29 (nongkrong dulu)

1.4K 90 23
                                    

Buka bersama jadi acara yang sering diadakan tiap Ramadan, tapi buat Deva, itu bukan sesuatu yang menarik. Dia kurang suka keramaian, jadi sering nolak kalau diajak.

Siang itu, Deva lagi scroll HP sambil rebahan. Ada pesan dari Hamiz yang ngajak bukber di salah satu restoran dekat rumah.

"Mending di angkringan aja, lebih murah, makanannya dapet banyak," gumam Deva sendiri.

Tiba-tiba, suara Fahri terdengar dari luar kamar.

"Dev, Papa kerja dulu ya!" panggil Fahri.

Deva langsung bangkit, membuka pintu. Sekalian aja dia izin buat bukber nanti. Soalnya, Fahri memang sering ngajak dia berbuka bareng, entah di rumah atau di luar.

"Papa, Dev mau bukber sama temen-temen ya," kata Deva.

"Uang jajan cukup?" tanya Fahri.

"Tenang, makan di angkringan aja. Hemat," jawab Deva santai.

"Nih, uang jajan buat hari ini," ujar Fahri sambil nyodorin beberapa lembar uang merah.

"Kebanyakan ini," Deva melotot sedikit kaget.

"Pakai seperlunya, tabung sisanya. Besok dapet lagi," kata Fahri santai.

"Siap, Bos!" jawab Deva, menerima uangnya.

Sebelum pergi, Deva cium tangan ayahnya. Fahri mengacak-acak rambut anaknya sebelum akhirnya berangkat kerja. Sementara itu, Deva yang lagi libur sekolah mulai bingung mau ngapain.

Daripada gabut, dia akhirnya mutusin buat bersih-bersih rumah. Dua jam kemudian, seluruh sudut rumah udah kinclong.

"Bosen juga, ah. Tadarus aja deh," pikir Deva.

Deva masuk ke musholla kecil di rumah, yang memang dibangun khusus oleh Fahri buat ibadah. Setelah wudhu, dia mulai baca Al-Qur'an. Saking fokusnya, dia baru sadar waktu udah masuk Dzuhur pas dengar adzan berkumandang.

Deva tersenyum, terus langsung ganti baju koko dan sarung. Saat jalan ke masjid, beberapa orang melirik ke arahnya terutama para cewek. Wajar sih, wajahnya blasteran, rambut cokelatnya juga bikin dia kelihatan mencolok.

Di masjid, Deva ikut salat berjamaah. Hari ini dia nggak jadi imam, juga nggak nawarin diri. Begitu selesai, dia langsung pulang ke rumah sendirian.

Sampai di rumah, Deva langsung masuk kamar dan menjatuhkan diri ke kasur. Matanya perlahan terpejam, menikmati istirahat sejenak.

Tapi baru sebentar, alarm berbunyi, membangunkannya. Dia melirik layar HP sebentar lagi adzan Ashar. Menghela napas kasar, Deva akhirnya bangkit, mengganti bajunya dengan koko, lalu kembali pergi ke masjid.

Sejak kecil, Fahri selalu menanamkan pentingnya salat berjamaah. Bukan tanpa alasan, bagi Fahri, ini adalah prinsip yang harus ditanamkan kuat pada putranya. Jika Deva malas ke masjid, hukuman dari Fahri bukan pukulan atau tamparan, melainkan hafalan Al-Qur'an. Deva pernah dihukum harus menghafal dari juz satu sampai lima dalam seminggu. Hasilnya? Dia kewalahan dan kapok.

Seiring bertambahnya usia, Deva mulai memahami kenapa ayahnya begitu tegas dalam mendidiknya soal agama. Dulu dia sering mengeluh setiap kali Fahri menegur sikap malasnya dalam beribadah. Tapi sekarang, dia sadar kalau semua itu semata-mata agar dia nggak kehilangan arah saat dewasa nanti.

Selesai salat, Deva pulang ke rumah masih dengan baju koko. Begitu masuk dapur, dia mulai sibuk menyiapkan menu buka puasa untuk ayahnya. Masak bukan hal sulit baginya dia cukup terampil dalam berbagai jenis masakan.

Cukup lama berkutat dengan penggorengan, Deva tidak menyadari ada sosok Leo yang berdiri di ambang pintu dapur. Sahabatnya itu tersenyum melihat Deva sibuk sendiri.

(Revisi) Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang