MOANA tersenyum getir memperhatikan dirinya yang tengah memakai gaun pengantin berwarna putih yang sederhana namun elegan lewat cermin di toilet. Wajahnya di rias tipis dan rambutnya di tata rapi oleh hair do.
"Drama keluarga yang nggak pernah selesai," gumamnya mengepalkan tangannya erat-erat.
Hari ini Moana menikah dan malam ini adalah acara resepsinya. Di usia 16 tahun Moana di nikahkan dengan anak dari mitra bisnis keluarga besarnya. Persis seperti di film atau drama Korea, Moana di jodohkan dengan cowok itu untuk kepentingan bisnis. Sungguh menyedihkan sekali hidupnya di usia mudah harus menuruti kemauan keluarga besar.
Moana melepaskan high heels yang membuat kedua kakinya terasa kebas. Tamu-tamu penting yang hadir tidak akan peduli kemana perginya sang pengantin karena mereka lebih peduli dengan obrolan bisnis. Moana bisa kabur semaunya sampai dia bisa bersembunyi di toilet hotel. Iya, resepsinya di laksanakan di hotel milik keluarga pihak cowok.
"Andai aja hotel ini nggak di jaga ketat gue udah kabur dari sini." Moana memijat bahunya yang terasa pegal. "Rese banget pakai acara perjodohan segala. Keluarga stres," omelnya seraya merenggut sebal.
TOK. TOK. TOK.
Ketukan pintu dari luar membuat Moana diam sekejap. Dia cuma agak takut kalo yang mengetuk pintu adalah salah satu anggota keluarganya.
"Moana, ini gue Edgar suami lo yang paling tampan sejagat raya!" teriak seorang cowok dari luar toilet.
Moana ingin mencabik-cabik wajah Edgar—suaminya—kalo saja dia bisa. Mana mungkin Moana berani, ada banyak konsekuensi yang akan dia terima nantinya.
"Lo di dalam? Gue di suruh nyariin lo sama nyokap lo. Cepetan kelarin urusan lo atau gue seret paksa," ancam Edgar menggedor pintu lebih keras.
Gadis itu memakai high heels dengan wajah yang cemberut. "Sabar! Baru nikah beberapa jam lo udah mau kdrt sama gue. Tamu-tamu juga udah selesai salam-salaman sama kita, ya, bebas dong gue mau kemana."
"Nyokap lo yang nyariin bukan tamu-tamu. Buruan! Gue nggak mau di cap sebagai suami yang menyedihkan karena lo nggak ada di acara resepsi."
Moana membuka pintu toilet dan terpampang lah wajah Edgar. Cowok dengan setelan jas hitam dan dasi kupu berwarna senada. Rambutnya di tata rapi dan sedikit berkilau. Definisi ganteng yang sebenarnya tetapi Moana tidak mengakuinya.
"Gue capek pakai high heels seharian! Lo enak cuma pakai sepatu pantofel. Perhatian dikit kek," cerca Moana di depan Edgar.
"Gue juga capek, Moana. Mending gue tiduran di rumah daripada harus berdiri kayak orang tolol di sana."
Edgar berbalik meninggalkan Moana sendirian di depan toilet. Gadis itu berjalan lesu mengikuti cowok di depannya. Tenaganya terkuras habis sehingga tulangnya terasa remuk.
Sesampainya di ballroom hotel, Moana melihat beberapa tamu sudah pulang bersamaan dengan acara yang sudah usai. Hanya anggota keluarga bersangkutan yang masih menikmati jamuan makan.
"Akhirnya acaranya selesai juga." Moana lega setelah bisa meregangkan otot tubuhnya.
"Acaranya belum selesai kalo anggota keluarga masih ngumpul," celetuk Edgar yang berdiri di sampingnya. Moana menyipitkan matanya, "Emang mau ngapain lagi?"
"Ngapain kek yang penting happy."
Setelah itu Edgar menjauhi Moana menuju meja yang di tempati keluarganya. Tinggal Moana yang bingung harus apa. Dia sangat malas menghampiri keluarga besarnya karena menurutnya itu hal yang menyebalkan.
Maunya dia menuju tempat di sajikannya berbagai macam dessert namun cekalan di pergelangan tangannya mengentikan langkah Moana.
"Moa, kenapa nggak nyamperin keluarga besar? Mama khawatir karena kamu tadi nggak ada di sini."
Figur wanita paruh baya dengan rambut sebahunya menarik Moana untuk duduk di salah satu kursi tamu. Raut wajahnya menandakan dia khawatir akan Moana yang menghilang padahal mendekam diri di toilet.
"Males, ah. Mama tahu kan kalo aku nggak suka kumpul sama keluarga besar. Mereka rese semua," tolak Moana tanpa ragu menjelekkan keluarga besarnya sendiri.
Berlian mencubit pinggang putrinya, "Moa! Kamu kebangetan banget, sih. Mereka itu keluarga kamu bukan orang lain."
"Keluarga? Mama udah tahu kan kalo aku malas anggap mereka keluarga. Pernikahan ini mereka yang ngatur dan Moana nggak di kasih pilihan. Itu yang namanya keluarga?" tanya Moana sakras.
Wanita paruh baya itu tersadar dari keegoisannya. Dia memeluk putrinya erat kemudian mengusap pelan punggung Moana.
"Maafin Mama yang nggak bisa berbuat apa-apa buat Moana. Mama terlalu pengecut buat ngelawan keluarga besar Papa kamu. Maaf, Moa," sesal Berlian sembari terus mengusap pelan punggung Moana sayang.
Gadis itupun balas memeluk mamanya. Dia terlampau sayang terhadap sosok yang sudah melahirkannya dan membesarkannya dengan kasih sayang. Moana berkaca-kaca di sela-sela berpelukan.
"Gapapa. Ini bukan salahnya Mama. Moana terima keputusan keluarga besar daripada harus ada pertumpahan darah. Lagipula ini yang Moana mau, keluar dari rumah tanpa drama. Dengan Moana menikah Moana bisa bebas menjalani kehidupan," jelasnya panjang lebar.
"Baik-baik ya sama Edgar. Dia cowok yang baik dan Mama yakin dia bisa jagain kamu. Mama akan sering-sering mengunjungi kamu nantinya."
Keduanya melepaskan pelukan dan Berlian mengusap pipi Moana yang berair. Keputusannya memang bukanlah hal yang baik untuk Moana. Dia tidak bisa melawan keputusan keluarga besar.
Betapa sakit hatinya Moana karena harus di jadikan alat bisnis. Rasanya dia di lahirkan hanya untuk menikah di usia muda dengan orang yang tidak dia cintai. Lebih sakit lagi ketika melihat keluarga besarnya pamit pulang tanpa menghampirinya. Papanya pun acuh tak acuh terhadap dirinya. Moana di tinggalkan di sana seperti dirinya di jual ke keluarga Edgar.
Berlian yang tidak tahan lagi langsung memeluk singkat Moana dan berlari mengejar suaminya.
"Jaga diri baik-baik, Moa!"
Hanya itu dalam perpisahannya dan Moana di tinggalkan. Mamanya juga, masih egois dan tidak pernah mau melawan mereka.
"Gue bukan bagian dari mereka? Lalu apa? Gue nggak pernah di hargai."
Sekarang Moana paham mengapa dia harus menikah di usia muda. Keluarga besar ingin Moana tidak lagi menjadi bagian dari mereka dan Moana pergi dari rumah tanpa di usir. Hebat. Mereka berhasil. Moana pergi dengan cara di nikahkan.
"Moana," panggil Edgar ketika menemukan Moana sendirian. Dia pamit ke toilet sementara balik-balik sudah sepi. "Keluarga besar lo udah pada pulang?"
Moana mengangguk, "Udah pulang ke neraka."
Moana dan pernikahannya yang menyakitkan. Kalau ini jalannya dia bisa bebas, Moana akan lakukan. Edgar, cowok itu tidak seburuk yang dia bayangkan.
***
- Cerita ini murni karya aku sendiri yang datang dari imajinasi aku. Sebelumnya jika ada persamaan nama tokoh dan tempat, murni karena ketidaksengajaan.
- Jangan mengcopy/menyalin cerita ini tanpa seizin penulis. Boleh dijadikan sebagai inspirasi kalian menulis tanpa menyalin ceritanya.
- Vote dan komen sebagai bentuk dukungan kalian untuk cerita ini. Share juga ke teman, sahabat, keluarga, pacar, dll.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Wife [Completed]
Teen Fiction"Pernikahan ini harus di rahasiakan. Jangan sampai teman-teman sekolah tahu kalo enggak lo tidur di luar selama setahun. Ngerti?!" Moana menggertak Edgar dengan ancaman. Cowok itu tengah duduk bersantai di sofa sambil ngemil sore. "Iya, iya. Gue nge...