17.5K 830 0
                                    

Siap jatuh cinta, berarti siap dengan segala rasa dan luka yang menyapa. Kali ini Samuel terasa begitu tidak semangat.

Padahal, lusa kemarin ia yang menginginkan hubungannya dengan Vania berakhir. Tapi ia tidak ingin berakhir seperti ini.

Tanpa Samuel sadari, Aya sedari tadi menatap pada lelaki itu yang tengah membantu mengisi formulir perlombaan.

Samuel menggeser pelan kertas itu tanpa menoleh pada Aya. Ia meraih gelas berisi teh hangat, diteguknya khidmat, lalu menyandarkan kepalanya pada bahu Aya.

"Berobat aja, ya, Kak?" tawar Aya dengan nada sangat lembut, sambil mengusap pipi lelaki itu.

Samuel menggumam pelan. Ia justru mendekap Aya dari samping dengan mata yang terpejam. Menaruh satu tangannya pada pinggang gadis mungilnya.

Terhitung sudah setengah jam berlalu semenjak Vania pulang, Samuel tidak bersuara sepatah kata pun pada Aya.

"Aku telpon Mama aja, ya? Biar besok  Mama yang ngurus kamu." Usulan Aya tidak direspon oleh Samuel.

Aya merasa napas lelaki itu mulai teratur. Ia akan menunggu lima belas menit lamanya agar Samuel benar-benar pulas.

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Seharusnya Samuel mengajarkan Aya lagi.

Tapi lelaki itu sudah terlanjur dengan sakitnya yang semakin larut.

Sakit batin dan sakit raga. Keduanya bersamaan di waktu yang tidak tepat. Aya berpikir keras dalam diamnya.

Tidak mudah bagi Aya untuk mengurus Samuel yang mungkin ke depannya akan terus bersikap dingin padanya setelah kejadian ini.

Mau tidak mau, Aya harus memberi beberapa ide dan warna agar hidup lelaki itu tidak monokrom.

•••••

"Ay!"

"Apa?!"

"Seragam gue!"

Aya menaruh gelas berisi susu cokelat di atas meja pantry. Ia masuk ke dalam kamar Samuel, lalu membuka laci lemari bagian paling bawah.

"Kan, aku udah bilang berkali-kali. Laundry-an baru selalu aku taruh di sini, Kak Samuel yang ganteng mempesona ...." Cukup gemas dengan lelaki bertubuh tinggi.

Ia mengeluarkan seluruh pakaian dari totebag khusus laundry, lalu menaruhnya di atas kasur Samuel.

"Rapihin sendiri. Aku mau pakai dasi dulu."

Samuel sontak menahan lengan Aya, membuat gadisnya berbalik tubuh secepat kilat--kembali menghadap ke arahnya.

"Apaan, sih? Bagus gitu narik-narik, ha?"

"Bagus, lah." Samuel mengambil seragam biru muda dengan ujung lengannya bermotif batik. "Pakein."

Aya langsung melepas cekalan Samuel dari lengannya. "Ini bener Kak Samuel yang aku kenal, kann??"

Samuel berdecak pelan. "Cepetan, Ayyara. Lo mau kita telat?"

Aya langsung meraih seragam itu, lalu memakaikannya ke tubuh Samuel yang sudah berbalut kaos hitam lengan pendek.

"Kalau kita telat, bukannya gapapa, ya, Kak? Kan, kamu anak kesayangan guru."

Samuel mencapit pelan hidung Aya dengan kedua jarinya. "Pinter banget sih cewek gue," ucapnya.

MOST WANTED [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang