Bab 3

6 1 0
                                    

Tiga tahun lamanya di atas kapal dan hanya mendarat sejenak sekitar dua jam untuk mengisi bahan bakar kapal dan perut awak, membuat Bima begitu gembira menyambut libur pertamanya. Setelah tiga tahun ini, ia akan libur selama setahun di Jakarta. Rasanya, ia ingin menghabiskan uang ratusan jutanya dengan berjalan-jalan. Mungkin ia akan telusuri Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Ah, ia sangat tidak sabar menjalani hari liburnya.

Kaki Bima melangkah begitu cepat menelusuri jembatan kapal menuju dermaga yang ramai. Ia sudah mengabarkan adiknya untuk tidak mengatakan pada kedua orangtua mereka bahwa ia sampai di daratan Banten. Saat membantu masinis I mematikan mesin, ia sudah mengabarkannya begitu ponselnya mendapatkan signal. Juga menelepon supir pribadi orangtuanya. Ia ingin memberi kejutan pada keduanya. Ia pun sudah menyiapkan banyak oleh-oleh dari beberapa negara yang menjadi tempat singgah mereka untuk membeli bahan baku.

Sebuah tubuh tak sengaja ditabraknya membuat beberapa barang bawaannya jatuh karena ia hendak menangkap orang tersebut. Ia sadar bahwa ini kesalahannya karena terlalu eksaited tiba di Banten sehingga membuat dirinya mengalami insiden tersebut. Dan dunianya seakan berhenti kala melihat siapa orang yang ditangkapnya. Iris hitam dengan bulu letik, wajah mulus dan hidung yang setengah mancung serta ditambah bibir kecil merah jambu. Sangat pas terukir untuk wajah bulat tersebut. Aroma bunga jasmin pun berhasil menghipnotisnya. Rasa itu begitu asing baginya. Belum lagi ia merasa seperti ada angin laut menerpa indah wajah dan rambut orang yang ditabraknya.

“Hai,” sapa pemilik aroma jasmin itu dengan kikuk. Hal tersebut berhasil menyadarkan Bima dari imajinasi anehnya.

Bima langsung membantu orang tersebut berdiri tegak sambil berkata, “Ma-maaf. Saya tidak sengaja.”

“Tidak masalah.” Hanya itu respons kecil yang diterimanya.

Orang tersebut hendak pergi dari sana. Bima yang merasa kesempatan ini tak terulang dua kali, ia langsung berkata, “Nama saya Bima.”

Kalimat tersebut berhasil menarik perhatiannya. Ia berbalik dan kembali mendengar kalimat, “Nama saya Bima. Kamu?”

Senyum tipis ditarik dengan pipi bersemu merah jambu. “Jasmine.” Dan setelahnya ia berlalu meninggalkan dermaga dengan begitu cepat. Bima hanya bisa memandang kepergian gadis cantik itu dengan senyuman yang sulit dijelaskan.

“Jasmine,” desis Bima yang terlihat terpesona. “Nama yang bagus.”

Setelah tiga tahun lamanya Bima tak menginjak kakinya di tanah Indonesia dan telah selama itu pula ia tak pernah terpesona dengan wanita. Untuk pertamakalinya, ia jatuh cinta. Jatuh sedalam-dalamnya sampai ia yakin bahwa gadis bernama Jasmine itu pasti diciptakan untuknya.

Hari itu, di saat matahari hendak menyapa petang, Bima pulang dengan rasa gembira yang berkali-kali lipat. Selain rasa bahagia hendak bertemu kedua orangtua, juga karena menemukan harta karun di pelabuhan ujung Jawa yang luas ini.

***

“Jadi, Kapten jatuh cinta padanya di pandangan pertama?” tanya Khansa begitu Bima selesai cerita bagaimana ia bisa mengenal Jasmine. “Ah, romantisnya,” desah Khansa yang terpesona akan cerita tersebut.

Jatuh Terlalu DalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang