Bab 15

11 2 2
                                    

Sepeninggal Kai, Kia kembali ke kamar. Degup jantungnya benar-benar menggila. Ia mengipasi wajahnya karena suhu panas yang terus merambat. Kaki jenjang Kia melangkah menuju lemari kecil yang berisi obat-obatan serta perlengkapan kesehatan lainnya. Meraih satu tablet obat penurun panas lalu menelannya tanpa minum. Seluruh tubuh terasa terbakar karena efek obat yang belum bekerja. Kia merendahkan suhu pendingin udara agar hawa panas itu mereda.

"Sepertinya aku butuh es batu untuk mengompres. Atau aku berendam saja?" gumam Kia. Ia mengutuk ucapan sendiri. Terang saja suhu panas tubuh yang merayap itu bukan karena demam, tetapi akibat ulah pria berbulu mata lentik yang baru saja keluar dari rumahnya.

Kia mengacak kasar rambut panjangnya. Ia menggigiti bibir bawahnya teringat Kai yang begitu tampan hari ini. Senyum yang terpatri di wajah pria itu membuatnya tak berdaya. Suara notifikasi menyadarkan Kia dari lamunan. Ia berjalan menuju kasur, meraih benda pipih yang menyala. Satu pesan datang dari Kai. Sebelum pergi pria itu memang meminta nomor kontak agar dapat berkomunikasi. Tak menyangka Kai benar-benar menghubungi, membuat Kia susah payah menahan lengkungan di bibir.

[Kau yakin baik-baik saja sendirian? Aku mencemaskanmu.]

Tulisan pada pesan itu. Kia semakin menguatkan gigitan pada bibirnya. Menahan jeritan yang mungkin bisa keluar. Ibu jarinya bergerak mengetik balasan.

[Ya, aku baik-baik saja.]

Kia menarik selimut menutupi seluruh tubuh. Posisinya menungging dengan kaki yang bergerak tidak jelas karena euforia kegirangan. Kepala wanita itu berkali-kali keluar masuk selimut bak kura-kura yang tengah diganggu. Senyuman lebar tak lagi dapat ditahan. Suara pekik kebahagiaan memenuhi ruangan bercat putih cream ini. Mendapati pria itu khawatir membuat perasaan Kia berbunga-bunga. Ia merasa ribuan kupu-kupu menggelitik perutnya. Semburat merah pada pipi semakin menampakkan warna terangnya. Beruntung pria itu sudah tidak ada.

[Baiklah. Selamat tidur, Kia. Semoga kau bermimpi indah.]

Lagi, pekikan nyaring menggelegar ke seluruh kamar. Rasanya Kia sudah tak sanggup menahan kegembiraan yang membuat seluruh tubuhnya melemas. Degup jantung yang sudah seperti suara genderang perang semakin menyebabkan dirinya tak bertenaga.

Jantungku benar-benar akan meledak jika terus memikirkannya.

***
Kai menaiki lift menuju lantai lima sebuah gedung apartemen. Entah apa yang membuat kakinya melangkah ke tempat ini. Denting pertanda pintu terbuka seakan menyadarkan Kai dari tindakannya. Pria itu tidak keluar dari lift, justru ia hanya menatap lorong-lorong yang berisikan beberapa kamar. Kai menggeleng, tidak seharusnya ia berada di sini. Kai menekan tombol hendak pergi, tetapi sebelum pintu benar-benar tertutup Kai menahannya lalu keluar dari ruang persegi itu.

Kakinya melangkah menuju kamar yang sangat familiar. Kai berdiri di depan pintu berbahan kayu yang memiliki gagang pintu dengan tombol kunci yang menempel. Ragu-ragu Kai mengusap gagang pintu hingga benda itu menyala. Beberapa digit nomor Kai tekan dan tanpa diduga membuat ruangan itu terbuka.

"Seza tidak mengganti password kamar ini," gumam Kai.

Kakinya melangkah masuk dengan perasaan gelisah yang luar biasa. Setelah kejadian itu, baru kali ini Kai kembali lagi ke rumah yang ia tinggali bersama Seza dulu. Kai mengedarkan pandangan mengamati keseluruhan ruang yang masih sama seperti sebelumnya. Hanya saja semua barang seperti bingkai foto, beberapa bunga yang ditanam Seza dan pernak-pernik wanita itu lainnya, sudah tidak ada lagi.

Kai menuju kamar yang menjadi spot paling nyaman untuknya dulu. Di mana ia selalu bermanja dengan memeluk Seza yang selalu sibuk dengan berbagai alat make up yang harus dia lakukan setiap selesai mandi. Aroma parfum milik wanita itu seakan menguar hingga ke indra penciuman Kai. Kenangan yang menimbulkan rindu tak tertahan.
Tak dapat dipungkiri, Kai selalu merindukan sosok Seza meskipun ia sedang berusaha melupakannya.

My Auntumn (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang