5. Tiba di Lokasi

1.3K 157 6
                                    

Tepat pukul empat sore mereka tiba di desa Gantasan setelah melewati kebun- kebun sayuran sepanjang jalan dari jembatan.

Dua buah gapura bata setinggi dua meter menyambut mereka. Gapura bata yang terlihat tua, penuh lumut dan cat putih yang telah pudar. Sebagian bata nya telah terlepas membuat gapura itu tak utuh lagi bentuknya.

"Akhirnya!!" Agung berseru senang karena tiba di lokasi tujuan setelah tiga jam lebih berkendara.

Kedua motor itu berhenti di depan gapura.

Ketiganya tersenyum melihat suasana desa Gantasan yang asri dan indah. Jalanan tanah berbatunya tampak bersih tanpa sampah. Rumah- rumah sederhana namun terawat, dengan pepohonan rindang di sekitarnya.

Nampak beberapa warga yang sedang menuntun sepeda kumbang mereka dengan seikat rumput pakan ternak.

"Sekarang kita ke mana Dy?" tanya Irman dengan mesin motor yang masih menyala.

Dyah membuka aplikasi pesan BBM nya. Tidak ada sinyal layanan internet di tempat ini, namun Dyah masih bisa membaca ulang history chat nya dengan seseorang.

Berhari- hari sebelumnya, Dyah mencari informasi bagaimana cara untuk mendapat perijinan masuk desa. Ia mencari nomor kontak maupun email kantor kecamatan Licin, dan akhirnya mendapatkan pin BBM salah satu staff kecamatan.

Staff inilah yang memberikan bantuan kepada Dyah untuk bisa memperoleh perijinan masuk ke desa Gantasan.

"Sekarang kita harus menemui Pak Rohman. Beliau kepala desa di sini. Pak Rohman sudah tahu soal kedatangan kita hari ini," Dyah membaca ulang pesan BBM nya dengan staff kecamatan.

"Pak Rohman nya yang mana, kita enggak tahu," gumam Agung.

"Kita tanya sama warga saja," Irman beranjak turun dari motor.

Ia bergegas menuju salah satu warga yang sedang bersantai menikmati sore di teras rumah. Beberapa kali Irman terlihat menganggukkan kepalanya ramah, sementara si warga menunjuk ke arah ujung desa.

"Matur nuwun Lek!" ucap Irman sambil melambaikan tangan. Ia kembali menaiki KLX nya.

"Ke mana?" Agung menstarter motor Tiger nya.

"Terus aja. Rumah yang ada tanaman buah naga nya di pekarangan," Irman menunjuk arah depan dengan dagunya.

Lalu ketiga mahasiswa itu melajukan motor mereka. Mereka berjalan lambat menyusuri jalanan tanah berbatu, sambil mengamati rumah- rumah di kanan kiri. Para warga nya terlihat bebersih diri dan rumah setelah seharian menghabiskan waktu di kebun.

Beberapa nampak menghentikan aktifitas mereka, mengamati kedatangan tiga orang pemuda yang asing di desa.

Irman dan Agung melempar senyum seraya meneruskan perjalanan mereka menuju sebuah rumah tak jauh di depan mereka.

Di pekarangannya, tanaman sejenis kaktus nampak tumbuh berjejer rapi. Batangnya membentang panjang seperti ular. Tanaman kaktus itu tumbuh membelit pada pohon kapuk kecil yang sengaja di tanam sebagai penyangga.

"Buah naga," Irman memarkir motornya di depan pekarangan. Agung dan Dyah turun di sebelahnya.

Seorang lelaki berusia 40-50 an berjalan keluar dari dalam rumah karena mendengar suara motor. Ia mendekati ketiga orang itu sambil mencoba mengenali mereka.

"Mahasiswa dari Jember ya?" tanya laki- laki itu. "Mbak Dyah?"

Dyah langsung mengangguk mengiyakan. Ia segera memperkenalkan diri dan teman- temannya. Pak Rohman sang Kepala Desa menyambut kedatangan mereka dengan senyuman.

"Pasti adik- adik ini sudah capek sekali motoran dari Jember. Mari langsung saya antar ke tempat kalian. Tempatnya tidak jauh, " Pak Rohman mengajak mereka menuju tempat untuk mereka tinggal selama di desa.

Ia menjelaskan bahwa Agung dan Irman akan tinggal di ruang serbaguna milik kantor desa. Sementara Dyah akan tinggal di rumah Mbah Marni, yang berada tepat di seberangnya.

Pak Rohman memang sengaja memisah tempat tinggal mereka untuk menghindari salah paham warga- terutama karena hal- hal semacam itu masih tabu.

Agung dan Irman mengangguk setuju sambil menuntun motor mereka di belakang Pak Rohman. Dyah ikut berjalan sambil menikmati suasana desa yang nampak asri di ujung senja.

"Asalamualaikum," Pak Rohman mengetuk pintu rumah Mbah Marni. "Mbah, kulo nuwun."

"Alaikumsalam," sahut suara perempuan lembut dari dalam rumah.

Seorang gadis membuka pintu dan memandangi mereka semua. "Pak Rohman, ada apa ya? Mbah masih istirahat ini."

"Ini Sekar, cucunya Mbah Marni," Pak Rohman memperkenalkan gadis itu kepada para mahasiswa. Pak Rohman lalu menjelaskan maksud kedatangan mereka, bahwa ia mengantar Dyah untuk menumpang tinggal di rumah ini.

"Oh, jadi ini Mbak yang akan tinggal di sini?" Sekar tersenyum senang melihat Dyah. Rupanya ia sudah diberitahu sebelumnya oleh Pak Rohman.

Sekar mengajak Dyah masuk ke rumah, sementara Irman membongkar salah saru carrier di jok motornya. Itu adalah tas yang berisi segala perlengkapan milik Dyah.

Sesudah menyelesaikan urusan Dyah di rumah Mbah Marni, Pak Rohman membawa mereka menyebrangi jalan menuju kantor desa.

Kantor desa itu nampak sangat lengang dan ditanami pohon mangga yang telah lebat. Suasananya tak terlalu terang karena memang hanya ada beberapa lampu yang menyala. Pendopo di tengah kompleks dan bangunan kantornya terlihat gelap karena memang lampunya tak dinyalakan.

"Kalian akan tinggal di sana," Pak Rohman menunjuk sebuah bangunan kecil yang ada di pojok kompleks. Ia menyerahkan sebuah kunci kepada Irman. "Saya sudah meminta untuk ruangan itu dibersihkan. Kalian tinggal pakai."

Irman dan Agung memandang sekeliling. Toh mereka sudah terbiasa tidur di tengah gelapnya hutan saat mendaki, jadi yang seperti ini bukan masalah lagi.

"Baiklah, saya tinggal kalian ya?" Pak Rohman mengangguk kepada mereka. "Sebentar lagi warga akan solat jamaah di mushola."

"..."

"Sebentar-" Irman membuka risleting salah satu kantong carrier nya. Ia mengambil sesuatu dari dalam dan menyerahkannya kepada Pak Rohman.

"Apa ini-"

"Ini dari kami pak. Jumlahnya tidak seberapa, namun semoga bisa sedikit bermanfaat bagi warga desa," Irman menyalami Pak Rohman dengan sebuah amplop di tangan.

"Waduh, jadi merepotkan," Pak Rohman tersenyum seraya memasukkan amplop itu ke dalam saku. Ia memandangi kedua mahasiswa di hadapannya itu beberapa lama.

"..."

"Selamat datang di desa Gantasan."

KUTUKAN KEDOK PANJI [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang