52°

7.6K 198 1
                                    

Aya terkekeh melihat pemandangan yang ada di hadapannya. Ia melepas jedai, lalu menaruh di atas nakas. Kembali tubuhnya menyatu dengan kasur.

Memeluk pria itu dari samping, dengan tangan yang mengusap pelan pucuk kepala Tara.

Altar membuka matanya perlahan. Mendapati Aya yang menaruh kepala di dada bidangnya.

"Udah selesai?" tanya Altar dengan nada beratnya, suara khas bangun tidur.

"Udah," balas Aya tanpa menaikkan wajah, menatap Altar yang kembali memejamkan mata.

"Di rumah aja ya, Kak?" pinta Aya dengan nada memohon.

Perlahan Altar menjauhkan lengannya dari Tara. Membalikkan tubuh, menjadi menghadap Aya, membelakangi Tara.

Ia mendekap istrinya, menaruh dagu di atas kepala, lalu mengusap lembut wanita itu. "Iya," balas Altar seperti bisikan.

Aya tersenyum tipis dalam kurungan tubuh Altar. Ia semakin mengeratkan dekapannya, dan indra penciumannya mulai mencium pekat parfum Altar yang memabukkan.

"Papa sama Ayah mau ke sini," ucap Altar, dengan matanya yang setia terpejam.

Ayah, adalah orang tua dari Altar. Ayahnya Vero juga. Bahkan Ayah yang lebih sering ke sini, karena waktu Ayah lebih senggang daripada Papa.

"Mau ngapain?" tanya Aya penasaran.

Altar justru mencium pucuk kepala sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, menggesekkan bibir pada pucuk kepala gadisnya.

"Gak tau," balas Altar singkat.



•••••




"Eits! Tidak bisa." Tara merengek. Terus menggapai tangan Ayah yang menyembunyikan mainannya.

"Jangan diledekin, Yah," tegur Altar, lalu menaruh kopi di atas meja.

Papa tertawa kecil. "Kalian juga biasanya ngeledekin Tara, kan?"

"Gak." Altar terus menatap malaikat kecilnya yang masih berusaha kuat untuk mendapatkan mainan itu. "Kasih, Yah."

"Nih-nihh ... jangan nangis, ya??" Ayah berusaha mengusap punggung kecil Tara yang mulai bergetar, menahan tangis.

Melihat itu, Altar langsung mengambil Tara, dan mendudukkannya di pangkuan dengan posisi menghadap ke arahnya.

Ia mengusap pelan pipi anaknya, lalu mengecup singkat pucuk kepala Tara. "Nanti kita main. Ok?"

Tara mengangguk lesu. "Mau ke Mama," ucap Tara, sambil mengeluarkan puppy eyes-nya pada Altar.

"Mama lagi keluar, Sayang," balas Altar, dengan nada beratnya yang terdengar begitu lemah dan menenangkan bagi Tara.

"Main sama Apah aja, yukk?" tawar Papa, sambil merentangkan kedua tangannya pada Tara.

Tara menggeleng cepat. "Gak mauu! Apah jahat kayak Akek," balas Tara, melirik singkat pada Papa dan Ayah.

"Akek, mana ada jahat? Tara tuh yang gemesin, jadinya Akek gregetann!!" sahut Ayah.

Pintu rumah terbuka. Menampilkan Aya yang baru saja selesai menjemur dan membeli makanan.

"Udah kamu mandiin, Kak?" tanya Aya, menghampiri Altar, dan mendudukkan tubuhnya di samping kekasihnya.

Altar sekadar mengangguk, lalu menyandarkan kepala pada bahu Aya. Sedangkan kedua pria itu hanya bisa berdecak malas.

"Papa sama Ayah ke sini itu bukan mau liat kalian mesra-mesraan, ya. Papa mau ngasih kabar, kalau Samuel sama Vania itu mendadak mau cerai."

MOST WANTED [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang