Mungkin Kia salah menanyakan hal ini kepada Kai. Namun, ia melakukannya tak lain untuk kebaikan pria itu. Sangat riskan memang karena rasa tidak terima pasti membuat Kai mengelak. Pria itu bahkan sekarang mendiaminya. Sebenarnya Kia juga tidak mengerti apa maksudnya melontarkan pertanyaan itu. Kalimat itu lolos begitu saja dari bibirnya.
Kia memang tidak tahu apa-apa tentang cinta. Menjalin hubungan saja, tak pernah terpikirkan oleh wanita itu. Namun, saat mengingat Kai, perasaan yang mulai timbul di hatinya tumbuh dengan cepat. Sangat sulit melihat pria itu yang selalu saja membahas tentang masa lalunya. Seolah hidup Kai hanya terpaku pada 'dia'. Kia hanya ingin melepaskan Kai dari jerat rasa bersalah yang melilit hatinya.
Ingin rasanya bertanya perihal masa lalu Kai. Namun, semua pertanyaan yang Kia pikirkan, tertahan di tenggorokan. Ia hanya dapat menanggapi setiap kalimat Kai yang selalu terfokus pada wanita itu. Tak ada yang dapat Kia lakukan.
Kesehatan Kai yang mulai membaik, menimbulkan kecemasan pada Kia. Dokter bisa kapan saja mengizinkan pria itu keluar dari rumah sakit. Otomatis Kia tak akan mungkin bisa melihatnya lagi.
"Kau masih kesal padaku?" tanya Kia. Kedua tangannya masuk ke saku baju sambil menantikan tanggapan Kai.
Beberapa menit setelah perawat itu masuk ke dalam kamar, Kai masih enggan membuka suara apa lagi menatapnya. Sudah dua hari Kai mengabaikan Kia. Ia malas melihat Kia yang sudah seenaknya menuduh tentang perasaan yang dimilikinya. Seolah wanita itu tahu semuanya tentang Kai. Kia hanyalah orang baru yang tanpa sengaja Kai temui.
Meskipun wanita itu yang selalu membantunya, tetapi Kia tidak berhak mengatur apa-apa untuk dirinya.
"Apa aku boleh keluar dari rumah sakit?" Bukannya menjawab, Kai justru bertanya.
"Aku akan bertanya kepada dokter." Kia mendesah mendengar nada ucapan pria itu yang terdengar sinis. Setelah mengganti tabung infus, Kia berlalu.
"Ah, ya ... Izinkan aku bertanya kepadamu." Sebelum benar-benar keluar, Kia berbalik.
"Jika kau berhasil bertemu dengan wanitamu itu, dan dia tetap ingin pergi darimu, apa yang akan kau lakukan setelah itu?
Kuharap kau tidak terus terpuruk dalam perasaan bersalahmu. Apa lagi kembali mencoba bunuh diri. Biarkan dia bahagia. Jika dia adalah takdirmu, dia akan kembali padamu."
Kia berlalu meninggalkan Kai yang akhirnya menoleh menatap punggung Kia yang perlahan menghilang. Ucapan Kia menggetarkan jiwa Kai. Jika memang semua ucapan Kia benar, haruskah ia merelakan Seza?
***
Cassandra membantu memasukkan beberapa barang milik cucunya ini. Setelah delapan hari Kai berada di rumah sakit, akhirnya malam ini Kai diizinkan pulang. Cassandra menatap Kai yang termenung di ranjangnya, ia berjalan mendekat mengelus lembut tangan pria itu."Apa kau yakin dokter mengizinkanmu pulang hari ini? Kau masih terlihat pucat, Kai." Cassandra menempel telapak tangannya pada dahi pria itu. Menyamakannya dengan suhu tubuh miliknya.
"Tapi kau tidak demam. Apa perutmu sakit?" Cassandra masih terus mengecek apa ada yang salah dari cucunya ini.
"Aku baik-baik saja, Granny." Hanya itu ucapan yang keluar dari bibir Kai. Ia turun dari ranjang lalu menggenggam jemari Cassandra.
"Ayo kita pulang."
Cassandra hanya mengangguk. Keduanya keluar dari kamar sambil berjalan beriringan. David berada di belakang Cassandra dan Kai, membawa barang. Tak ada pembicaraan di sepanjang perjalanan. Kai menyusuri pandangan mencari sosok Kia. Entah kenapa ia ingin bertemu dengan wanita itu sebelum keluar dari rumah sakit.
Setiap melihat pintu ruang rawat yang terbuka, ia berharap Kia ada di dalamnya. Namun, sampai pada pintu terakhir di lorong itu Kia tak juga terlihat. Saat sampai di lantai bawah pun, pandangan Kai tak lepas mencari keberadaan Kia. Hal itu membuat Cassandra mulai jengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Auntumn (End)✓
Lãng mạnKia adalah musim semi yang datang secara mendadak kepada sosok pria bernama Kai. Memberikan sentuhan keajaiban, menciptakan kehidupan baru saat pria itu sudah menyerah menghadapinya. Kia berhasil memberi berbagai warna yang awalnya abu-abu. Membuat...