Dua Puluh Delapan

550 44 3
                                    

29 Januari 2013,

Di Selasa yang terlalu mendung untuk memulai sesuatu.

Hari ini genap 20 hari aku ga menghubungi kamu. Sejak kejadian itu. Sejak seluruh tatapan itu. Entah bagaimana aku harus menghadapimu untuk kali ini karena pada saat itu kamu seperti membuatku kalah telak. Seperti berusaha memaksaku untuk menghadapi semua mimpi-mimpi buruk itu. Dan ya, malam itu kamu memang bermain sangat bagus di mimpi burukku, hingga aku yakin kalau aku sudah mati rasa. Aku engga tau apa yang perlu dirasakan lagi kalau satu-satunya rasa yang tersedia di kotak hatiku hanya rasa sakit.

Rabu pagi yang cukup dingin itu kamu datang ke rumahku dengan mobil silver-mu. Turun dari mobil dengan kedua kaki sekaligus. Kebiasaan lamamu. Yang bahkan masih kuingat hingga saat ini. Dan aku hanya tersenyum kecil di samping motorku ketika melihat kamu melakukan itu. Atau bisa kusebut 'masih senang melakukan itu'. Sebagian orang mungkin menganggapmu norak karena hal tersebut, tapi kamu ga pernah keberatan dengan semua itu karena kamu menyukainya. Dan aku juga ga keberatan kalau kamu seneng ngelakuin itu.

Kamu menyapaku dengan senyum hangat-ringanmu yang berat untuk kerja jantungku. Senyum paling manis yang pernah kulihat dari bibirmu. Dan percayalah, jika pada saat itu aku engga berpegangan dengan jok motorku mungkin saat itu aku sudah jatuh terduduk di tanah mengotori seragam sekolahku. Demi Tuhan aku masih ingat betapa manisnya dan lebarnya senyumanmu itu dan kamu mengatakan sesuatu yang sepertinya tak perlu kuceritakan disini. Kamu mengajakku masuk ke mobilmu dan kita pergi ke sekolah sama-sama. Dan saat itu aku pikir kamu sedang membagi kebahagiaanmu denganku.

Pulang sekolah kamu menghubungiku melalui sosial media dengan icon hijau terang. Meminta untuk pulang sekolah bareng. Dan aku dengan mudah menyetujuinya. Saat dalam perjalanan kamu bilang lebih baik kita mampir dulu di sebuah mall karena kamu perlu membeli sesuatu. "Perlu banget nih Gev." Katamu saat itu sambil terus memainkan pajangan anjingku yang tertinggal di mobilmu. Akhirnya aku mengalah dan kita memutar arah menuju mall yang kamu maksud.

Kamu berjalan sambil melihat-lihat sepatu-sepatu bermerek tak asing itu dengan teliti. Bahkan aku ingat kita sudah melewati tempat ini sebanyak 3 kali dan kamu masih belum menentukan pilihanmu. Sesekali kamu menyuruhku mencoba sepatu yang kamu anggap bagus. Aku bingung, kenapa harus aku yang mencobanya? Kenapa engga kamu aja? Dan tepat pada pukul 2 kamu akhirnya memutuskan untuk membeli sepatu berwarna abu-abu dengan logo favoritku itu.

Kamu menarik tanganku keluar dari sport station itu dan kita mulai berkeliling mall lagi. Wajahmu menunjukan kalau kamu seperti mencari sesuatu dan aku bertanya-tanya dalam hati apa yang sebenarnya sedang kamu cari. Tiba-tiba wajahmu berseri dan secepat kilat tanganmu menarikku lagi memaksa kakiku untuk mengikuti arah jalanmu. Dan kita berhenti di depan sebuah toko kado. Disaat aku sedang melihat tulisan di atas pintu toko kado itu kamu malah langsung nyelonong masuk meninggalkanku sendiri di depan pintu toko. Dan aku akhirnya masuk ke toko itu sambil menggeleng kecil.

Kamu langsung menyerbu nona penjaga kasir dan menanyakan sesuatu yang tidak bisa kutangkap apa itu. Dan nona penjaga kasir itu menangguk seraya tersenyum dan mulai memilih-milih kertas kado di sampingnya. Apakah kamu ingin membungkus kado? Untuk siapa?

Sekarang pukul 3 dan kadomu sudah terbungkus rapi. Ternyata sepatu yang tadi kamu beli itu adalah kado untuk seseorang. Dan aku masi belum bisa menebak untuk siapa itu. Untuk kakakmu?

Till We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang