32 (tidak boleh deketin papa!)

1.4K 98 77
                                    

Dapur adalah tempat favorit Deva. Hari ini, dia sibuk memasak sendirian, tidak mengizinkan Fahri membantu karena kondisi ayahnya yang kurang sehat.

Tiba-tiba, bel pintu berbunyi. Deva mematikan kompor dan berjalan ke pintu. Saat dibuka, terlihat Rahmat dan Linda menatapnya dengan sinis.

"Hendra ingin anak perempuan, bukan bocah tidak berguna sepertimu," sindir Linda.

"Kenapa kau melakukan pekerjaan rumah?" tanya Rahmat dingin.

"Papa juga melakukannya sejak kecil. Aku hanya meniru," jawab Deva tenang.

"Panggil ayahmu!" perintah Rahmat.

"Papa sedang istirahat, tidak bisa diganggu," tolak Deva.

Sebuah pukulan keras mendarat di rahangnya, membuatnya mundur beberapa langkah. Deva meludah ke samping, melihat sedikit darah, tapi tetap berdiri tegak.

"Kau bukan siapa-siapa! Tidak berhak melarangku bertemu anakku!" bentak Rahmat.

"Papa bukan putra kakek," balas Deva datar.

Rahmat murka, menghantam perut Deva beberapa kali. Namun, Deva tetap berdiri, menahan keduanya agar tidak bertemu Fahri. Dia ingin melindungi ayahnya kali ini.

"Kau sialan!" maki Rahmat.

"Aku hanya meminta, biarkan papa beristirahat dengan tenang," pinta Deva.

Saat Rahmat hendak memukul lagi, sebuah tangan kuat menahan pergelangannya. Angelo berdiri di sana dengan tatapan tajam, diikuti Roy dan Nisa yang menyeringai.

"Putraku sedang sakit, Tuan. Kau tuli? Sampai cucuku harus mengulang kata-kata agar kau mengerti?" sindir Angelo.

"Parah, om Rahmat budeg kali, faktor usia," ledek Roy.

"Harusnya disedot tuh kotoran telinganya," timpal Nisa.

"Disedot sekalian sama orangnya juga boleh," tambah Roy santai.

"Setuju!" seru Nisa.

Angelina terkekeh melihat tingkah mereka. Sementara itu, Roy membantu Deva berdiri, dan Angelo serta Angelina mendorong Rahmat dan Linda keluar rumah.

"Om kok di sini?" tanya Deva heran.

"Rey kasih tahu kalau Fahri sakit. Jadi, kami ke sini," jawab Roy.

Deva mengangguk, lalu kembali ke dapur untuk melanjutkan memasak, membiarkan urusan dengan Rahmat dan Linda ditangani Angelo.

Di luar rumah, Angelo menatap Rahmat dengan sengit. Ia tidak bisa mentolerir siapapun yang menyakiti cucunya. Bahkan, ia sendiri sering memarahi Fahri hanya karena menjewer telinga Deva, apalagi ini?

"Kau sudah keterlaluan, Rahmat!" geram Angelo.

"Aku hanya ingin bertemu putra bungsuku! Kau tidak punya hak melarangku, Angelo! Hendra adalah nama yang kuberikan saat dia lahir!" Rahmat balas dengan penuh amarah.

"Eh, bukannya nama Mahendra Sabil Al Fahri itu usulan neneknya?" sindir Angelo meremehkan.

"Ck, kau hanya orang asing yang mengambil putraku!" Linda mendelik tajam.

"Memang, kami orang asing, Linda," Angelina menimpali dengan nada tenang. "Tapi setidaknya di tangan kami, Fahri merasakan kasih sayang yang tulus."

"Kalian sendiri yang menyerahkan Fahri menjadi anak angkat kami!" tambah Angelo. "Jadi sekarang, kami berhak melarang kalian menemuinya!"

Rahmat mendengus. "Tanpa kami, Fahri tidak akan lahir ke dunia ini."

"Terserah," sahut Angelo, matanya menatap Rahmat tajam. "Yang aku tahu, sekalipun Fahri bukan putra kandungku, dia tetap anakku. Selamanya."

(Revisi) Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang