20. Pencarian dalam Hujan

1K 136 0
                                    

Perempuan itu tidak sendiri.

Di sekitarnya, berdiri belasan perempuan yang terlihat ikut melenggok bersamanya. Tangan- tangan kurus dan busuk terentang mengikuti gerakan si penari. Rambut panjang menjuntai dari sela- sela kain wajah mereka.

Ya, itu adalah belasan sosok mayat perempuan yang terbungkus kain kafan usang, sedang mengelilingi si pemakai topeng sebagai pusatnya.

Dan mereka semua berhenti menari- menatap lekat ke arah Irman.

"JANCUK!!"

------

Pak Rohman menyodorkan kantong plastiknya. Lalu beberapa saat kemudian, ia bertanya. "Kok sepi? Temen- temen mu mana?"

Agung tergagap. "Ah, anu. Mereka-"

Belum sempat ia menjawab, suara deru motor kembali terdengar dari luar.

Agung mengintip dari jendela.

Ia melihat Irman yang mengenakan mantel sedang mengendarai KLX nya dengan kecepatan tinggi. Motor itu berbelok, membuat cipratan besar di genangan air. Lalu Irman memarkir motornya dan bergegas menuju ruang serbaguna.

"Itu Irman," Agung menunjuk ke arah belakang Pak Rohman. Kebetulan sekali ada mereka berdua, Agung harus menceritakan soal Dyah.

"GUNG!!" Irman berseru kencang sambil melepas mantel jaketnya yang basah. Tetesan air hujan berjatuhan dari keningnya yang kuyup. "Jancuk! Aku- aku.."

"Kenapa kamu?" Pak Rohman menatap Irman curiga. Wajahnya terlihat pucat dan kurang fokus. Ia juga terlihat gemetaran, namun Pak Rohman tahu itu bukan karena kedinginan. Ia pun segera meminta Agung membawakan wedang kopi kepada Irman.

"Duduk dulu," Pak Rohman mengangguk. Mereka bertiga duduk di lantai, dan sedikit bingung melihat Irman yang nampak syok.

Setelah meniup kepulan uap kopi, Irman menyisipnya sedikit. Memberinya rasa hangat yang luar biasa. Irman menenangkan dirinya beberapa saat.

"Ada apa?"

"Di dekat jembatan Pak, di pohon beringin," Irman menelan ludahnya. Ia masih merinding kalau mengingat itu.

"Ya? Kenapa?"

Lalu Irman pun menceritakan apa yang barusan ia alami. Tentang bagaimana terdengar suara gamelan, tentang aroma kembang. Juga tentang sosok penari berkedok bersama puluhan sosok pocong perempuan.

Agung dan Pak Rohman menahan nafasnya, ikut merinding saat mendengar penuturan Irman.

"Astagfirullah," ujar Pak Rohman walapun ia sendiri agak kurang percaya.

Sebab selama puluhan tahun tinggal di Gantasan, ia tak pernah sekalipun mengalami kejadian mistis seperti itu.

"Kamu yakin gak salah lihat?" Agung mencoba mengkonfirmasi.

"Nggak, aku yakin," Irman menggelengkan kepalanya. Ia kembali menyisip gelas kopi di tangannya. "Sebenarnya, Dyah pun juga cerita. Saat pertama tiba di sini, ia melihat seorang perempuan berpakaian tari di bawah pohon beringin itu."

"Berpakaian tari?" Pak Rohman nampak berpikir. "Apa ini kira- kira ada hubungannya dengan tarian yang kalian cari itu?"

Mendengar nama Dyah di sebut, Agung kembali teringat dengan keberadaannya yang entah di mana.

"Kita bisa pikirkan itu nanti saja? Ada hal serius lainnya," Agung menatap kedua orang di depannya. Ia pun menceritakan perihal Dyah yang seperti menghilang sejak siang tadi.

"Bukannya dia ke tempatnya Sekar?" Irman meletakkan gelas kopinya. "Gak coba telepon?"

"Aku sudah tanya sama Sekar. Dia nggak ketemu Dyah sama sekali," Agung menggeleng. "Ini hape sama dompet nya ada di sini.

"Sejak siang gak ada kabarnya?" Pak Rohman nampak khawatir. Sebab jika terjadi sesuatu pada Dyah, maka bisa jadi akan berdampak kepada nama desanya. Terlebih dialah yang memberi izin mereka melakukan penelitian.

"Aduh, ini sebenarnya ada apa sih sama kalian?" Pak Rohman menghela nafas panjang.

Irman sedikit termenung. Jujur saja ia masih agak merinding untuk menyusuri desa di malam hujan begini setelah kejadian di jembatan tadi.

Namun ini Dyah yang sedang hilang, dan mungkin dalam situasi darurat. Ia sangat tak ingin terjadi apapun kepada gadis itu. Terlebih setelah kemarin malam ia marah kepadanya.

Irman kembali berdiri dan membongkar carrier nya. Ia mengambil sebuah senter kecil.

"Mau ngapain kamu?" Agung mendekat.

"Ya nyari Dyah lah," Irman menyambar jaket mantel nya di dekat pintu. Ia menatap lekat deras hujan di luar . "Kita gak tau apa yang sedang terjadi sama dia. Tapi semakin lama dibiarin, resiko nya makin besar."

Pak Rohman mengangguk setuju. "Kita harus cari Dyah. Sebab aku yang bertanggung jawab selama kalian ada di sini."

"Baiklah," Agung mengambil jaket mantel miliknya di dalam carrier. "Aku juga ikut."

Irman berbalik dan bertanya. "Kita akan mencari dengan berpencar atau bertiga?"

"Siapa bilang cuma bertiga?" sahut Pak Rohman dengan ponsel menempel di telinga. Ia lalu berbicara dengan seseorang di seberang telepon selama beberapa saat. "Aku meminta sebagian warga untuk membantu kita mencari. Semakin banyak yang ikut, semakin luas area pencarian kita."

Irman dan Agung tersenyum.

"Terima kasih Pak," ujar mereka.

"Nanti saja. Kita tak bisa buang waktu," Pak Rohman memasukkan ponsel dalam kantong bajunya.

Malam itu, belasan warga desa berkumpul di halaman kantor desa dalam hujan. Mereka membawa senter dan mantel masing- masing.

"Kita akan mulai pencarian di sekitar sini!" Pak Rohman memberi komando kepada warga yang berkerumun. "Nanti pencarian akan bergeser sampai ujung desa, dan titik kumpul akhir di rumah saya!!"

"Oke Pak!!" sahut para warga.

Lalu pencarian segera dimulai. Para warga, termasuk Agung dan Irman terlihat menyebar ke segala arah.

"DYAAH!!"  teriak Irman dengan satu tangan membentuk corong di mulut. Ia berjalan menjejakkan kaki, melewati lebatnya kebun yang masih basah oleh guyuran hujan. Ia seakan tak merasakan dingin atau apapun. Ia benar- benar khawatir dengan keadaan Dyah.

"DYAH!!" Agung ikut memanggil nama Dyah, sambil menyorotkan senternya ke sekeliling. Di luar jalan utama desa, hampir semua area nampak gelap gulita. Sebab penerangan hanya ada di lampu jalan dan teras rumah warga.

Hampir empat jam lebih mereka menyusuri sekitar desa, melakukan pencarian dari beberapa titik dan mengulanginya lagi. Para warga benar- benar melakukan pencarian sampai ke sudut- sudut terkecil sekitar desa.

Namun hasilnya nihil.

KUTUKAN KEDOK PANJI [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang