25 (puasa)

1.7K 104 2
                                    

Bulan suci Ramadhan, bulan yang penuh berkah, selalu dinantikan oleh umat Muslim di seluruh dunia. Namun, di kediaman seorang duda tampan dengan anak satu, ada sedikit keributan pagi itu. Fahri tengah kesulitan membangunkan putranya, Deva, yang sedang terlelap dalam tidurnya, memeluk guling kesayangannya. Tidur Deva begitu nyenyak hingga tak terganggu meskipun Fahri berusaha keras.

"Nak!" panggil Fahri lembut sambil mengelus rambut Deva, mencoba membangunkannya dengan penuh kasih.

"Males puasa," gumam Deva dengan suara berat, tak berniat untuk membuka matanya.

Fahri tak menyerah begitu saja. Dia mengguncang tubuh Deva pelan, berharap itu bisa membangunkannya. Deva membuka matanya sedikit, tetapi hanya untuk kembali tertidur pulas. Fahri mencoba cara lain. Dengan penuh kasih sayang, dia mencium pipi kanan Deva, berharap itu bisa membuat anaknya terjaga. Namun, usaha itu gagal. Deva masih terlelap, menikmati kenyamanan tidurnya.

Melihat tidak ada reaksi, Fahri akhirnya memutuskan untuk mengambil langkah terakhir. Dia dengan hati-hati menggendong Deva, meskipun usianya yang hampir menginjak kepala empat membuatnya merasa agak berat. Deva, yang tak merasa diganggu, hanya menikmati saja digendong oleh ayahnya. Meski begitu, Fahri masih mampu menggendong anaknya dengan penuh kasih sayang, menunjukkan kedekatan mereka yang begitu kuat.

Fahri membawa Deva ke meja makan untuk sahur, berusaha agar waktu sahur mereka tidak terlewatkan. Meskipun dengan sedikit keluhan dari Deva, Fahri tahu betapa pentingnya momen ini bagi mereka berdua, dan dia selalu berusaha untuk menjaga kehangatan keluarga, bahkan dalam setiap detik kecil yang mereka lewati bersama.

Di meja makan, Fahri dengan lembut mencipratkan air ke wajah Deva untuk membangunkannya. Deva, yang masih terlelap, hanya membuka matanya sekilas dan malah memeluk leher Fahri.

"Sahur, nak. Perut kamu nanti sakit kalau nggak sahur," ujar Fahri sambil berusaha membangunkan Deva.

"Dev izin nggak puasa?" tanya Deva dengan suara berat.

"Tidak bisa, nak. Papa suapin ya," tawar Fahri penuh kasih.

"Kalau boleh, Dev masih ngantuk, nyawaku belum terkumpul," jawab Deva dengan malas, tetap enggan membuka mata sepenuhnya.

Fahri tersenyum dan dengan telaten mulai menyuapi Deva. Deva hanya membuka mulutnya tanpa banyak kata, menikmati setiap suapan dari ayahnya. Setelah Deva selesai makan, giliran Fahri yang makan sahur.

Selesai sahur, Deva masih terlelap dalam gendongan Fahri. Fahri merasa kesulitan untuk mencuci piring karena Deva masih mengantuk.

"Besok sekolah nggak, nak?" tanya Fahri, mencoba mengalihkan perhatian Deva.

"Ada pesantren kilat. Dev disuruh jadi penceramah sama guru agama," jawab Deva, meski masih terlihat sangat mengantuk.

"Anak papa hebat, dong," ujar Fahri, bangga.

"Dev hebat karena papa," jawab Deva dengan suara pelan.

"Bangun dulu, nak. Papa mau mencuci piring dulu," ucap Fahri sambil mengelus rambut Deva.

"Aku saja yang mencuci piring, ya," tawar Deva.

"Ya sudah, sana. Papa akan menyiapkan keperluan kita untuk sholat," jawab Fahri, lalu membantu Deva turun dari gendongan.

Deva membereskan piring-piring kotor, lalu membawanya ke wastafel. Mereka berdua bekerja sama agar semuanya cepat selesai. Setelah selesai mencuci piring, Deva mandi sebentar, begitu pula Fahri. Setelah itu, pasangan ayah dan anak itu pergi bersama menuju masjid terdekat. Fahri memegang tangan kanan Deva yang masih tampak mengantuk.

"Baru jam empat, lho, pah. Deva mau bobo lagi," keluh Deva.

"Daripada tidur, mending mengumpulkan pahala dengan bertadarus di masjid, nak," jawab Fahri, penuh kasih.

(Revisi) Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang