Menjadi anak dari arsitektur terkenal dan pegawai negeri membuat Bima bisa menggapai apapun yang diinginkannya karena kedua orangtua bekerja. Apalagi dirinya hanya berdua dengan sang adik. Sehingga kasih sayang dan uang saku tidak terbagi dengan sedikit. Maka, tidak heran jika sekarang kita lihat Bima bisa menjadi masinis dan adiknya berkuliah di universitas ternama Indonesia melalui jalur pribadi. Semua akan dilakukan kedua orangtua mereka demi kedua anaknya.
Hasil yang didapati orangtuanya pun tidaklah remeh. Bima bisa bekerja keliling dunia dengan jabatan yang lumayan dan gaji besar. Adiknya menjadi seorang arsitektur wanita yang terkenal dengan gaji tak jauh beda dari sang papi—malah lebih besar dirinya. Kedua orangtuanya bisa melakukan pensiun dini dengan tenang. Duduk di perdesaan dan menua bersama. Sayang, hal itu belum dilakukan keduanya. Mereka tidak akan tenang jika kedua anak tersebut belum berumah tangga. Sampai saat ini, walaupun sudah bekerja keduanya masih mendapat kiriman dari orangtua mereka. Mami dan Papi Bima berperan menjadi orangtua yang baik.
Seperti yang sudah dijanjikan Bima, mereka akan ke puncak usai ujian final Jasmine selesai. Kedua orangtua Bima tidak mempermasalahkan anak mereka mengistimewakan Jasmine. Selain anak itu baik, ia juga bisa mengambil hati keduanya. Maka saat Bima izin menggunakan vila, Fairuz mengizinkannya dengan senyum yang mengembangkan. Semua akan diberikan untuk anaknya demi mencapai kebahagiaan. Pun mereka melihat, ada bibit calon menantu di diri Jasmine.
Bima mengendarai mobilnya masuk tol Jagorawi yang hari itu tampak lenggang. Untungnya, mereka pergi bukan di hari weekend. Keduanya tampak bahagia karena akhirnya bisa lepas dari kesibukan ibu kota—apalagi Jasmine yang tampak lega tidak memikirkan ujian final lagi.
Bima memutar satu album Dewa di mobilnya. Keduanya nyanyi dan tertawa bersama. Tangan mereka saling bertaut satu sama lain. Sesekali pemuda itu mengecupnya dengan penuh rasa cinta. Dan Jasmine merasa bersyukur karena dicintai oleh pemuda yang sangat baik dan bertanggungjawab seperti sosok Bima. Walaupun tidak pernah dikatakan ajakan berhubungan serius—seperti ajakan berpacaran—keduanya sadar bahwa ada cinta menyelimuti mereka. Tanpa ikrar itu pun, keduanya saling mengutarakan cinta satu sama lain. Baik itu perkataan, maupun perbuatan. Bagi Bima, itu sudah cukup menjadi alasan Jasmine tetap di sisinya. Dan melihat Jasmine yang begitu mencintai, membuat ia yakin jika dirinya kembali berlayar gadis itu pasti akan menunggunya pulang.
Mereka tiba di vila keluarga Fairuz setelah menempuh perjalanan selama dua jam lebih 20 menit. Jasmine yang tampak antusias langsung keluar mobil begitu selesai diparkir dengan aman pada halaman vila. Ia menghirup aroma segar pegungungan. Angin sejuknya menyentuh manja kulit wajahnya yang halus.
“Wah, seger banget di sini, Mas. Nggak kayak di Jakarta, panas,” ujar Jasmine yang masih betah di halaman vila.
Dari dalam vila, seorang pria paruh baya keluar dengan tergesa-gesa. Ia membungkuk menyambut Bima sedangkan pemuda itu membalasnya dengan anggukan ramah. “Sini barangnya biar saya bawak masuk, Kang,” pinta pria tersebut yang ternyata adalah Mang Ujang—si penjaga vila.
Bima menggeleng cepat. “Enggak usah, Mang. Biar Bima saja,” tolak Bima dengan halus. “Mbok Minnya sudah masak? Kayaknya Tuan Putri sudah lapar,” tanya Bima setelahnya saat melihat Jasmine memegang perut dan melirik jam. Gadis itu hanya bisa cengegesan karena Bima menyadari kodenya.
“Sudah, Kang. Ayo, masuk,” ajak Mang Ujang yang diekori oleh Bima dan Jasmine.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh Terlalu Dalam
RomansaKenakalan anak-anak bermain di dermaga membuat Khansa menemukan buku bersampul kulit sintetis berwarna biru laut. Ia jatuh cinta pada kisah di dalam sana. Membuat ia yakin bahwa Tuhan membawanya ke arah impiannya. Membantu Khansa ternyata menjadi pe...