B. Sekar Dalu

1.1K 145 4
                                    

"HAAAAAK EEEE!!!"

Sebuah teriakan seorang lelaki pengiring menjadi pembuka, sebelum kendangan dan gamelan mulai riuh ditabuh.

Lalu secara bergiliran, satu- persatu penari berkemben dan berjarik mulai memasuki panggung. Para penonton yang memadati lapangan hajatan malam itu berteriak dan bertepuk menyambut.

Lima orang penari bertopeng kayu menari dengan indahnya. Selendang dan untaian bunga yang mereka kenakan seolah hidup oleh gerakan mereka. Lenggok dada dan pinggul yang erotik, memabukkan para penonton yang kebanyakan adalah laki- laki itu.

Setiap kedok mendapat highlight untuk tampil secara bergiliran, lalu kembali menari dalam formasi.

Semakin lama menari suasana semakin memanas.

Bulir keringat yang membasahi kulit para penari seolah menghipnotis para tamu untuk ikut melenggok ke atas panggung. Mereka berdatangan maju sambil ikut menunjukkan kebolehan dalam menari- sehingga disebut pemaju.

Mereka berkerumun, saling berebut untuk menari dengan kedok favorit masing- masing.

Mbak Indah yang menari mengenakan kedok Rumyang, tersenyum dari balik topeng. Ia tidak salah memilih Manggar dan Marni sebagai anggota inti.

Belum pernah ada lelaki yang ikut menari sebanyak ini. Bisa dibayangkan berapa banyak uang yang akan mereka bawa nanti.

Terutama Manggar, yang dengan gerakan egol dan jingket nya mampu membuat lelaki manapun menelan ludah.

Beberapa kali tangan para pemaju terulur mencoba menjamah tubuh Manggar, namun dengan lihainya ia melakukan tangar- atau berkelit.

Ia menggunakan kibasan selendang, membuang muka, atau menahan para lelaki itu dengan gerakan kipas. Mempertahankan diri dan kehormatannya sebagai penari kedok- juga sebagai gadis yang masih perawan.

Namun tuntutan sebagai penari, juga harus mampu membuat para tamu tetap bertahan di tempat.

Tarian Manggar yang seolah mengajak sekaligus menolak, membuat banyak para pemaju semakin penasaran dan semakin tertantang.

Ia mendominasi pementasan tari, membawa para lelaki mabuk melayang dalam trance tarian.

Dalam pertunjukan kali ini, Manggar mampu menarik lelaki untuk menari bersamanya dengan jumlah terbanyak. Ini membuat Manggar menjadi Sekar Dalu atau sang kembang penguasa malam.

Sebuah kehormatan tertinggi bagi para penari kedok.

-----

Matahari telah condong ke Barat. Sanggar Wringin Kramat terlihat agak sepi karena para murid dan penabuh gamelan telah pulang ke rumah masing- masing.

"Kok belum pulang Nggar?" sapa Pak Kardi, penabuh senior. Ia sedang merapikan peralatan musik di ruang serbaguna sanggar.

"Ada barang tertinggal Pak," Manggar mengangguk sopan. Pak Kardi adalah tetangganya, yang mengajak Manggar dan memperkenalkannya dengan Nyi Indah.

Kini sebagai penari profesional, taraf hidupnya jauh lebih baik. Ia mampu memenuhi kebutuhan harian dan melunasi hutang- hutang orang tuanya. Secara tidak langsung, Pak Kardi ikut berjasa merubah hidup Manggar.

Manggar mengangguk sopan lalu bergegas menuju pendopo untuk mengambil pakaian tarinya yang kotor.

Sesampainya di sana, ia melihat Marni sedang berlatih sendirian. Marni nampak serius memperhatikan gerakannya sendiri sehingga ia tak menyadari Manggar yang mendekat dari belakang.

"Gini," Manggar membetulkan posisi tangan Marni. "Kamu kan pakai kedok Kelana. Gerakannya harus kuat, menunjukkan emosi. Jingket sama ukel mu masih terlalu halus."

"Ah, iya," jawab Marni.

"Gerakanmu sudah bagus sih, tapi jangan kepengaruh sama gerakan kedok lain," ucap Manggar sambil terus mengawasi tarian Marni. "Masing- masing punya pakem tari sendiri."

"Gini?" Marni menyentakkan sikunya saat mengibaskan selendang.

Manggar menggeleng. "Terlalu kasar. Sedikit luwes dong."

Marni menggelengkan kepalanya. "Aduh, nggak nangkep. Tadi katanya harus kuat, sekarang  harus luwes."

"Sini, kita coba bareng- bareng," Manggar tersenyum, memberi contoh kepada Marni untuk membantunya.

-----

"Wooooou!!!"

Seru seorang pemaju saat kibasan selendang Marni menyibak wajahnya.

Marni dan Manggar seolah menguasai pentas hajatan. Puluhan laki- laki berebut untuk menari bersama keduanya. Walau sebagian masih tetap memilih untuk menari bersama penari kedok lainnya.

-PLAK!

Manggar menepis tangan pemaju yang hendak menjamah bokongnya. Ia berbalik, memunggungi orang itu dan menahannya agar sedikit menjaga jarak.

Lalu ia melihat Pak Kardi yang sedang menabuh kendang di belakang, memandang ke arahnya tajam.

Manggar tersenyum. Pak Kardi seolah sedang mengawasinya dari jauh, membuatnya merasa aman dari para pemaju yang kelaparan. Seolah bapaknya sendiri sedang memperhatikannya menari.

Sementara Mbak Indah juga nampaknya mengawasi kedua penari barunya- bahkan saat ia sibuk meladeni para pemaju yang ingin menari bersamanya.

Kepiawaian Marni dan Manggar dalam membawakan tari kedok membuat grup tari itu semakin terkenal di Banyuwangi. Aliran tari itu bersaing dengan Gandrung. Jadwal undangan tampil yang padat, seolah tak menyurutkan semangat mereka.

Marni dan Manggar. Dua penari baru yang semakin melambungkan nama Wringin Kramat.

Marni dengan topeng Kelana. Manggar dengan topeng Panji. Penari dengan kedok merah dan putih. Yang satu gerakannya kuat dan tegas, yang satu gerakannya lembut dan mengalir.

Marni dan Manggar seolah bersaing memperbutkan gelar Sekar Dalu dalam setiap pertunjukan.

Namun di luar pementasan, mereka menjadi sangat akrab seperti saudara.

Dan selama itu juga, semuanya terlihat seperti akan baik- baik saja.

KUTUKAN KEDOK PANJI [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang