Kai mengembuskan napas pelan, ia tidak bisa berkutik karena Olivia terus memegangi tangannya. Begitu gadis itu bangun, tak sedikitpun Olivia membiarkan Kai bergerak jauh dari pandangannya. Dengan tubuh lemasnya, Olivia sekuat yang ia bisa terus berusaha mengenggam jemari besar Kai. Bahkan sampai matahari bersinar pun ia belum kembali beristirahat. Ia seakan lupa jika baru saja melewati masa kritis.
Kai berkali-kali meminta Olivia untuk beristirahat. Namun, gadis itu sangat keras kepala. Katanya dia takut jika Kai akan pergi meninggalkannya saat dia tidur. Kai hanya bisa diam tak berucap apa-apa lagi setelah itu. Pikirannya justru melayang kepada Kia yang ia tinggalkan setelah berucap janji yang tak tahu apakah akan bisa ia tepati.
Raut wajah sayu wanita itu, menyebabkan denyutan nyeri di hati Kai. Ia tahu jika ia sudah menyakiti wanita itu. Lagi.
Kai membenci dirinya yang terus menerus menyakiti orang yang spesial di hatinya. Ia bahkan tak bisa berbuat apa-apa saat ini. Kai berharap agar Kia dapat memahami situasinya. Deringan ponsel membuat Kai melepas tangannya dari genggaman Olivia. Gadis itu sempat menarik kembali tetapi Kai mengisyaratkan lewat matanya untuk tidak melakukan itu.
"Ya, Granny," sapa Kai membuka obrolan.
"Olivia sudah sadar?" tanya Cassandra.
"Iya," jawab Kai singkat.
"Granny akan ke sana sekarang."
"Baiklah, aku akan menjemput Granny."
Panggilan pun berakhir. Kai bangkit dari posisinya yang sontak membuat mata Olivia melebar.
"Kau akan pergi? Jangan tinggalkan aku," ucap Olivia dengan suara parau. Terdengar seperti rengekan manja yang justru membuat Kai bergidik.
"Granny ingin melihatmu. Aku harus menjemput Granny," ucap Kai. Ia harus ekstra sabar menghadapi Olivia.
"Minta tolong David saja untuk mengantar Granny ke sini," ucap Olivia. Kai hanya menggeleng dengan senyuman miring.
"Jangan kekanak-kanakan, Olivia." Kai mengusap kasar wajahnya.
"Orang tuaku sedang tidak ada, Kai. Kau tega meninggalkan aku sendiri?" ucap Olivia. Rasanya sudah tak sanggup lagi Kai menghadapi gadis ini.
"Aku akan meminta Kia menemanimu."
"Kia? Siapa dia?"
"Dia kekasihku."
***
Suasana canggung memenuhi ruangan yang berdominasi warna putih itu. Mata Kia bergerak tak tentu arah enggan menatap sepasang iris hitam yang menyorotnya dengan nyalang. Jemari Kia pun sibuk memilin ujung baju dinasnya guna mengontrol gugup yang hampir meledak di hatinya. Tak ada suara yang memecah keheningan di antara dua orang perempuan ini.Atmosfer ruangan pun terasa panas hingga mampu membakar habis tubuh Kia yang membeku di posisinya. Ia mengutuk Kai yang memintanya untuk menemani gadis yang sudah memporak-porandakan hatinya semalam. Kini, ia harus berusaha setenang mungkin mengendalikan emosinya.
"Kau sungguh kekasih Kai?" Pertanyaan yang akhirnya memecah suasana hening. Namun, justru semakin membuat ruangan ini tidak nyaman.
"Ah ...." Kia tak dapat berucap apa-apa. Ia sangat tahu jika harus menjaga kondisi pasien agar dalam keadaan baik-baik saja. Ia yakin jika membenarkan pernyataan itu, akan membuatnya semakin sulit.
"Aku akan langsung saja padamu. Putuskan hubunganmu dengan Kai karena aku dan dia akan dijodohkan. Dan secepatnya kami akan menikah."
Ucapan pelan gadis itu seketika menusuk hati Kia. Kia akhirnya berani menatap kedua mata yang masih menunjukkan ketidaksukaan kepada dirinya. Di posisinya yang terbaring saja, dia mampu membuat koyakan besar yang mampu melemahkannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Auntumn (End)✓
RomanceKia adalah musim semi yang datang secara mendadak kepada sosok pria bernama Kai. Memberikan sentuhan keajaiban, menciptakan kehidupan baru saat pria itu sudah menyerah menghadapinya. Kia berhasil memberi berbagai warna yang awalnya abu-abu. Membuat...