Bab 25

10 1 0
                                        

“Khansa Saralee Wijaya anak dari Bapak dr. Andika Wijaya, Sp. PD dan Ibu dr. Maharani Wijaya, Sp. Og. Dari jurusan Ilmu Kedokteran dengan IPK 3,78. Predikat lulusan terbaik angkatan 2017.”

Tepuk tangan gemeruh terdengar di penjuru aula. Kemarin saat sumpah kedokteran pun demikian. Ia yakin, kedua orangtuanya sangatlah bangga. Terlihat dari kemarin mereka memuji dirinya. Bukan hanya tepuk tangan, bisikan-bisikan kagum pun masuk ke telinganya. Sama halnya kala wisuda kedua kakaknya. Walaupun dari universitas yang berbeda, euforianya tetaplah sana.

Siapa yang tidak kagum. Anak terakhir dari dokter Andika Wijaya yang sering menjadi dosen tamu di beberapa universitas yang ada di Jakarta maupun Depok menjadi lulusan terbaik di angkatannya. Bukan hanya itu, mereka kagum akan keluarga tersebut yang berhasil mencetak tiga generasi dengan watak berbeda, almamater berbeda, tapi satu keilmuan. Inilah impian banyak orangtua. Namun, hanya sedikit yang berhasil demikian. Salah satunya pasangan Wijaya tersebut.

Gadis bertubuh kecil itu melangkah dengan anggun ke atas panggung. Mengenakan kebaya mint membuat kulit putihnya semakin bersinar di balik toga. Khansa menjabat tangan rektornya dan penuh bangga. Namun, ada yang kurang dari kemarin, yakni ketidakhadiran Bima di sampingnya. Tak masalah memang. Ia berharap, kala dirinya selesai mengambil spesialis, Bima ikut di hari pentingnya kelak.

Setelah acara wisuda selesai, Khansa dan keluarganya foto bersama. Ia mengirimnya pada Bima dengan kata-kata:

Me: Hai, Kapten. Apa kabarnya? Hari ini saya wisuda. Ini ada Mama dan Papa. Terus Mas Aidin dan istrinya Mbak Tere. Sebelah Papa ada Mbak Kinan dengan suaminya Mas Juan serta keponakan saya Ruri. Mungkin, kalau Kapten ada, wisuda saya lebih lengkap. Tapi, nggak masalah. Semoga waktu spesialis, Anda ada di sisi kami. Salam rindu dari saya, orang yang selalu mengacau hidup Anda.

 

***

Hari-hari yang dilalui Khansa memang sedikit berat karena ada cinta yang tak pasti di bagian negara lain. Namun, ia janji pada Bima untuk menunggu pria itu pulang. Dirinya tidak ingin menjadi seperti Jasmine. Pun ia akan pastikan cintanya semakin tumbuh subur dan menetap pada hati yang sama sebelum ia kembali ke Jakarta dan sebelum Bima mulai berlayar. Ia akan pastikan, cintanya murni dan tulus.

Sebelum wisuda, Khansa sempat ikut UKDI (Ujian Kompetensi Dokter Indonesia) dan ia sangat bersyukur langsung lolos di tes pertama. Kini, ia baru saja mendapat jadwal yang pasti untuk mulai internship selama setahun ke depan. Rencananya, setelah program itu ia akan mengambil spesialis kedokteran jiwa dan psikiater. Dirinya berharap semoga rencana-rencananya berjalan dengan amat lancar. Pun perihal naskahnya, ia pun berharap semuanya berjalan dengan lancar.

Khansa duduk termenung di kamarnya saat sang mama mengetuk pintu. “Masuk!” seru Khansa dari dalam dan terlihatlah Rani dari balik benda pipih tersebut.

“Mama boleh masuk?” tanya Rani sebelum masuk. Sedari dulu ia selalu memberi privasi untuk anak-anaknya.

Khansa mengangguk sambil bangkit dari tidurnya. “Boleh, Ma,” jawabnya yang duduk bersila di atas ranjang. Ia mengambil guling dan mendekapnya.

“Sudah dapat jadwal internship?” tanya Rani yang duduk di sisi lain ranjang.

Jatuh Terlalu DalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang