Bab 8

17 4 1
                                    

Setelah hampir satu jam menunggu, Kia akhirnya bisa memasuki ruangan Kai selepas wanita tua yang Kia ketahui adalah nenek pria itu keluar. Langkahnya terhenti di ambang pintu seraya menyusuri setiap sudut ruang yang terlihat berbeda dengan keadaan beberapa jam lalu. Kia meringis ngeri teringat akan bercak-bercak darah yang bercecer di lantai, pecahan kaca yang berserakan, serta selimut dan seprei yang berhamburan. 

Kia melangkah pelan dan berdiri di depan Kai. Ia menatap nanar tubuh pucat yang terbaring itu. Tangannya terulur mengelus pergelangan Kai yang dililit oleh perban. Pemandangan yang entah mengapa membuat hatinya berdenyut.
Ia tidak menyangka jika pria itu akan melakukan hal ini. Peristiwa buruk seperti apa hingga menyebabkan pria yang memiliki tato bergambar berlian kecil di punggung tangan kiri bagian bawah ini sampai nekat berusaha mengakhiri hidupnya?

Kia menekan pelan pembuluh darah di pergelangan tangan pria itu. Begitu lemah hingga nyaris tak dapat terasa. Kia duduk di kursi samping ranjang Kai. Matanya tak lepas dari pria yang baru ia sadari memiliki bulu mata lentik seperti wanita. Bahkan bulu mata Kia pun tidak sepanjang ini.

"Aku lebih suka melihatmu memberikan tatapan tajam kepadaku daripada kau yang tertidur seperti ini," gumam Kia tak mengalihkan pandangan dari Kai.

Gerakan kecil dari Kai, sontak membuat Kia bangkit dari posisinya. Perlahan kedua mata Kai terbuka. Namun, ada yang lain dari sorot mata Kai. Pandangannya terlihat dipenuhi kehampaan. Seperti tak ada kehidupan dari raut wajah pria itu. Kia menggerakkan tangan tepat di depan wajah Kai tetapi tidak ada respon dari Kai.

Seketika rasa takut menjalar di hati Kia. Bagaimana jika pria itu mengalami depresi?

Kia terkejut saat Kai tiba-tiba terduduk. Pria itu melipat kedua lututnya sambil menelungkup. Tak lama punggung pria itu bergerak naik turun. Suara lirih isak tangis terdengar di telinga Kia. Begitu pelan tetapi terasa sangat menyedihkan. Tanpa berpikir panjang, Kia memeluk Kai dengan erat. Ia tak ragu lagi seperti sebelumnya. Jemari Kia menepuk-nepuk punggung Kai. Sesekali pula beralih pada rambut coklat Kai yang lebat.

Kia terkejut saat Kai melingkarkan dua tangannya di perut Kia. Namun, wanita itu membiarkan Kai memeluknya. Kai menenggelamkan wajah basahnya di dada Kia. Mengeluarkan semua beban dan perasaan yang ada pada hatinya yang remuk redam.

"Kumohon jangan tinggalkan aku, Baby." gumam Kai dengan suara yang nyaris tak terdengar. Kia hanya diam, tangannya tak berhenti mengelus punggung Kai.

"Tidurlah. Aku akan menemanimu." Kia mengurai pelukannya, membaringkan tubuh pria itu lalu menepuk dada bidangnya agar pria itu merasa tenang.

Kai menggenggam jemari Kia yang berada di tubuhnya. Meremas lembut sambil memejamkan mata. Napasnya yang terasa memburu tadi, perlahan teratur.

****
Tepukan seseorang membuat Kia mengerjab. Pelan-pelan Kia meregangkan tubuhnya yang terasa kaku karena tidur dengan posisi tidak benar. Ia sampai tidak sadar jika ikut terlelap karena Kai sama sekali tidak melepaskan genggaman tangannya. Kia menatap siapa yang membangunkannya, mata Kia melebar melihat wanita tua yang ia ketahui nenek dari Kai tengah menatapnya.

Kia bangkit dengan cepat. Kakinya melangkah mundur, memberi jarak antara ia dan nenek itu. Kepalanya tertunduk merasa tidak enak. Ia merasa seperti telah tertangkap basah. Namun, seakan tersadar dari apa yang ia lakukan Kia menegakan kepalanya menatap wanita tua itu.

"Sedang apa kau di sini ?" tanya Cassandra. Nada suaranya menandakan rasa tidak suka. Tatapan wanita itu pun sangat tidak bersahabat.

"Maafkan aku, Nyonya. Aku datang untuk memeriksa pasien lalu ...."

"Kau tertidur sambil memegang tangan cucuku? Itu yang ingin kau ucapkan?"

Belum sempat Kia meneruskan ucapannya, Cassandra memotong. Wanita tua itu memasang raut angkuh kemudian mendorong Kia hingga terhuyung ke belakang. Kia terkejut mendapati perlakuan itu. Tanpa mendengar apa pun penjelasan Kia, wanita tua itu menuduhnya yang tidak-tidak.

Cassandra bahkan tidak tahu apa yang terjadi selama dua jam kepergiannya. Tanpa Kia, mungkin cucunya itu tidak dapat tertidur dengan tenang. Pria itu berkali-kali tersentak, seolah mimpi buruk menghantuinya. Kia harus selalu menepuk dada bidang Kai agar pria itu kembali terlelap.

Kia juga membalas genggaman erat Kai seolah menunjukan jika ia tak akan meninggalkan pria itu. Kai terlihat membaik saat Kia melakukannya. Napas Kai juga perlahan teratur terlebih denyut nadinya mulai terasa stabil.

"Untuk apa kau masih di sini? Pergilah," ucap Cassandra tanpa membalikkan tubuhnya. Kia tak membalas ucapan wanita itu, ia memilih pergi.

***
Bayang-bayang Seza berputar tak tentu arah di pikiran Kai. Mengalirkan rasa sesak hingga terasa pengap. Luasnya ruang rawat yang sepatutnya bisa menyirkulasikan udara, nyatanya justru menipiskan pasokan oksigen ke dalamnya. Kai terus merenung dengan tatapan penuh kehampaan. Belum ada ucapan apa pun lagi yang ia ucapkan setelah ia bangun dari tidurnya.

Kai bahkan tidak mengijinkan cacing di perutnya merasa kenyang. Pria itu terus terdiam dengan raut penuh kekecewaan. Ia mengabaikan semua orang. Hal itu menimbulkan kekhawatiran yang besar pada Cassandra. Wanita tua itu sudah kehabisan akal untuk membujuk Kai membuka mulutnya untuk menyuapkan sesendok bubur.

"Granny mohon, Kai. Kau harus minum obatmu. Makanlah sesuap saja." Cassandra pasrah melihat Kai yang terus mendiaminya. Ia mengusap pipi keriputnya karena bulir bening yang mengalir.

Cassandra memegangi dadanya yang terasa sesak lalu berjalan keluar meninggalkan kamar. Belum sampai dirinya pada pintu, sosok jangkung Kia menghentikan langkahnya. Kia memberikan senyum kecil pada wanita tua itu yang dibalas olehnya tatapan sinis.

"Mau apa kau datang ke sini?" tanya Cassandra ketus.

"Aku akan memeriksa pasien, Nyonya," jawab Kia singkat. Pandangan Cassandra tak lepas dari Kia.

"Bolehkah aku masuk?" tanya Kia. Cassandra tidak menjawab. Wanita itu justru pergi meninggalkan ruang rawat Kai.

Kia mengembuskan napas pelan. Kemudian ia berjalan mendekati Kai yang berbaring dengan posisi setengah duduk. Pandangan pria itu tertuju pada gorden putih yang bersinar karena pantulan cahaya matahari. Kia mengganti tabung infus yang baru. Kemudian memeriksa detak jantung Kai dengan stetoskop. Merasa tak ada yang buruk pada kondisi Kai saat ini, Kia melebarkan senyumnya.

Matanya beralih menatap mangkuk berisi bubur yang masih penuh dengan asap yang mengepul. Ia tahu jika pria itu tidak menyentuh makanannya sedikitpun. Tadi sore pun Kai melakukan hal ini. Kai bahkan menolak untuk meminum obat yang akhirnya tanpa ada cara lain, obat yang harus dikonsumsi oleh pria itu dimasukan ke dalam tabung infusnya.

Namun, ini tidak bisa berkelanjutan. Bagaimanapun pria itu harus mengisi perutnya agar ia mempunyai energi.
Kia meraih mangkuk bubur lalu menyentuh dagu Kai agar menatapnya. Pandangan Kai dipenuhi kedukaan yang dalam, Kia mengelus lembut pipi serta rambut pria itu.

"Kau sangat mencintainya bukan? Kau harus segera pulih. Kejarlah orang yang memang sangat kau kasihi." Ucapan Kia membuat Kai menatapnya. Pupil mata pria itu seketika membesar.

"Cintaku bukan kebohongan." Kai akhirnya membuka suaranya. Meski lirih Kia mendengar dengan sangat baik ucapan pria itu. Mata Kai pun terlihat berkaca-kaca.

"Benarkah? Kalau begitu, kau akan terus berada di sini? Tidak ingin mendapatkan dia kembali?" Ucapan Kia seakan menyadarkan Kai dari semua kesedihan. Ia menatap iris coklat Kia dengan penuh keharuan. Setetes bulir bening menetes dari mata hijau Kai. Kia segera menghapusnya lalu mengelus lembut wajah pucat yang tirus itu.

"Aku akan menyuapimu." Setelahnya Kia meraih sendok berisi bubur hangat ke depan bibir Kai. Pria itu awalnya diam. Namun, tak lama suapan demi suapan masuk ke dalam perutnya. Hingga isi mangkuk itu tak bersisa sama sekali.

***
Hai hai ...
Bab 8 update.
Terus tungguin Kai dan Kia yaa.

Kira-kira perasaan Kia ke Kai itu apa?
Terus Kai bakalan balik lagi sama Seza nggak ya?

Tungguin yaa.
jangan lupa vote dan komennya.

Enjoy the story'
Happy reading.

My Auntumn (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang