Bab 7

21 4 2
                                    

Cassandra menggigiti kuku jari dengan perasaan gundah menyelimuti hati wanita paruh baya itu. Baru saja ia mendapat kabar jika cucu kesayangannya berusaha bunuh diri. Perjalanan menuju rumah sakit terasa begitu lambat. Ia sangat gusar hingga berkali-kali meremas kedua telapak tangan yang tertangkup sambil merapal doa agar tidak terjadi hal buruk pada Kai.

Ia juga mendapat informasi dari orang kepercayaannya jika Seza datang mengunjungi Kai. Mungkin terjadi suatu hal yang menyebabkan Kai sampai nekat berbuat seperti ini. Wanita tua itu begitu menyesali perbuatannya kepada Kai dan Seza yang sama-sama tidak mempunyai salah kepadanya.

Keegoisan tinggi yang ia miliki, menghancurkan kedua anak yang saling mencintai. Sungguh ia merasa sangat bersalah, terlebih pada Kai yang sampai seperti ini karena ditinggal orang terkasih. Bisnis properti yang Cassandra rintis puluhan tahun lalu berkembang sangat pesat, hingga membuatnya serakah. Ia dapat melakukan hal buruk apa pun demi mendapatkan apa yang diinginkan. Mengabaikan bagaimana perasaan orang lain yang telah hancur karena perbuatannya.

Namun, kali ini ia benar-benar dipenuhi dosa. Hatinya terasa terbakar mengingat apa yang sudah ia lakukan. Berkali-kali Cassandra mengirup napas panjang, berusaha meraup oksigen sebanyak mungkin yang kini membuat rongga dadanya sesak.

Ia memang wanita tua arogan yang lebih memilih usaha yang akan ia wariskan pada anak dan cucunya daripada hati orang yang telah tersakiti karena perbuatan keji yang ia lakukan. Kini, bagaimana ia harus memaafkan dirinya sendiri?
Apakah masih layak ia mendapatkan itu?

Beberapa menit berlalu, akhirnya Cassandra tiba di rumah sakit. Kaki pendeknya tergopoh-gopoh menyusuri lantai demi lantai dengan perasaan cemas yang memuncak. Pikiran buruk memenuhi isi kepalanya. Ia tak sanggup jika harus merasakan kehilangan lagi.

Cukup Cassandra kehilangan anak dan menantunya. Jika harus kehilangan Kai juga, ia tak yakin bagaimana ia bisa hidup.
Ingatan tentang kecelakaan yang dialami oleh Sean dan Rea--ayah dan ibu Kai--berkelebat di kepalanya. Ia masih ingat banyaknya darah yang mengalir dari tubuh keduanya. Tiba-tiba nyeri menyerang dada hingga membuat Cassandra tak bisa melangkah. Tubuhnya terhuyung dengan tangan yang memegangi dada sambil berusaha meraih gagang besi yang tertempel pada dinding.

"Nyonya, Anda baik-baik saja?" tanya David--orang kepercayaan keluarga Xavier--sambil meraih lengan Cassandra.

Cassandra hanya mengangguk pelan. Ia masih berusaha melangkah pelan menuju ruang rawat Kai. Namun, baru beberapa langkah, kakinya melemas hingga tubuhnya melorot ke lantai.

"Nyonya! Tolong, dokter, perawat!" David menyeru memanggil bantuan. David menyandarkan tubuh Cassandra pada tubuh kekarnya. Mata wanita itu terpejam dengan tubuh yang tiba-tiba mendingin.

****
Kelopak mata kecil Cassandra terbuka, kemudian wanita itu tersentak hingga posisi terduduk saat melihat dirinya tengah berbaring pada ranjang rumah sakit dengan tangan yang terinfus. Ia mengelilingi pandangan saat tak menemukan siapa pun di sekitarnya. Wanita itu menarik paksa jarum infus yang menancap di tangannya lalu turun dari ranjang untuk menemui cucu yang ia cintai itu.

David yang berada di luar ruangan terkejut melihat Cassandra keluar dari kamar dengan terburu-buru. Wanita itu bahkan mengabaikan panggilan. David hanya bisa mengikutinya dalam diam sambil terus menjaga Cassandra dari belakang. Ia sangat tahu jika berusaha menahan pun tidak ada gunanya.

Cassandra menggeser pintu ruang rawat Kai lalu melangkah cepat mendekati Kai yang sedang menutup mata. Kemudian Cassandra duduk di samping ranjang Kai, tangan keriputnya meraih pergelangan tangan Kai yang diperban. Cairan asin membanjiri wajah tua Cassandra. Dengan gemetar ia mengelus lembut perban yang menutup luka cucunya lalu mengecup lama jemari Kai.

"Maafkan Granny, Kai." ucap Cassandra di sela-sela isak tangisnya.

"Bukalah matamu. Granny ingin menatap mata hijaumu yang indah itu." Cassandra terus saja berucap meski tak ada sahutan dari Kai.

Cassandra menarik tangan Kai ke pipinya. Menangkup jemari besar itu di kedua tangan kecilnya. Tangisan Cassandra semakin lirih hingga rasa sesak menyerang dadanya lagi.

"Katakan pada Granny apa yang harus Granny lakukan? Jangan seperti ini, Kai. Lebih baik kau membenci Granny daripada harus menyakiti dirimu sendiri."

Cassandra mengusap pipinya yang basah. Tangannya terulur mengelus wajah tampan Kai. Ia tak mengira telah menghancurkan Kai seperti ini.
Kedua mata Kai perlahan terbuka. Sontak itu membuat Cassandra bangkit dari posisinya lalu mendekati Kai yang terlihat masih menyesuaikan pandangan.

"Kai, syukurlah. Apa yang kau rasakan sekarang? Granny akan panggilkan dokter."  Tidak ada jawaban apa pun dari Kai. Pria itu diam dengan tatapan kosong.

Cassandra berbalik kemudian ia berlari ke arah pintu dan meminta David memanggilkan dokter yang langsung cepat dituruti oleh pria itu. Sementara itu Cassandra kembali mendekati Kai mengelus lembut rambut coklat Kai.

***
"Sepertinya pasien mengalami depresi. Dia tidak merespon apa pun yang aku ucapkan. Tatapannya pun kosong. Kami akan memeriksa lebih detail lagi dan secepat mungkin mengabari Anda," ucap Dokter Ben. Pria muda yang berhasil menyelamatkan Kai dari usaha bunuh dirinya.

Cassandra mendesah pelan. Hatinya seperti tercubit. Bahkan ia membuat Kai depresi sekarang. Ia merasa benar-benar biadab.

"Tolong jangan biarkan pasien sendirian. Karena bisa saja dia melakukan usaha bunuh diri lagi." Cassandra tidak menjawab. Ia hanya memukul pelan dadanya yang ngilu dengan deraian air mata membasahi wajah. Dokter Ben keluar dari ruangan itu menimbulkan keheningan yang dalam.

Cassandra merasa gagal menjaga Kai. Seharusnya ia membuat pria itu bahagia. Bukan justru menyiksa Kai seperti ini. Bagaimana ia akan menghadapi Sean dan Rea nanti saat ajal menjemputnya?
Pasti mereka akan sangat membenci Cassandra karena telah membuat anak tercinta mereka menderita.

***
Sementara di tempat lain, perasaan gundah lainnya datang dari Kia. Sejak kejadian tadi ia belum sempat melihat bagaimana keadaan Kai. IGD begitu sibuk karena kedatangan para pasien korban kecelakaan.

Hatinya begitu kalut mengingat kejadian yang menimpa pria itu. Gemuruh jantung tak beraturan menyebabkan rasa nyeri pada hatinya. Berkali-kali ia menatap jam yang tertempel pada dinding yang entah mengapa berputar lambat. Ia ingin cepat berganti shift agar bisa menemui Kai di ruang rawatnya.

Untung saja meski rasa cemas menggelayuti, Kia dapat mengerjakan pekerjaannya dengan baik. Kia memang dipercayai untuk bertanggungjawab penuh atas Kai, karena ialah yang sejak awal membawa pria itu ke rumah sakit. Namun, karena IGD sedang kacau otomatis ia lebih mementingkan pasien yang kondisinya lebih buruk.

Suara denting jam bagai harmoni penyiksaan untuk Kia. Wanita itu berkali-kali meremas jemarinya guna mengusir rasa gundah gulana.

"Fara, bisakah kau gantikan aku sebentar?" Kia tak bisa menahannya lagi. Ia harus melihat Kai sekarang.

"Ah, baiklah. IGD juga sudah tidak terlalu ramai sekarang. Kau akan melihat pasien itu?" Perawat lain tahu jika Kia sedang mengawasi Kai. Oleh karena itu ia segera mengiyakannya permintaan Kia karena mungkin wanita itu mencemaskan pasiennya. Perihal kejadian Kai diketahui hampir oleh semua orang yang berada di rumah sakit. Bahkan ada beberapa pasien juga membicarakan pria itu.

Kia mengangguk sebagai jawaban. Segera ia berlalu menuju ruang rawat Kai. Kaki jenjangnya berlari cepat untuk bisa sampai di ruangan itu. Sampai langkahnya harus terhenti saat melihat ada seorang pria bersetelan hitam berada di depan kamar itu. Ia seketika ragu untuk mendekat.

Kia memutuskan untuk menunggu. Pasti di dalam sana ada seseorang yang menjenguk Kai. Ia tak ingin mengganggu. Kia duduk di kursi tunggu sambil berpura-pura memainkan ponsel. Pandangan mata Kia tak lepas dari pintu putih bernomor 102 itu.

Hampir dua puluh menit berlalu, tak ada tanda-tanda orang yang berada di dalam ruangan Kai akan keluar. Hal itu semakin membuat Kia gusar. Haruskah ia masuk saja?

***
Hai hai ...
Bab 7 update.
Maafkan kalo ini pendek. Karena lagi rariweuh karena bentrok sama kerjaan rumah yang tumpe-tumpe.

Moga kalian masuk suka sama Kai dan Kia yaa.
Ditunggu terus updatenya
Jangan lupa vote dan komennya.

Enjoy the story'
Happy reading

My Auntumn (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang