Kai membuka pintu kamarnya sambil mendorong tiang infus dengan satu tangan memegang perutnya yang berdenyut-denyut. Pria itu berjalan pelan dengan pandangan kosong. Berbagai pikiran berkecamuk di kepalanya. Kai berpikir tidak seharusnya ia berdiam diri seperti ini. Secepatnya ia harus bisa bertemu dengan Seza. Menjelaskan segalanya pada wanita itu dan memohon maaf kepadanya.
Dengan tertatih, Kai terus menelusuri lorong ruang rawatnya. Meski rasa ngilu begitu terasa, pria itu tetap melangkah pasti. Ia harus keluar dari rumah sakit ini.
"Hei, kau mau ke mana?" Panggilan itu tak menghentikan Kai sama sekali. Langkah kaki yang terdengar tergesa-gesa menghampiri Kai lalu dengan cepat meraih lengan Kai hingga pria itu menoleh.
"Apa yang kau lakukan di sini? Ayo kembali ke kamarmu." Suara itu datang dari Kia. Kai menepis tangan Kia dan tetap ingin melanjutkan langkahnya.
"Minggir! Aku harus pergi dari sini," ucap Kai yang lagi-lagi menepis pegangan Kia, hingga perawat itu sempat terhuyung ke depan.
"Aku akan mengantarmu kembali ke kamar." Kia menarik lengan Kai cukup kuat. Sebelah tangannya meraih pinggang pria itu karena Kai sama sekali tidak bergerak dari posisinya. Susah payah Kia berusaha membawa Kai agar kembali ke kamarnya.
Kai terus memberontak bahkan berkali-kali menepis hingga mendorong Kia agar menjauh darinya. Saling tarik-dorong terus terjadi sampai setetes darah dari jarum infus yang menancap di tangan Kai jatuh ke lantai karena pergerakan yang terus menerus.
Kia menghentikan gerakannya, meraih tangan Kai tetapi lagi-lagi Kai menepisnya.
"Minggir! Aku harus pergi dari sini." Kai mengulangi ucapannya yang membuat Kia mengembuskan napas kasar. Kia terdiam di tempatnya dengan satu tangan ia masukan ke dalam kantung bajunya lalu jarinya menekan suatu benda yang berada di sana.
"Tinggalkan aku sendiri!" Kai berucap dengan penuh penekanan. Pandangan matanya menatap nyalang ke arah Kia.
Kia hanya diam. Tepatnya menunggu bantuan yang akan datang. Baru saja ia menekan benda yang memang khusus dipakai saat ada kejadian seperti ini.
Benda yang otomatis memanggil para perawat lainnya. Beberapa detik kemudian datang tiga orang perawat pria berlari dengan cepat. Kia mengangkat tangannya memberi isyarat agar mereka memelankan langkahnya.Kia kembali menatap Kai yang memasang wajah kosong. Kakinya melangkah meninggalkan Kia, mendorong tiang infus yang udah berceceran darah dari tangannya. Kia menggerakkan matanya menginterupsi agar ketiga perawat pria itu melangkah dengan sekali gerakan.
Ketiganya mengangguk lalu dengan pasti melangkah cepat. Kia memegang suntikan di kantung baju satunya dan bersiap menyuntikkan obat. Perawat pria menahan pergerakan Kai dengan salah satu di antaranya melingkarkan salah satu tangannya di bahu dan tangan lainnya pada perut Kai. Kedua perawat lainnya meraih kedua tangan Kai dan menahannya dengan sekuat tenaga.
Hal itu sontak membuat Kai terkejut. Ia memberontak sekuat tenaga. Pria itu benar-benar mengabaikan darah yang mengucur dan rasa sakit yang ia rasakan. Kia mengeluarkan suntikan dari kantungnya lalu dengan gerakan kilat menyuntikkan obat penenang pada lengan Kai.
Kai sempat menatap tajam Kia sebelum akhirnya tubuhnya lemas karena obat yang sudah bekerja.
Kedua matanya tertutup lalu ketiga perawat pria membopong Kai kembali ke kamarnya.***
"Bukankah pria itu yang baru masuk karena kecelakaan kemarin malam?" tanya Zack salah satu perawat yang membantu membawa Kai kembali ke kamarnya."Hm ... Kau benar," jawab Kia singkat. Wanita itu baru saja selesai membalut punggung tangan Kai yang sedikit robek karena kejadian tadi. Ia memindahkan infus baru pada tangan Kai yang sebelah.
"Apa yang terjadi padanya," tanya Zack yang membuat Kia menatap pria itu.
"Aku juga tidak tahu," jawab Kia yang kembali mengalihkan pandangan pada Kai seraya membenarkan selimut.
"Jika dia melakukan hal ini lagi kau pasti akan sangat kesulitan. Kau mau aku membantu untuk mengawasinya?" Ucapan Zack membuat Kia menggeleng pelan. Ia masih bisa menangani Kai. Zack hanya diam sambil mengangguk lalu pria itu pergi meninggalkan ruang rawat Kai.
Kia menatap dalam pria yang kini berbaring menutup mata. Entah apa yang terjadi kepadanya hingga Kai bisa sampai senekat itu hanya untuk pergi dari rumah sakit. Tangannya terulur mengusap kening Kai yang berkerut seolah sedang bermimpi buruk. Kemudian turun ke pipi Kai mengelusnya lembut.
"Ma-mafkan a-ku, Se-za." Kia tertegun mendengar racauan yang keluar dari bibir Kai. Ia melepaskan tangannya dari wajah Kai, mengamati pria itu dalam diam.
"Apa yang sebenarnya terjadi padamu?" ucap Kia tanpa mengalihkan pandangan dari Kai.
Setelah lama ia hanya diam memandangi wajah Kai yang sayu itu, Kia merapikan bawaannya hendak keluar dari kamar. Namun, gerakan cepat dari Kai membuat Kia terkejut bukan main. Kai bangkit hingga posisinya duduk. Ia tertunduk dengan tubuh yang bergetar. Tak lama terdengar isak tangis pilu dari bibir Kai.
Kai menangis tersedu-sedu hingga napasnya tidak teratur. Bahu pria itu naik turun. Ia memukuli dada dengan kuat yang sontak membuat Kia meraih tangan Kai dan menggenggam erat. Kia tak ingin pria itu menyakiti dirinya sendiri. Hal yang sangat Kia sesali karena saat ini Kai justru menarik dan memeluknya.
Pelukan yang sangat erat karena Kia sampai harus berusaha mengambil napas karena pasokan udara yang menipis. Tangisan Kai semakin menjadi setelahnya. Hingga baju bagian depan Kia basah. Kia hanya diam. Ia tak tahu harus melakukan apa.
Kia mengangkat tangannya tetapi ia ragu untuk melakukan hal yang kini ada di pikirannya. Namun, ia tidak bisa diam saja melihat Kai yang seperti ini. Pelan-pelan Kia mengelus punggung Kai, menepuk-nepuk lembut seolah memberikan kekuatan pada pria itu. Satu tangannya melingkar pada kaki Kai yang tertekuk dan ikut membalas pelukan Kai.
****
Hari yang berat bagi Kia, karena kejadian tadi Kia terus memikirkan Kai. Gelenyar aneh menjalar ke seluruh tubuh. Terlebih ketika jantungnya berdegup cepat saat pria itu memeluknya. Isi kepala Kia dipenuhi dengan Kai saat ini, hingga ia merasa pusing terus memikirkan pria itu.Kia memijat keningnya pelan. Ia tak tahu bagaimana nanti bertemu dengan pria itu lagi. Ia harus tetap melakukan pekerjaan. Namun, sangat dapat dipastikan ia akan merasa tidak nyaman setelah ini.
Kaki jenjang seorang wanita mengundang banyak pasang mata untuk menatapnya. Tak terkecuali Kia. Ia menatap wanita itu yang tengah masuk ke dalam rumah rawat Kai. Rasa penasaran dan berbagai argumen muncul memenuhi kepalanya. Tanpa dapat dikendalikan, Kia melangkah mendekati kamar Kai dan berdiri di depan pintu.
"Astaga! Apa yang kulakukan?" Seolah tersadar dari apa yang tengah dikerjakan. Kia membalikkan tubuhnya.
"Seza? Apa ini sungguh kau?" Tanpa sengaja telinganya menangkap ucapan Kai yang membuat tubuh Kia mematung seketika. Kia kembali pada posisinya, memandangi pintu putih yang sangat ingin ia buka.
"Seharusnya kau berbahagia. Bukan justru seperti ini. Tidak cukupkah kau membuatku hancur? Mengapa kau ingin sekali membuatku menderita? Melihatmu seperti ini, kau menyakitiku, Kai. Kau sangat tahu aku begitu mencintaimu. Tolong berbahagialah."
Kia tertegun mendengar percakapan itu. Entah mengapa ia tidak suka mendengar ucapan wanita itu. Ada rasa ngilu yang menjalar ke hatinya. Kia akhirnya berbalik dan pergi. Ia benar-benar harus membuang semua yang ada di pikirannya saat ini.
***
Haii haii ...
Bab 4 udah update.
Semoga makin kesini kalian makin suka yaa.Ditunggu juga vote dan komennya.
Enjoy the story'
Happy reading.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Auntumn (End)✓
RomanceKia adalah musim semi yang datang secara mendadak kepada sosok pria bernama Kai. Memberikan sentuhan keajaiban, menciptakan kehidupan baru saat pria itu sudah menyerah menghadapinya. Kia berhasil memberi berbagai warna yang awalnya abu-abu. Membuat...