11°

14.8K 597 0
                                    

Bel apartemen berbunyi untuk kedua kalinya. Aya menaruh pelan kepala Samuel--pada sofa--yang sedari tadi ada di pangkuan. Perlahan beranjak dari sofa, dan berjalan menuju pintu.

Saat melihat siapa yang datang, Aya tertawa kecil. "Padahal besok kita ketemu di sekolah," ucap Aya, lalu mempersilakan Rian untuk masuk.

"Eh, gue ke sini cuman ngasih lukisan doang, Ay. Soalnya udah di suruh Mami buat pulang."

Aya hampir menautkan kedua alisnya. "Berarti, Mami kamu tau soal lukisan ini?"

Rian menyengir. "Mami tau semua lukisan yang gue buat kali, Ay. Orang beliau yang ngajarin gue," jelas Rian.

"Yaudah ya, Ay. Gue pulang dulu. Lo jaga itu lukisan gue. Awas aja sampai lo rusakk!"

Perlahan Aya mengusap lukisan itu. Sangat cantik sekali paduan warnanya. Ia kembali menatap Rian, lalu tersenyum hangat disertai anggukan.

"Aku bakal jaga lukisannya, kok, Yan. Tenang aja," ucapnya. "Kamu serius mau langsung pulang, Yan?"

Rian mengecek jam yang melingkar di pergelangan tangan. "Udah malem, Ay. Besok kita ada upacara. Udah ah, gue pulang dulu, ya. Byee."

Aya kembali mengangguk. "Makasih banyak, ya, Yan. Besok jangan kaget, ya, kalau aku ngasih kamu sesuatu."

Sial.

Rian salah tingkah begini. Ia menyugar rambutnya ke belakang, lalu berjalan menuju lift.

Lukisan berukuran sedang sudah dibawa masuk ke dalam. Ia memerhatikan setiap garis warna yang Rian buat dengan begitu sempurna.

Ternyata ada juga ya spesies lelaki brandalan luarnya, memiliki kemampuan lebih di dalamnya.

Rian memang ketua geng motor di sekolah yang cukup terkenal. Tidak sedikit dari perempuan yang menyukai Rian dalam diam.

•••••

"Dari siapa?" Samuel menaikkan satu alisnya ke Aya yang tengah memasangkan dasi.

"Dari, Rian. Semalem dia ke sini cuman buat ngasih ini."

Samuel mengedarkan pandangannya. Ia berjalan pelan ke luar kamar setelah Aya selesai memasangkannya dasi.

Akhir-akhir ini, Samuel terlihat seperti lebih cuek dan acuh. Meski ia masih sering menyandarkan kepalanya pada pucuk kepala Aya, tapi Aya merasa begitu berbeda dengan sikap Samuel.

Samuel terduduk di sofa sambil memasukkan roti ke dalam mulut. Ia melirik singkat pada Aya yang baru keluar kamar Samuel sambil membawa seragam lusa kemarin yang kotor.

Selanjutnya, Aya mendudukkan tubuh di bawah karpet. Ia fokus pada televisi yang tengah menampilkan berita terkini.

"Kak, nanti pulang sekolah, aku main sama Rian boleh, ya?" Ia mendongak singkat, guna mengecek raut wajah Samuel.

"Terserah." Ia beranjak menuju dapur. Menaruh gelas yang sudah kosong di wastafel, lalu mencuci tangannya.

Aya menoleh ke arah Samuel. "Yaudah kalau gak boleh."

"Iya, boleh," balas Samuel yang masih terdengar acuh di telinga Aya.

"Enggak jadi, ah. Kamu jawabnya kayak gak ikhlas gitu."

Samuel melangkah ke arah Aya, lalu mengecup pelan pucuk kepala gadisnya. Sepertinya, ini akan menjadi kebiasaan Samuel.

"Iya, boleh," koreksi Samuel dengan nada yang sangat lembut.

MOST WANTED [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang