tanpa ragu.
Sebelum akhirnya rela dan seikhlas sekarang, aku selalu berusaha. Menjadi pengemis dan membiarkan diriku tampak tidak berharga. Diperbudak rasa sayangku yang waktu itu tiada batasnya. Kini aku benar-benar mengerti bahwa diriku sendiri jauh lebih berarti ketimbang siapapun -sekalipun itu seseorang yang mati-matian aku cintai. Dengan banyaknya usaha dan percobaan yang gagal itu, meskipun terlihat bodoh; setidaknya semua janji telah terbukti. Aku pernah mencintaimu, dalam sekali, hingga kehilangan diriku sendiri. Aku telah menutup hati sangat lama demi membuktikan bahwa setiaku bisa kau percayai. Dengan berjalan menjauh, melanjutkan hidup kembali sambil mempercayakan segala sesuatu mengenaimu pada Tuhan; aku mampu memaknai. Cinta memang benar-benar tidak selalu perihal memiliki.
Kalaupun kau telah menemui panorama yang kau cari, bahagia yang kau damba; seseorang yang membuatmu jatuh cinta. Kalaupun saat ini perempuan itu memenuhi kurang yang kau punya, aku turut bahagia atas apa yang kau terima. Tidak akan ada keputusan yang aku sesali. Sebab bagaimanapun, aku telah berusaha keras untukmu. Menerima segala kurangmu dan melakukan apapun asal bisa bersamamu. Aku telah mencintaimu dengan sehabis-habisnya aku. Melebihi siapapun yang pernah mengaku mencintaimu. Jikapun gelar pemenang tidak mampu melekat padaku sebab aku gagal membersamaimu, maka namaku akan dikenang sebagai pemenang yang telah bersusah-payah merelakanmu. Berbahagialah engkau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Narasi Patah Hati
PoesíaBagiku, semua ini layak untuk dikenang. Entah seperti apa menurutmu. Jika kau bersedia untuk menjadikannya sebagai sejarah, maka kenanglah aku sebagai seseorang yang paling-paling mendambakan kebahagiaanmu. -Jum'at, 1 September 2017.