Ada apa dengan diri Bima?
Dia sendiri tidak tahu apa jawabannya. Yang jelas, ia begitu tertarik dengan pesona akan sosok Khansa yang awalnya sangat dihindari. Namun, sekarang Khansa bak segalanya. Bahkan, rasa sakit dan ketidakpercayaannya terhadap wanita bak lenyap ditelan bumi.
Lucu bukan?
Begitulah Bima saat ini.
Bima mencari tahu kapan jam dokter jaga pagi selesai bekerja. Begitu yakin dengan temuannya, ia langsung meluncur ke Rumah Sakit Umum Denpasar dan memarkirkan mobilnya di luar gerbang 15 menit sebelum jam pulang. Ia tak ingin melewatkan waktu berharga itu. Pun tak ingin Khansa dijemput duluan oleh ojol yang pasti di pesannya sebagai alat transportasi.
Selama menunggu, Bima memutar musik Dewa 19 yang sudah sangat jarang didengarnya—karena ia takut teringat akan kisahnya bersama Jasmine. Anehnya, hari ini ia tak ingat bahwa pernah menjalin cinta bahagia berakhir hancur padahal dirinya beberapa kali mengungkit masa lalu di hadapan Khansa. Ah, sungguh aneh Kapten Bima hari ini. Namun, dirinya bersyukur karena bisa menjadi sosok Bima yang sedia kala. Pun jika keluarganya tahu keadaan dirinya saat ini, pasti mereka akan ikut senang.
Bima melihat Khansa keluar dari pintu utama UGD. Dengan cepat ia tancap gas untuk masuk ke perkarangan rumah sakit—lebih tepatnya bagian depan UGD. Dan ia menghentikan mobilnya tepat di hadapan Khansa yang kebingungan. Ia mengecek ponselnya untuk memastikan bahwa yang di pesannya adalah motor bukan mobil. Namun, klakson yang dibunyikan Bima semakin membuat Khansa bingung. Lantas ia membatalkan pesanan karena takut dikerjai oleh ojol. Pada dasarnya, ia sangat tidak enak membatalkan sepihak seperti itu.
Kaca mobil terbuka dan terlihatlah Kapten Bima di dalam sana dengan kedipan yang tak tahu artinya apa. Khansa yang melihat itu melenguh kesal dan memutarkan bola matanya. Saat ini ia sungguh lelah setelah menghadapi pasien kecelaan beruntun. Jika kondisinya seperti itu, mood Khansa pasti lagi buruk dan akan mudah tersulut emosi. Maka ia tak berharap Bima hadir di hadapannya untuk saat ini—karena ia tak mau kepergok cemburu pada kisah Jasmine dan Bima.
“Ayo naik!” ajak Bima yang belum diindahkan oleh Khansa.
Gadis itu hanya mendekat ke arah mobil. Sedikit menunduk, ia bertanya, “Kayaknya saya tadi nggak minta dijemput, deh. Ngapain Kapten di sini?”
Bima tersenyum manis. “Sudah cepat masuk,” perintah Bima sambil menaikkan kembali kaca mobilnya.
Mau tidak mau, Khansa masuk ke bagian penumpang depan dengan lenguhan panjang. Ia berdoa dalam hati semoga Bima tak membuat moodnya hancur setelah dikutip kembali rasa semangatnya yang tadi sempat berceceran. Begitu Khansa terlihat nyaman di tempatnya, Bima kembali menjalankan mobilnya meninggalkan perkarangan rumah sakit.
Masih bingung dengan kehadiran Bima, Khansa pun bertanya, “Kapten ngapain jemput saya, sih? ‘Kan tadi saya nggak nyuruh.”
Bima melirik sejenak. Ia mengecilkan suara musik lantas menjawab, “Capek banget ya sampai kesal gitu lihat saya jemput?”
Khansa mengangguk untuk membenarkan. “Makanya Kapten jangan bikin saya tambah kesal. Jawab dulu ngapain jemput saya?”

KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh Terlalu Dalam
RomansaKenakalan anak-anak bermain di dermaga membuat Khansa menemukan buku bersampul kulit sintetis berwarna biru laut. Ia jatuh cinta pada kisah di dalam sana. Membuat ia yakin bahwa Tuhan membawanya ke arah impiannya. Membantu Khansa ternyata menjadi pe...