38°

5.9K 226 1
                                    

"Ey! Ey! Ay! Ay! Yeyyy! Ayaaa!" sambut mereka dengan kompak.

Ketiga lelaki itu ternyata juga membawa setangkai bunga mawar yang Aya duga milik warung makan dekat sini.

"Bermanfaat juga yel-yel lo nyet," bisik Rian, lalu tersenyum merekah ke arah Aya.

"Lumayan juga," sahut Davin yang berbisik pada Dio.

Ketiga lelaki itu bernapas lega, setelah sampai rumah ini. Aya mempersilahkan mereka untuk langsung masuk, sebab Mama Samuel sudah memasak khusus untuk Dio, Rian, dan Davin.

"Ehhh ... kalian?? Ini yang suka diceritain sama Aya, kann??"

Dio langsung menyalimi tangan Mama. Ia mengangguk seraya meringis malu. Malu-malu dugong.

Davin dan Rian menyalimi tangan Mama, kemudian mengangguk bersamaan.

"Taruh dulu tasnya di deket sofa, ya. Sekarang kita makan dulu. Udah pada laper, kan??"

"Ud--" Mulut Dio langsung dibekap oleh Davin, dan pinggang Dio di cubit pelan oleh Rian.

"Jangan malu-maluin goblog," desis Davin, lalu menjauhkan wajahnya dari telinga Dio.

"Ngg ... gak usah, Tante. Tadi kita udah makan juga, kok. Ya kan, Dav, Di?"

Davin dan Dio mengangguk dengan senyum canggungnya. Tapi sedetik kemudian, Aya menarik tangan Rian,  Davin, dan Dio yang menyambung.

"Gak usah malu-malu gitu deh kalian. Biasanya juga malu-maluin, kan?" tanya Aya, lalu melepas cekalannya pada tangan Rian.


•••••

"Eh, Ay." Panggil Davin, membuatnya menoleh.

"Kenapa?"

"Kita mau nagih cerita lo waktu itu," sambungnya.

"Sialan lo. Gue baru aja mau nanya," sahut Rian, kemudian mendudukkan tubuhnya berhadapan dengan Aya.

"Ohh, iyaaa! Aku hampir lupa. Jadi tuh gini ...."

Dio menghentikan usapannya pada ponsel. Ketiga lelaki itu sudah memasang wajah serius untuk mendengarkan cerita Aya.

"Mamanya Kak Sam itu punya temen. Ternyata temennya itu tuh, punya anak. Selama ini, aku tau anaknya itu masih TK, kan. Pokokny aku cuman tau punya satu anak." 

Aya menatap satu per satu dari ketiga lelaki itu. "Ternyata ... temen Mamanya Kak Sam yang namanya Tante Dewi ini juga punya anak yang namanya Kak Altar. Dan kebetulan, Kak Altar itu kakak kelas aku di SMA Darmawangsa."

Rian mengernyitkan dahi. "Jadi?"

"Bukan jadi, tapi ini tuh buat aku kesel banget." Aya menghela napas panjang.

"Kak Altar ini, kalau ngomong itu cuman satu kata. Dan kemarin ... kemarin, nih ya. Dia ada progress dikit, sih. Jadi dua kata." Jelas Aya.

"Eh, bentar. Maksud lo, dia itu kayak bisu?" tebak Davin.

Aya menjentikkan kedua jarinya di hadapan wajah Davin. "Nahh! Itu yang aku mau bilang."

Dio memonyongkan mulutnya sambil menggerakkan ke kanan dan ke kiri. "Menurut gue sih, kalau bisu itu gak bisa ngomong sama sekali, ya," tambah Dio yang otaknya sedang benar.

MOST WANTED [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang