Bab 17

4 1 0
                                    

Bangun pagi adalah sebuah kebiasaan yang sudah ditanam oleh orangtuanya sedari kecil. Mendidik anak agar bisa menjadi sukses tidak boleh tanggung-tanggung dan manja berlebihan. Khansa yang dari awal dididik keras agar bisa menjadi dokter yang tangguh pun terbiasa hidup disiplin. Bukan perihal disiplin bagun pagi, juga tentang kesehatan. Seorang dokter harus bisa menjaga kesehatan diri sendiri sebelum mengobati orang lain. Karena dokter yang sehat akan membagi energi positif dengan baik pada pasiennya.

Di masa akhir KOAS-nya ia mendapatkan devisi yang sedikit santai. Dikarenakan harus membuat banyak laporan, ia diberi tugas di UGD. Namun, jangan anggap remeh di sana. Dokter UGD adalah orang yang pertama harus menangani pasien datang dengan bermacam sebab. Ada yang datang dengan penyakit kambuh, keracunan, kebakaran, kecelakaan, serangan jantung hingga meninggal, dan masih banyak lagi. Sebelum diserahkan ke dokter spesialis, di UGD lah yang harus menangani pertama. Pun terkadang harus siap melakukan operasi kecil jika dokter bedah berhalangan. Berbeda saat pertengahan KOAS dulu, Khansa disibukan dengan operasi besar di meja bedah. Pun menjadi asisten beberapa dokter spesialis. Semua dilalui dengan keyakinan dan kedisiplinan yang kuat. Mungkin, jika tidak dididik dari kecil, ia tak sanggup menghadapinya.

Usai berbersihan, Khansa masuk dapur. Ia memasak nasi goreng isi bakso dan sosis. Juga menggoreng beberapa potong nugget. Ia memasukkannya ke dua kotak bekal. Setelah semuanya beres, Khansa mengambil sebuah map yang isinya sudah disiapkan sedari semalam dan juga kotak bekal tadi. Ia keluar rumah dengan senyum mengembang tanda siap melewati hari ini.

Hanya dengan berjalan kaki, Khansa berdiri di depan pagar berbahan besi dengan cat hitam legam. Ia melihat ada bel di tembok sisi pagar dan menekannya. Sudah lima kali ia menekannya, tapi yang punya rumah tak kunjung tiba. Khansa mengambil kesimpulan mungkin Bima masih tidur. Maka ia putuskan untuk meletakkan satu kotak bekal dan map tersebut ke balik kotak surat yang lumayan besar. Namun, saat tangannya hendak menenggelamkan dua benda tersebut, ia mendengar pintu pagar dibuka. Maka ia mengurungkan niatnya. Dari balik pagar itu, ia melihat Bima muncul dengan muka bantalnya. Tak salah dugaannya, Bima tadinya masih tidur.

Pria itu menutup wajahnya yang silau. Ia melihat ke arah Khansa dan tersenyum tipis. “Selamat pagi, Kapten,” sapa Khansa dengan senyum yang mengembang.

“Ada apa, Sha? Tumben pagi-pagi sudah nongkrong depan rumah saya?” tanya Bima yang lupa membalas sapaan tersebut. Khansa menampakkan apa yang dibawanya. “Apa menu sarapan hari ini?” tanya Bima yang tersenyum dan membuka pagar untuk Khansa masuk.

“Masih seperti kemarin—nasi goreng. Isinya ditambah sosis. Lauknya nugget doang, sih, Kapan,” jelas Khansa sambil melihat sekeliling.

Saat pertama kali bertemu Bima, Khansa tak sengaja mengintip isi rumah bagian depan milik Bima kala itu. Seingatnya, bagian depan sana halamannya agak luas dan lapang walaupun tampak hijau. Sedangkan di halaman belakang, rumah tampak sempit dengan tanaman hijau yang bergelantungan di kenopi berbahan kayu dan kaca skylight. Bukan hanya di sana, di sisi tembok pun banyak tanaman rambat dan beberapa tanaman hias di pot-pot tanah liat. Khansa tak menyangka rumah Bima akan sepenuh ini, berbeda dari rumahnya yang lapang tanpa tanaman. Apalagi yang huni rumah ini adalah cowok—yang biasanya tak terlalu hirau dengan hal semacam itu.

Sambil mengekor Bima yang masuk melalui pintu kaca yang ternyata tembus ke dapur, Khansa pun berkata, “Pandai juga Kapten ngerawat tanaman.”

Jatuh Terlalu DalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang