23. Teror di Mulai

1.1K 132 6
                                    

"Mbah?" Sekar berjalan masuk ruang tamu.

"Mbah, sudah sore ini," Sekar berbelok menuju kamar si Mbah lalu menyibak korden pintu. Ia terdiam di tempat karena mendapati kamar Mbah nya nampak lengang.

Tak ada siapapun. Kasur dan sprei nya nampak rapi, bahkan seperti tidak dipakai. Gelas dan termos air di meja kecil sebelah ranjang juga masih tertata.

Sekar sedikit bingung karena kamar Mbah yang biasanya berbau minyak urut pekat kini justru tercium aroma wangi kembang.

"Apa Mbah sedang di kamar mandi ya?" Sekar berbalik dan berjalan menuju dapur. "Mbaah?"

Sekar melongokkan kepalanya ke dapur. Dan ruangan ini juga sama sepinya. Pintu kamar mandi terbuka lebar, dan tak ada siapapun di sana.

"Mbah ke mana sih?" gumam Sekar. Di rumah sekecil ini bagaimana mungkin Mbah bisa tidak ketemu? Berarti cuma ada kemungkinan kalau Mbah keluar rumah tanpa sepengetahuannya.

Tapi ke mana? Dan untuk apa?

Mbah tidak pernah keluar rumah kalau tanpa bantuannya, sebab untuk memakai sandalnya sendiri saja ia kesulitan.

"Aku siapin lampu dulu deh," gumam Sekar. Ia mengambil tabung kaca dan dasaran lampu yang ada di pojokan dapur. Lalu ia membawa set lampu ublik itu ke ruang tamu dan meletakkannya di meja.

Sekar berlutut di lantai, mengisi dasaran lampu dengan minyak tanah hingga hampir penuh.

"...aar..."

Sekar menautkan alisnya. Ia berhenti menuang minyak, sambil mempertajam pendengaran.

"Sekar.."

Sebuah suara lirih terdengar memanggil namanya. Suara perempuan yang terdengar lembut.

Dan itu jelas- jelas bukan suara Mbah.

"Siapa?" Sekar menahan nafas sambil menoleh ke kanan dan kiri.

Namun seluruh rumah terasa begitu kosong. Suara jarum jam terdengar memenuhi ruangan, menemaninya selama beberapa detik.

Seketika itu sekujur tubuhnya meremang. Ia beranjak dan hendak kabur menuju tempat Agung dan Irman, saat suara itu terdengar lagi.

"Sekaar."

Gadis itu mematung di tempat, sebab ia sangat mengenali suara ini.

"Mbak Dyah?"

Sekar menjawab panggilan itu. Ia berjalan mengikuti arah suara, yang nampaknya berasal dari ruang dapur.

Astaga. Setelah menghilang tanpa kabar seharian lebih, ternyata Mbak Dyah ada di sini?

"Mbak Dyaah?" Sekar membuka korden pintu dapur lebar- lebar. Dan sama seperti tadi, tak ada siapapun di sana. "Kamu di mana Mbak?"

"Aku di sini."

Suara Dyah terdengar dari luar pintu dapur. Sekar memegangi pintu kayu dan seng itu, lalu mendorongnya terbuka.

Tanaman- tanaman sayur setinggi lutut berjajar menyambutnya. Suasana sore sudah mulai temaram karena cahaya matahari terhalang puncak. Membuat kebun belakang yang masih penuh pohon besar terlihat lebih gelap.

Tak jauh dari sana, terlihat seorang perempuan berambut panjang yang berdiri diam membelakangi.

Sekar menatap sosok itu sedikit curiga.

Sebab sosok itu memakai kemben batik dengan bahu terbuka, hiasan keemasan di lengan dan kepalanya. Sebuah selendang hijau terikat melingkar di pinggang.

KUTUKAN KEDOK PANJI [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang