Sebagai orang yang mencintaimu; segala sesuatu sudah aku usahakan sebisaku. Kupinjami pundak saat duniamu luluhlantak, meluangkan waktu ketika kau ingin mengeluh. Menjadi yang terdepan dan selalu bersedia kau mintai pertolongan. Menghiburmu dengan lelucon yang aneh, berusaha menggagalkan air matamu meleleh. Aku tetap datang kapanpun kau minta, menemani saat kau suruh, lalu pergi dengan sadar diri setelah memastikanmu baik-baik saja.
Sebagai orang yang teramat menyayangimu, aku sudah menjagamu sekuat yang aku mampu. Aku bersedia menjadi titik, asalkan tertulis di halamanmu. Aku rela tersudut dan diabaikan, asal kau yang menjadi bintang dan diperhatikan. Aku sanggup menjadi figuran kosong asalkan kau tokoh utama yang memikat mata penonton. Aku tidak masalah bila ditempatkan pada posisi terendah, terakhir; atau sekedar menjadi peran pengganti saat perempuan yang kau puja berbalik melukai hati. Aku tidak pernah menyela semesta yang kau lukis, meski pada kanvas itu rupaku berwujud abu. Kecil tak bermakna, tak masalah jika tiada.
Sebagai orang yang selalu mendoakan kebaikan untukmu, aku sudah melangitkan jalan terakhirku. Kelak, tanyakan saja pada Tuhan. Kau selalu mencari arti sempurna pada sukma selain aku, sementara aku sibuk memastikan kesempurnaan menyertaimu. Aku sempat tidak mengerti, seperti apa makna cukup yang kau cari. Namun, bagaimana keraspun aku mencoba, memang bukan aku jawabannya. Pelan-pelan aku mulai memahami, sebanyak apapun aku membanjiri luasnya hatimu, ia tetap gersang dan haus. Ia tetap berusaha membabi-buta mencari muara lain.
Sekeras dan sekuat apapun usahaku, semuanya menjadi terlalu pahit untuk dikatakan sia-sia. Kau enggan menghitamkan kisah ini dan meniadakan aku sepenuhnya dari hidupmu, sementara kaupun enggan memutihkan segala ambigu dan memberi kesempatan padaku. Kau menempatkan aku pada Candramawa; hitam putih yang saling mengikat, namun tidak senada.
Walau bagaimanapun, aku tetap tidak keberatan jika harus melepaskanmu bersanding bahagia dengan orang lain. Barangkali itulah gunanya aku di hidupmu. Meski hanya menjadi kata penghubung, tanda koma; atau bahkan sebatas titik yang tidak dianggap ada. Asalkan pada halaman terakhir di bukumu tertulis akhir yang bahagia, kurelakan semua angan dan harap yang kupunya. Sejatinya, sebagai seseorang yang teramat menyayangimu, aku telah membuktikan segalanya dengan baik dan sempurna. Aku bertaruh segala milikku demi membuatmu percaya. Aku kalah berkali-kali namun tetap menyayangimu seperti sediakala.
Dan artinya, tugasku selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Narasi Patah Hati
PuisiBagiku, semua ini layak untuk dikenang. Entah seperti apa menurutmu. Jika kau bersedia untuk menjadikannya sebagai sejarah, maka kenanglah aku sebagai seseorang yang paling-paling mendambakan kebahagiaanmu. -Jum'at, 1 September 2017.