24°

8.6K 335 0
                                    

"Yuhuuuu!! Ayaa!!"

"Ey! Ey! Ay! Ay! Yeeyy! Ayyaraaa!!"

Aya menggelengkan kepalanya seraya terkekeh geli. Dio berhasil membuat suasana apartemennya tidak hening.

Meski sering kali cekcok dengan Rian sebab suaranya yang berisik, tapi Aya selalu tersenyum melihat keceriaan Dio.

Ia menaruh sebotol minuman manis di tengah lingkaran yang mereka buat. "Eh, Ay. Kata Samuel, lo gak boleh ngeluarin apa-apa buat kita," ucap Davin mengingatkan.

Aya tertawa kecil. "Kak Sam, cuman bercanda kali, Dav." Ia menuangkan satu per satu pada gelas di hadapan mereka. "Ayo, diminum," ucap Aya, menuai anggukan dari mereka.

Ia menyila kedua kakinya. Melihat satu per satu lelaki yang ada di hadapannya. 

Rian yang sibuk memetik gitar, Dio berkutat dengan lego milik Samuel, dan Davin memutar malas botol minuman.

"Aku mau nanya sama kalian boleh gak?"

Hening.

Rian menghentikan permainannya. Dio menaruh legonya, dan terakhir Davin mendirikan botol minumannya seperti semula.

Davin mengernyit. "Lo mau nanya apa?" tanya Davin keheranan, melihat wajah Aya yang tampak serius, dan nadanya yang cukup dingin.

Rian dan Davin saling melempar tatapan, kala Aya menundukkan wajahnya setelah menghela napas panjang.

"Kalian pernah gak sih, ngerasa sendirian? Padahal, kalian punya orang yang sayang sama kalian."

Ketiga lelaki itu menutup mulutnya rapat-rapat. Dio mengubah raut wajahnya menjadi serius. "Itu makanan gue setiap hari kali, Ay," balasnya.

Rian dan Davin menoleh cepat ke arah Dio. Apa-apa??! Dio merasakan itu setiap hari, dan seolah menjadi makanannya?

"Topeng gue tebel banget," sambung Dio lagi, di akhiri kekehan miris.

Dio mengusap wajahnya pelan, lalu menatap satu per satu temannya yang tengah menatapnya heran.

"Sorry ya gais, kalau selama ini mulut gue kadang nyakitin hati kalian," lanjutnya lagi.

"Gue juga, Di." Dio menoleh ke arah Davin, lalu tersenyum.

"Lo gak mau minta maaf sama gue gitu?" Lirik sinis Dio pada Rian.

Rian tertawa lepas. "Anjir lah. Suasananya lagi sedih, lo malah ancurin gitu aja."

Dengan satu dekapan, Rian menepuk pelan bahu Dio. "Maaf ya nyett, kadang gue suka rendahin lo di depan banyak orang."

"Gue mah udah kebal, Yan."

Gelak tawa mengisi ruangan televisi dalam apartemen Aya. "Gak nyangka aja, yang dulunya Rian sama Davin selalu adu jotos pas upacara, sekarang jadi temen deket."

Ketiga lelaki itu menoleh ke arah Aya. Melepas rangkulannya pada pundak Dio.

"Dio yang selalu dibully Rian, ternyata sekarang kalian udah ngertiin keadaan, Dio." Aya tersenyum dalam kepalanya yang menunduk.

Selanjutnya, ia mengangguk paham. "Aku sekarang paham." Aya mengoper tatapannya pada ketiga lelaki itu.

"Yang selalu benci, gak selamanya jadi benci. Bisa juga berubah jadi kasih sayang, kan?"

Davin mengangguk samar, diikuti oleh Dio dan Rian. "Aku salut banget sama kamu, Yan." Ia menatap Rian cukup dalam.

Sontak kedua bola matanya berbinar mendengar penuturan Aya. "Walau kamu di cap gak bener sama banyak orang, tapi kamu selalu buat orang terdekat kamu itu bangga sama rasa peduli, dan beberapa seni yang kamu buat."

MOST WANTED [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang