Bonus 1. Tanda Terima Kasih

1.4K 156 34
                                    

Agung memasukkan gear pada posisi satu. Lalu ia memutar tuas gas, melajukan motornya perlahan melintasi jalanan tanah berbatu.

Udara terasa segar oleh hijaunya perkebunan di sekitar desa.

Beberapa kali Agung menyapa warga yang kebetulan berpapasan dengannya. Beberapa menit saja ia sudah hampir melintasi jembatan.

Lalu ia memicingkan matanya.

Di kejauhan, terihat seorang perempuan berdaster batik yang sedang berjalan ke arah yang sama dengannya. Ia menenteng sebuah tas belanja besar.

"Loh, kata Dyah si Sekar sedang di pasar?" Agung bergumam dalam hati.

"Ya sudah lah, mungkin aku boncengin aja Sekar. Toh satu jalur," Agung mempercepat laju motornya mendekati perempuan di depannya itu.

Lalu saat sudah dekat, ia tersenyum sambil menyapa.

"Sekar."

Gadis itu menoleh, menatap Agung tajam dari atas sampai bawah.

Rupanya gadis yang ia sapa bukanlah Sekar.

"Maaf Mbak, saya salah orang," Agung menundukkan kepalanya salah tingkah.

"Ndak apa," gadis itu tersenyum.

Agung diam- diam mengamati wajah si gadis -yang entah kenapa terasa familiar baginya.

Rambut panjang yang lurus jatuh di bahu, wajah yang terkesan dewasa. Mata lentik yang seolah mengerling, dan bibir yang tersenyum tipis. Usianya mungkin seumuran, atau sedikit di atasnya.

"Mbak nya orang Gantasan?" tanya Agung menyipitkan matanya. Ia masih mencoba mengenali gadis di hadapannya ini.

"Iya dong," jawab si gadis.

"Kok aku nggak pernah melihat Mbak ya?" Agung menyibakkan rambut gondrongnya. Refleks nya sebagai seorang garangan adalah tebar pesona di depan gadis -terutama yang cantiknya natural seperti ini.

"Kamu mungkin gak tahu aku, tapi aku tahu kamu," gadis itu tersenyum ramah. "Kamu mahasiswa dari Jember yang ngadain penelitian di desa kami kan?"

"Ah, iya. Itu saya," ujar Agung dengan lubang hidung membesar, bangga karena dikenali oleh gadis secantik ini. Ia lalu melirik si gadis yang membawa tas belanja. "Kamu mau ke pasar?"

Si gadis itu mengangguk. "Iya."

"Mau aku antar?" tawar Agung.

Si gadis menyipitkan matanya, menatap Agung curiga.

"Cuma anter doang kok. Kan biar nggak kepanasan jalan kaki ke pasar. Lagian, kalo sama saya, kamu di jamin aman deh dari gangguan cowok bajingan," ujar Agung panjang lebar.

Ia lupa dengan kenyataan bahwa penampilannya yang brewokan dan berambut gondrong, membuatnya justru terlihat seperti cowok bajingan yang ia maksud.

"Cuman anter aja ya?" si gadis memastikan.

Setelah yakin bahwa Agung aman, gadis itu pun duduk di boncengan belakang Tigernya.

Keduanya berbincang ringan sambil berkendara. Beberapa menit saja mereka pun tiba di pasar.

Gadis itu beranjak turun sambil mengucapkan terima kasih. Ia membuka tas belanjanya, dan menyodorkan sebuah bungkusan kain kepada Agung.

"Ini buat kamu," ujar si gadis lembut. "Buat terima kasih udah mau nganterin aku."

Agung menatap lekat benda di tangan si gadis, yang terbalut kain batik bermotif gajah oling. Tanpa bertanya, ia menerimanya sambil cengengesan.

"Oh iya," Agung memasukkan bungkusan kain itu ke dalam tas ransel kecil yang ia bawa. "Namamu siapa?"

"Namaku?" gadis itu menunjuk dirinya.

Angin semilir berhembus, menyapu lembut tempat itu. Membuat rambut panjang si gadis berkibar. Ia menyibakkan rambutnya ke belakang telinga sambil tersenyum.

Lalu ia memperkenalkan dirinya.

"Namaku Indah."

KUTUKAN KEDOK PANJI [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang