28 (si duda dan anak bujang)

1.4K 89 88
                                    

Suara alat masak terdengar nyaring di dapur. Seorang pria dewasa mengenakan apron biru tampak sibuk menyiapkan makanan, tak memperhatikan sekelilingnya. Semua bumbu dimasukkan ke dalam wajan dengan penuh perhatian.

"Papanya Dev!" panggil Deva.

Pria yang dipanggil putranya itu tersenyum, lalu mengecilkan api kompor dan menghampiri Deva.

"Kenapa, Nak?" tanya Fahri lembut, mengelus pipi kanan Deva.

"Dev bantu ya," ujar Deva antusias.

"Boleh, kebetulan Papa lagi buat makanan kesukaan kamu," jawab Fahri, mengangguk.

"Terbaik!" pekik Deva dengan senyum lebar.

Ayah dan anak itu mulai bekerja sama di dapur. Sejak kematian Bella, mereka berdua sering bergantian memasak setiap hari. Awalnya Fahri tidak mengizinkan Deva memasak, tetapi karena desakan putranya, dia pun akhirnya merelakan.

"Aku buat sambel pedes ya, pah?" tanya Deva.

"Sambelnya jangan terlalu pedes, ya," jawab Fahri, sedikit tertawa.

"Terbaik," sahut Deva, tersenyum penuh semangat.

Fahri terkekeh geli mendengar jawaban putranya. Hari Minggu biasanya dihabiskan Fahri di rumah. Dengan dua hari libur, Sabtu dia gunakan untuk berolahraga di gym, lalu buka puasa bersama di restoran terdekat. Sedangkan Minggu, waktunya untuk berbuka di rumah bersama keluarga.

Menu yang mereka masak pun sederhana, Fahri sedikit malas membuat banyak hidangan karena khawatir tak habis. Lagi pula, mereka masih bisa memasak untuk sahur nanti.

 Lagi pula, mereka masih bisa memasak untuk sahur nanti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(menu buka puasa fahri dan deva)

Tepat pukul lima sore, semua masakan telah siap. Deva membantu Fahri menata hidangan di meja makan. Merasa waktu berbuka masih lama, Deva tiba-tiba menarik tangan kanan Fahri dan membawanya ke halaman belakang rumah.

"Kenapa, Nak?" tanya Fahri heran.

"Papa duduk," ujar Deva.

Fahri menurut, duduk di atas rerumputan. Tanpa ragu, Deva ikut duduk di pangkuannya. Fahri tersenyum lalu mencium puncak kepala putranya.

"Pinjem tangan Papa," pinta Deva.

Fahri meletakkan tangan kirinya di tangan Deva. Deva mulai memainkan jari-jarinya, sesekali menatap wajah sang ayah dengan penuh arti.

"Tangan Papa kasar karena kerja keras memenuhi kebutuhanku," lirih Deva. "Dev nggak masalah selalu ditinggal di rumah sendirian, asal Papa selalu pulang. Dev cuma nggak suka kalau ada orang yang coba-coba menarik perhatian Papa. Dev maunya Papa cuma memperhatikan Dev saja."

Fahri tersenyum tipis, menatap putranya dengan penuh kasih sayang. "Papa janji nggak akan menikah lagi, Nak. Papa malas melambungkan hati untuk orang lain."

(Revisi) Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang