Bab 22

16 3 2
                                    

Suara pintu yang tergeser secara kasar mengundang beberapa pasang mata yang berada di dalam kamar menoleh bersamaan. Kemunculan Kia secara tiba-tiba ini, membuat semua orang keheranan. Kedua orang tua Olivia bangkit dari duduknya dan membuka suara.

"Maaf, Anda siapa?" tanya Ayah Olivia.

Mata Kia terbelalak dengan mulut yang terbuka. Ia mengatur napas yang sesak karena sejak turun dari taksi, ia berlari sampai ke ruangan ini. Kia membenarkan posisinya kemudian merendahkan tubuhnya setengah membungkuk.

"Maaf, Tuan dan Nyonya. Aku perawat di sini. Sepertinya aku salah kamar. Permisi."

Setelahnya Kia membalikkan tubuhnya dan berlalu dari ruangan itu. Wajah Kia memerah karena rasa panas dari kelelahan dan perasaan sungkan yang luar biasa. Kia mengetuk kepalanya berkali-kali merasa sangat bodoh dengan main asal masuk ke kamar itu.

"Untung saja aku tidak berteriak di sana tadi," gumam Kia.

Sementara itu, Kai tersenyum kecil melihat kedatangan Kia. Wanita itu sangat menggemaskan terlebih dengan raut cemas yang terukir di wajahnya. Kia pasti menduga jika dirinyalah yang berada di dalam kamar ini oleh karena itu respon yang dia keluarkan bisa sampai seperti itu. Kai pamit keluar kemudian menemui Kia.

Kai berjalan mencari Kia. Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan. Kakinya melangkah hingga sampai di ruang perawat VVIP. Kia terduduk di sana dengan tertunduk. Tangan wanita itu berkali-kali memukuli keningnya.

"Kepalamu akan pusing nanti," ucap Kai memegang tangan Kia. Kia mendongak menatap Kai yang berdiri di depannya.

"Mengapa kau tidak mengatakan padaku jika itu bukan dirimu? Aku kehilangan mukaku sekarang," cecar Kia yang menimbulkan tawa renyah dari bibir pria itu. Kai berjongkok di hadapan Kia memegangi kedua tangannya.

"Aku sudah mengatakannya di telepon," bantah Kai menatap Kia. Susah payah ia menahan senyum. Ingin sekali rasanya menarik kepala wanita ini ke bawah ketiaknya.

"Tetapi kau tidak melanjutkan kalimatmu." Kia masih tidak terima. Kakinya dihentakkan berkali-kali tanda wanita itu sedang jengkel.

"Kau tidak mendengarku."

Kia membuang pandangan malas menatap pria yang sudah membuatnya khawatir setengah mati. Bahunya melorot hingga ia bersandar pada kursi. Jika ada plastik sampah di sini, ia sangat ingin membuang wajahnya ke benda itu. Kia benar-benar malu sampai untuk berdebat dengan pria itu saja rasanya tidak sanggup.

"Oke, maafkan aku, ya?" ucap Kai menarik dagu Kia agar menatapnya.

Kia mengembuskan napas pelan lalu mengangguk. Ini juga salahnya karena tidak mendengarkan ucapan pria itu dengan baik. Kai mengusap kening Kia yang dibanjiri peluh. Ia juga merapikan rambut yang menempel di wajah wanita itu.

"Kau sekhawatir itu padaku? Lihat keringatmu ini," ucap Kai yang masih terus mengelus wajah Kia.

"Tentu saja! Kau hampir membuat jantungku berhenti," dumel Kia membuat Kai tertawa renyah.

"Maafkan aku. Ayo aku antar kau pulang." Kai menarik tangan Kia agar wanita itu ikut bangkit. Kemudian keduanya berjalan ke arah lift dan memasukinya.

"Tidak apa-apa jika kau tidak ada di sana? Mereka pasti mencarimu," ucap Kia mendongak menatap wajah Kai dari samping.

"Tidak apa-apa. Aku akan kembali lagi nanti," jawab Kai singkat.

"Apa wanita yang kecelakaan itu keluargamu? Kulihat ada nenekmu juga di sana," tanya Kia yang membuat Kai menoleh. Tatapan pria itu seperti ada keraguan untuk menceritakan tentang siapa orang-orang di ruangan tadi.

My Auntumn (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang