21. Kegemparan di Pagi hari

1.1K 147 3
                                    

Waktu menunjukkan hampir jam 22.00 saat pencarian di hentikan. Selain karena kondisi warga yang sudah kelelahan, juga faktor cuaca yang kelihatannya tak membaik.

Para warga yang telah selesai dengan tugasnya segera berkumpul di halaman rumah Pak Rohman. Mereka memberikan laporan keadaan di area pencarian masing- masing. Lalu satu- persatu warga meninggalkan tempat itu dan kembali ke rumah.

Agung dan Pak Rohman berada di teras sambil menuang wedang jahe buatan Bu Rohman. Sementara Irman masih berdiri, menyorotkan senter ke segala arah tanpa tujuan.

"Man, sini istirahat dulu," Agung melemparkan sebuah  batu kecil ke arah Irman.

Namun Irman tak peduli. Ada semacam perasaan tak lega, khawatir dan bermacam lainnya yang bercampur aduk. Ia benar- benar tak bisa tenang karena Dyah ditemukan.

"Kita akan lanjut mencari besok begitu matahari terbit," Pak Rohman meneguk wedang jahe yang terasa hangat di badan. "Memaksakan diri lanjut di saat ini sama saja dengan percuma, karena hambatan cuaca. Kita tak bisa maksimal."

Irman menghembuskan nafas melalui mulutnya yang mulai membiru karena dingin. Ia berbalik, bergabung dengan Pak Rohman dan Agung.

Ia juga sudah lelah. Istirahat sebentar saja mungkin tidak ada salahnya.

------

Fajar menyingsing dengan tetes air sisa hujan semalam. Udara terasa sangat segar disekitar teras rumah Pak Rohman. Cercah sinar matahari terlihat indah menembus awan pagi.

Pak Rohman beristirahat di kamarnya setelah mengganti baju. Sementara Agung dan Irman masih setengah terjaga di tempat. Mereka nampak begitu kusut dan lelah, setengah mengantuk namun juga memaksakan dirinya untuk tidak tidur.

"Belum ada perkembangan?" Bu Rohman berjalan keluar rumah sambil membawa mug berisi teh panas. Ia juga menyiapkan dua piring nasi dan telur dadar di meja teras.

"Waduh bu, jadi merepotkan dari kemarin," sahut Agung berbasa- basi. Namun dengan sigap ia ambil posisi di depan piring.

Irman nampak sedikit lesu. Ia hanya meneguk segelas teh untuk menghangatkan perut. Lalu kembali memandangi kosong entah ke mana.

"Kamu makan dulu,"  Pak Rohman berjalan keluar dari dalam rumah. Ia nampak begitu segar, walaupun semalaman tadi ikut membantu pencarian di bawah guyuran hujan. Entah apa yang telah dilakukan Bu Rohman kepadanya. "Walaupun cuma nasi sama telur, tapi makanlah dulu."

"Betul Man! Ayo makan dulu!" seru Agung dengan  mulut penuh. Ia melahap nasi dengan suapan- suapan besar.

Irman hanya mengangguk tanpa mengiyakan. Ia lebih memilih untuk menyulut sebatang rokok.

-BRUUUUM!!!

Sebuah motor bebek trondol melaju kencang di jalanan tanah yang becek. Motor itu dikendarai seorang pemuda remaja dari arah pintu desa. Lalu ia memarkir motornya di pinggir jalan dan berlari tergesa.

"PAK ROHMAN!!" remaja itu berhenti di depan teras sambil terengah, bertumpu pada kedua lututnya. Wajahnya terlihat panik.

"Ada apa Le?" Pak Rohman menatap remaja itu serius. "Kenapa pagi- pagi kamu ngebut begitu?"

"Ituh- Pak.." ujar si remaja di sela nafasnya. Ia menunjuk ke arah luar desa. "Sungainya banjir besar, kiriman dari atas."

"Terus?" tanya Pak Rohman penasaran

----

"Awas jangan terlalu ke tepi!"

"Gawat ini!!"

Berbagai komentar warga terdengar riuh menggema di sekitar. Puluhan warga nampak berkerumun di jalan ujung desa.

KUTUKAN KEDOK PANJI [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang