CHAPTER 3

20.3K 1.3K 72
                                        

Hari yang cerah menyapa kediaman keluarga Wijaya. Seorang pemuda tengah berdiri di depan cermin, menyisir rambutnya dengan perlahan. Seragam sekolah melekat rapi di tubuhnya. Dialah Gara, anak yang baru pulang dari rumah sakit setelah koma panjang. Namun, ada yang berbeda.

Ia berjalan turun dari kamarnya menuju ruang makan. Semua anggota keluarga sudah duduk di sana, menyantap sarapan masing-masing.

"Pagi abang!!" sapa Anya ceria.

"Hm," hanya itu balasan yang keluar dari mulut Gara. Datar, tanpa ekspresi.

"Kau pergi sekolah bareng Vino," ucap Lion, ayah mereka, dengan tegas.

Gara mengangguk pelan. "Hm." Dalam pikirannya, lebih baik begitu. Setidaknya, dia tak perlu berjalan kaki. Hemat tenaga.

Angga yang duduk di seberangnya cemberut. "Gak mau sama abang aja dek?"

Gara melirik. "Pulangnya saja."

Angga mengangkat bahu. “Iya deh…”

---

Di Perjalanan

Mobil melaju tenang, menyusuri jalan menuju SMA tempat mereka belajar. Tak ada sepatah kata pun dari Vino maupun Gara. Hening.

"Sudah sampai," kata Vino, memarkirkan mobil.

"Hm." Gara keluar dari mobil tanpa melihat ke arah kakaknya.

Vino hanya bisa menghela napas. Apa yang terjadi dengannya? Dulu dia cerewet, selalu nyerocos tentang apa pun. Sekarang... diam.

---

Di Gerbang Sekolah

"Gara!!" seseorang memanggil. Seorang pemuda berambut cepak menghampiri dengan senyum lebar.

"Siapa?" Gara menatap datar.

"Loh, lo gak inget gw?" ucap pemuda itu.

Gara hanya mengangkat bahu.

"Gue Aldo. Sahabat lo. Wakil lo di geng ."

Gara mengerutkan dahi. “Gue ketua?”

"Iya, bos."

Gara terdiam sejenak. Dalam hati bertanya-tanya. Gue ini siapa, sebenernya? Anak manja? Ketua geng? Atau... karakter yang berubah genre?

"Antar gue ke kelas."

Tanpa tanya lebih lanjut, Aldo menurut. Mereka berjalan melewati lorong sekolah. Semua mata tertuju pada Gara.

"Gilak… itu Gara, kan?"

"Gue pikir dia bakal bolos sebulan. Liat sekarang, keren abis!"

"Dia kayak... tokoh utama anime."

Di kelas, Gara duduk di bangku pojok dekat jendela. Tempat favorit karakter-karakter misterius. Satu per satu gadis menatapnya dengan tatapan penuh kekaguman.

---

Di Kantin

Gara menyendok baso di hadapannya, ditemani es teh manis. Di sekelilingnya, suasana kantin begitu riuh... sampai seseorang mendekat.

"Bang, kita duduk sini ya?" tanya Anya manja, bersama geng Alxex.

"Hm."

Mereka makan dengan tenang. Sampai akhirnya—

PRANG!

"Anya!!" teriak Angga, panik melihat kuah baso panas tumpah ke tangan Gara.

"Hiks... bukan Anya bang... Bang Gara yang tumpahin..." Anya merengek, berusaha terlihat polos.

Gara diam saja. Ia merogoh kantong kemejanya, mengeluarkan salep, dan mengoleskan ke tangannya sendiri. Seolah sudah mempersiapkan hal ini.

"Berisik. Makan." ucap Gara tenang.

Angga menatap tajam Anya. Bukan main... tega banget.

---

Di Rumah

Malam harinya, di ruang tamu...

"Hiks, Daddy!!" isak Anya terdengar dari luar.

Gara yang baru pulang bersama Angga berjalan masuk, penasaran. Begitu masuk ke ruang tamu, suara ayahnya menggema.

PLAK!

Lion menampar Gara. Gara hanya memegangi pipinya, menatap dingin.

"Kenapa kamu menumpahkan bakso panas ke tangan Anya, hah?!" marah Lion.

Angga maju. “Daddy, saya lihat sendiri. Anya yang menumpahkan ke tangan Gara! Bukan sebaliknya!”

Dia lalu memegang tangan kanan Gara, menunjukkan bekas luka bakar yang belum sembuh. Kemudian menyiram tangan Anya dengan air. Riasan luntur.

"A-abang..." Anya panik. Semua terdiam.

PLAK!

Tamparan Dina mendarat di pipi Anya. “Dasar gak tahu diuntung! Sudah dikasih hati, malah minta jantung!”

Dina berbalik menatap Lion. “Dari awal aku gak setuju kamu pungut anak orang. Tapi aku diam, karena kamu suami aku.”

Lion menghela napas berat. “APA SEBENARNYA YANG KAU MAU, ANYA?!”

Anya menangis, namun tak ada yang peduli lagi.

Di sudut ruangan, Gara tersenyum miring. Tontonan yang menarik... seperti drama keluarga murahan. Tapi seru juga.

---
VOMEN
VOTE



TBC


jadi adik protagonis(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang