DUA PULUH SATU🌻

697 44 0
                                    

🌻SELAMAT MEMBACA🌻

Masih dengan posisi semula Dhira berkali memikirkan hal ini, dia sungguh bingung dengan hal ini. Bagaimana dengan pendidikannya? Sedangkan dirinya masih menunut ilmu disini.

"Bagaimana nak Dhira? Apa kamu bersedia menyetujui perjodohan ini?" tanya ummi Halimah.

Tangannya gemetar, dia menunduk dan meremas gamisnya. Ia harus mengatur nafas dan harus memutuskan ini secara matang.

"Tapi ummi, abah. Dhira kan masih menuntut ilmu di sini dan masa depan Dhira masih panjang."

"Jangan khawatir soal itu, kamu masih bisa belajar di sini nak dan jika sudah menikah nanti kamu akan mendapat pelajaran tambahan yakni dengan di bimbing suami kamu nak Ibnu," jelas ummi.

"Jadi bagaimana Dhira? Abah tidak memaksa kamu untuk memutuskannya hari ini. Kita bisa memberi kamu waktu jika kamu mau," jelas abah.

Menegangkan sekali.

"Ayo terima Dhira, nanti kamu akan menjadi kakak ipar saya," bisik Ning Syarifah sambil terkekeh.

"Ish Ning, jangan bikin aku mau salto nih."

"Apa Gus Ibnu setuju dengan perjodohan ini?" tanya Dhira.

"Ibnu setuju dengan hal ini, giliran menunggu keputusan kamu."

"Yaudah Dhira setuju dengan perjodohan ini."

Mendengar keputusan Dhira membuat mereka mengucap syukur atas kebahagiaan ini. Dhira memutuskan untuk kembali ke kobong, dia tidak ingin di ganggu oleh siapapun juga saat ini.

Keadaan kobong masih sepi, ketiga temannya itu ntah pergi kemana. Gadis itu terisak dalam tangisannya sambil menelungkupkan kepala di bantal.

"Eh Dhira, kenapa kamu nangis?" Fatimah baru saja masuk ke kobong, mendengar suara tangisan saat dia cek ternyata itu Dhira.

Dhira mendongak ke arah temannya itu. "Bukan urusan lo."

Fatimah berdesis pelan. "Terserah kamu aja, Farida, Laila coba kesini sebentar."

Farida dan Laila mendengar teriakan Fatimah langsung pergi ke dalam.

"Eh kenapa sih Imah teriak-teriak?" tanya Farida, ia tersentak kaget saat melihat Dhira yang menangis.

"Ya Allah Ra, kamu kenapa nangis?" tanyanya. Dia mengusap kepala Dhira dengan penuh kelembutan, menenangkan gadis itu.

"Gue baik-baik aja."

"Ra serius kamu kenapa? Kamu gak mau cerita nih sama aku?"

Dhira bangkit dan duduk sambil menghapus air matanya. "Gue gak kenapa-kenapa kok, cuma pengen nangis aja."

Farida mendekap tubuh Dhira ke dalam pelukannya.

"Kamu jangan bohong Ra, aku tahu kamu seperti apa. Kamu itu tipikal orang yang gak mudah nangis, pasti ada sesuatu kan?" bisiknya. Tak tahu harus menjawab apa, situasi dan kondisi membuat dirinya bingung ingin bercerita.

•🌻•

Hari demi hari tak terasa kian berlalu, semua orang sibuk dengan persiapan pernikahan Dhira dan Ibnu. Karena pernikahan akan di adakan hari kamis, ada waktu tiga hari untuk mempersiapkannya. Tetapi hari ini Dhira dan Ibnu memilih untuk membeli gaun pernikahan untuk nanti, Kebetulan juga Dhira sudah pulang ke rumahnya sejak senin pagi. Matanya berbinar saat melihat tempat tinggal yang selama ini menjadi tempat ternyamannya.

Takdir Cinta Naadhira [TAMAT✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang