35°

7.4K 250 2
                                    

Pagi menyapa. Suara ayam berkokok, bersahutan dengan suara kicauan burung yang sangkarnya sedang digantung di pohon dekat jendela kamar Aya.

Suasana di rumah Mama sangat sejuk dan keluarganya terasa begitu hangat. Ketukan pintu terdengar cukup keras dengan suara yang menggelegar.

"Ayyaraa!! Bangun, Nakk!!"

"Ini hari pertama kamu sekolah, Ayyaraaa!! Bangunn, Sayangg!"

Dengan malas ia beranjak dari duduk. Mengusap kedua matanya, lalu turun dari kasur.

Aya tidak langsung melangkah menuju kamar mandi. Sejenak ia menatap sebuah bingkai foto dengan Samuel terlebih dahulu.

"Ayy!!"

Lamunannya buyar. Ia menghela napas panjang, melangkah menuju pintu dengan gontai.

Mama mengusap lembut pucuk kepala Aya. "Udah siap semuanya, kan?"

Aku lupa nyiapin mental, Ma. Balas Aya dalam hati. Tapi kenyataannya, ia hanya bisa mengangguk lesu.

"Yaudah, kamu langsung mandi, ya. Nanti sarapan, abis itu dianter sama, Altar. Ok?"

Altar? Tanyanya dalam benak.

Tapi saat mulutnya hendak bertanya pada Mama tentang siapa Altar, Mama lebih dulu meninggalkan area depan kamar Aya.

Mungkin ... pertanyaannya dalam benak akan segera terjawab beberapa menit mendatang.

•••••

"Berangkat ya, Ma, Pa."

Mama mengecup singkat dahi Aya. Sedangkan Papa hanya mengusap pucuk kepala Aya dengan wajahnya yang dominan antara datar dan ramah.

"Al, jagain Aya, ya? Nanti kamu anterin Aya sampai kelas, ya," pesan Mama, yang mendapat anggukan samar dari Altar.

Sungguh, Aya bingung sekali. Mengapa dirinya menjadi gugup begini. Bahkan helm yang ada di genggaman Altar, tak kunjung ia terima.

Lelaki itu berdeham ke arah Aya yang fokus menatap knalpot motor sport yang hampir mirip seperti milik Samuel.

"Ayyy! Jangan bengong mulu! Nanti kamu dihipnotis, terus diculik, nanti kamu di--" Papa langsung memeluk Mama, membuat ucapan itu berhenti.

"Udah, Sayang," bisik Papa, tepat di dekat telinga Mama.

Aya menoleh sambil meringis malu. "Aku berangkat ya, Ma, Pa," pamitnya lagi.

Setelah memakai helm dan jaket hitam milik Samuel yang dilingkarkan di pinggang, Aya menaiki motor itu dengan tangan yang menumpu pada pundak Altar.

"Maaf," ucapnya, yang tidak mendapat respon dari Altar.

Padahal niatnya baik. Meminta maaf karena tangannya refleks memegang pundak lelaki itu.

Ternyata baru sehari dengan lelaki blasteran Arab dan Turki ini menyebalkan sekalii!

•••••

Sepanjang perjalanan, keduanya saling bungkam. Bahkan Altar sama sekali tidak mengintip perempuan itu dari spion.

Sedangkan Aya, fokus menatap jajaran toko dan knalpot setiap motor. Entah apa yang ada di dalam pikirannya, setiap melihat knalpot motor, pasti teringat Samuel.

MOST WANTED [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang