Prolog

33 4 0
                                    

Menjadi penulis adalah impiannya sedari kecil. Namun, sampai saat ini ia belum menggapainya. Ia terlalu sibuk dengan laporan platikum, magang, KKN, skripsi, dan sekarang harus KOAS jauh dari ibu kota. Kesibukan itu membuat semua karyanya hanya berlebel ‘on going' di samping judul pada sebuah aplikasi menulis.

Mendapatkan waktu senggang di sela KOAS-nya adalah sebuah emas yang begitu berarti baginya. Ia menyempatkan diri mampir ke Pelabuhan Benoa hanya untuk memandang laut lepas. Di Jakarta, ia tak bisa melihat pemandangan yang sangat menyegarkan mata ini. Maka, selama di Bali ia akan mencoba memanjakan diri dengan keindahan alam. Dirinya sangat beruntung mendapatkan tugas KOAS di Bali. Setelah letih di rumah sakit dan laporan, ia bisa merefresh kembali otaknya hanya dengan memandang yang segar-segar.

Khansa duduk di ujung dermaga yang tidak disandarkan kapal. Dari sana ia semakin leluasa melihat keindahan laut lepas. Aroma segar dari deburan ombak berhasil menghilangkan penatnya. Ia tersenyum syukur atas nikmat yang diberikan Tuhan hari ini.

Tubuh Khansa tersentak dan matanya langsung terbuka kala ia sadar bahwa dirinya akan jatuh ke laut. Pasalnya ada anak-anak yang sedang berlari tak sengaja menyenggol dirinya yang sedang memejamkan mata menikmati aroma deburan ombak. Dirinya tergegap-gegap karena tak siap menerima kejadian tersebut. Apalagi dirinya tidak bisa berenang. Rasa panik menerjang dirinya dengan cepat.

“Tolong!!!”

Khansa mencoba menggapai bagian atas air. Napasnya makin sesak karena letih melawan air dan berusaha untuk tidak tenggelam.

“Tolong!!!”

Lagi Khansa berteriak, tapi belum ada yang terjun untuk menyelamatkannya. Ada dua kemungkinan hal tersebut belum terjadi; pertama karena yang melihat tidak mau mengambil risiko melancarkan diri ke laut, atau kedua tidak ada yang melihatnya.

Dari atas kapal yang baru bersandar 15 menit sebelum Khansa duduk di dermaga itu, seorang pria membulatkan matanya saat melihat ada seorang wanita tenggelam di laut dekat dermaga. Ia langsung keluar dari anjungan kapal dan loncat ke laut. Seorang mualim yang saat itu masih berada di dekatnya ikut keluar, tapi tak ikut meloncat. Ia menurunkan tali tangga untuk membantu mereka naik nanti.

Pria yang loncat ke laut itu langsung berenang mendekati Khansa. Ia memeluk pinggang Khansa dengan erat dan membawanya ke dekat kapal. Ia menarik tali tangga yang dilempar mualim dan menaikinya dengan cepat. Sayang, orang yang diselamatkannya sudah tak sadarkan diri.

Tangan pemuda yang berseragam putih itu mengecek lubang hidung Khansa. Ia juga mengecek denyut nadi wanita tersebut. Dengan amat tergesa, ia langsung meletakkan kedua telapak tangannya pada dada Khansa untuk melakukan RPJ. Pada denyutan keenam, Khansa terbatuk dan mengeluarkan sedikit air dari mulut dan hidungnya. Wanita itu bak orang tak pernah menghirup udara segar. Ia tak menyiakan semili oksigen pun masuk ke rongga paru-parunya.

“Jangan mendekati dermaga kalau kamu tidak bisa berenang,” ujar pria tersebut dan pergi begitu saja lantas masuk ke anjungan kapal. Khansa menatapnya dengan kebingungan. Seorang mualim yang tadi hanya menyaksikan kaptennya menyelamatkan orang tenggelam pun mendekat dan membantu Khansa untuk duduk.

“Terima kasih,” ucap Khansa dengan tulus. Namun, ia jengkel pada orang yang menyelamatkannya tadi tiba-tiba kembali mendekat. Ia merasakan sebuah kain menutupi tubuhnya yang dingin sehingga tak lama rasa hangat menjalar ke tubuhnya. “Terima kasih,” ucap Khansa kini pada pria tersebut dengan sedikit rasa terpaksa.

“Lain kali hati-hatilah. Jangan mendekati laut kalau tidak bisa berenang.” Dan setelah mengucapkannya, pria itu pergi begitu saja. Khansa menatap punggung pria itu yang turun dari kapal. Bibirnya sedikit ditarik karena bersyukur ada orang baik yang menyelamatkannya. Namun, sedikit jengkel dengan perkataannya tadi.

Jatuh Terlalu DalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang