23°

8.4K 374 0
                                    

Mengingat perkataan gadis mungil waktu itu, bahwa ia begitu malu akan temannya seangkatan yang hadir di acara ini.

Perlahan tangannya meraih jemari mungil, dan mengeratkannya dengan begitu lembut dan sangat meyakinkan bahwa ini semua akan baik-baik saja.

Setelah mendudukkan tubuh di kursi, Aya menatap pada Samuel. "Kak," panggilnya pelan, membuat Samuel menoleh.

"Hm?"

"Aku malu," cicitnya.

Pasalnya, ia mendengar bisikan dari belakang dan samping. Samuel menoleh ke sumber suara, membuat bisikan itu perlahan menghilang.

"Rian, ada di sini."

Aya hampir membulatkan matanya dengan sempurna. "Serius?" tanyanya, masih dengan nada pelan, hampir seperti bisikan.

Samuel menunjuk ke arah Rian menggunakan dagu. Benar. Ternyata Rian tengah duduk di samping seorang perempuan yang rambutnya dicepol.

"Sama siapa itu, Kak? Temen sekelas kamu?"

Samuel berdeham. Baru saja ingin membalas pertanyaan Aya, pembawa acara sudah berbicara kembali.

"Untuk mempersingkat waktu, saya sebagai pembawa acara, mengucapkan banyak terima kasih pada murid SMA Tunas Bangsa, dan juga wali murid sekalian."

Aya kembali memfokuskan pandangannya ke depan.

"Sebelum ditutupnya acara ini, saya akan membacakan beberapa nominasi untuk siswa/siswi angkatan 15 SMA Tunas Bangsa. Untuk menerima hadiahnya, bisa maju ke depan."

"Yang pertama, nominasi perempuan kreatif di angkatan 15 jatuh kepada ...." Pembawa acara itu menjeda ucapannya. Menuai bisikan lagi dari para murid.

"Vania Andreaa!"

Aya sontak merapatkan mulutnya. Ia sama sekali tidak penasaran dengan reaksi lelaki di sampingnya.

Terlihat Vania berjalan ke depan dengan anggunnya. Di tambah kesan manis dengan kebaya pink yang melekat di tubuhnya.

Samuel berdeham, membuat Aya mengerjapkan matanya. Perlahan lelaki itu menggapai jemari mungil milik Aya. Diusapnya lembut tanpa ragu.

Mungkin ... ini bukan sekadar usapan. Melainkan, sengatan ketenangan, agar Aya tidak terlalu mengingat hubungan keduanya.

Setelah Vania mengucapkan terima kasih dan beberapa kalimat lainnya, pembawa acara kembali menyebutkan beberapa kategori lainnya.

Dan sampailah di sebuah kategori, lelaki terfavorit. Samuel Elvaro Pratama. Sontak gedung berubah menjadi sangat riuh dan berisik.

Beberapa tangkai bunga mawar putih menyambut kehadiran Samuel di panggung. Aya hanya bisa terkesima dengan semua ini.

Ternyata ... Samuel memiliki level yang sangat tinggi dibandingkan dirinya.

•••••

"Buat lo," ucap Samuel, memberi beberapa buket bunga pada Aya.

Keduanya sudah melewatkan acara utama, sampai berdansa, dan penutup. Untung saja tadi Aya meminta posisi paling belakang bersama Samuel.

Jika tidak?? Sangat malu sekali. Mau taruh di mana wajah Aya?? Jelas-jelas ia berdansa dituntun oleh Samuel.

"Kamu gak suka cokelatnya, Kak?"

Samuel menggelengkan kepalanya, setelah memasangkan seat belt milik Aya. Ia terdiam sejenak, membuka ponsel yang dipenuhi oleh notifikasi.

MOST WANTED [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang