23.7K 926 9
                                    

"Minum cepet. Gue udah beliin obatnya. Lo masih gak mau nurut, hm?"

Aya masih menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Ia sama sekali tidak bergeming atas ucapan Samuel. Mendengar dering ponsel lelaki itu, membuatnya mencebikkan bibir.

"Tuh, siapa tau Kak Vania nelpon kamu. Udah keluar sanaaa ...."

Samuel melirik singkat ke arah Aya. Ia beranjak dari kursi samping kasur milik gadis itu, lalu merogoh saku celana abunya. Ternyata bukan Vania. Hanya nomor tanpa nama saja.

Ia akhirnya menaruh ponsel di atas nakas. Menyingkap pelan selimut yang menutupi tubuh mungil Aya.

Satu tangannya ia arahkan ke leher Aya, lalu mengangkatnya perlahan. "Gue gak suka lo yang gak nurut begini, Ay. Demi kebaikan lo sendiri. Nurut bisa?"

"Gak," balasnya cukup ketus, yang menuai tatapan dingin dari Samuel.

Aya menggaruk rambutnya yang tidak gatal, lalu mengambil obat-obatan yang ada di atas telapak tangan Samuel.

Menelannya dengan cepat, dan mengambil alih gelas yang berisi air hangat.

"Mau gue teleponin Mama?"

Aya menoleh, lalu menggeleng pelan. "Gak usah," balas Aya. "Kamu mau balik ke sekolah lagi?" tanyanya dengan nada parau.

"Enggak. Gue di sini jagain lo."

Aya terkekeh, lalu memijat pelipisnya pelan. "Kenapa lo? Aneh."

Aya tersenyum lebar, hingga bisa Samuel lihat deretan giginya. "Lo kenapa sih, Ay?"

"Kamu lucu banget tau, Kak."

Samuel menaikkan satu alisnya. Aya memang suka tertawa tanpa alasan. Tapi kali ini Samuel merasa sangat aneh, sebab kondisi Aya yang tengah sakit.

"Ay, udah, ah. Ketawa lo makin aneh."

Jujur saja, bulu tangan Samuel mulai meremang mendengar tawa Aya yang hampir mirip kuntilanak.

"Kamu yang aneh, Kak. Sumpah aneh banget," ucap Aya, lalu kembali tertawa. "Liat, deh. Seragam kamu kena liptint. Gak nyadar?"

Samuel langsung menoleh ke arah samping bagian lengan. Ternyata benar. Ada bekas liptint yang Samuel kenal ini milik siapa.

Ia berdecak pelan. "Kerjaan lo."

"Ya, maafff ... kan, tadi kamu yang
gendong paksa aku. Siapa suruh pake maksa?"

"Gue suka." Samuel menatap rakus wajah imut milik Aya dengan ekspresi datar.

Aya terdiam sejenak. Larut dalam tatapan yang memabukkan. "Ng ... K-kak, gimana sama Kak Vania? Udah ada kabar?"

Samuel berdecak pelan. "Lo sama gue lagi berdua. Bahas yang lain."

Aya tersenyum tipis dengan satu sayatan lagi di benaknya. "Kan, udah aku bilang, Kak. Lepasin aku, kita udahan."

"Lo mau mati kelaperan?"

"Enggak, lahh!! Enak ajaa! Ngg--a-aku--"

"Gak usah batu. Lo di sini dikasih enak sama keluarga gue."

"Y-yaa, tapi kan--

Aya akhirnya menggeser pelan tubuhnya. Kini kedua kakinya sudah menyentuh lantai.

Samuel yang tengah duduk di kursi, langsung menaruh kepalanya di pundak Aya.

"Gue gak akan lepasin lo."

"Sampai kamu nikah sama yang lain?"

"Gue nikah sama lo," ucapnya memaksa.

"Jangan terlalu--"

MOST WANTED [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang