Sepuluh

605 36 3
                                        

Author's POV.

Pukul 3 sore matahari sudah mulai turun dari posisi agungnya di atas sana. Turun, turun, oh engga, dia ga tenggelam, belum waktunya. Team baseball putri SMA Angkasa yang biasanya disebut 'Eagles' beriringan memasuki lapangan baseball yang luas itu. Pakaian yang sangat stylish namun tetap terkesan sporty.

Oh lihat betapa cantiknya pemain baseball bernomor punggung 9 itu, dengan senyum mengembang serta lesung pipi yang tak pernah bosan menghiasi pipinya, membuat penampilannya dapat membius malaikat sekalipun. Terlalu cantik.

Di bangku penonton Gevin melihatnya tanpa berkedip. Perempuan feminim-nya ternyata adalah seorang pemain baseball yang ga bisa diraguin lagi permainannya. Emily punya banyak kejutan di dalam dirinya yang membuat semua orang bahkan dengan senang hati untuk mengetahuinya.

Sementara Dylan dengan kameranya mengabadikan setiap gerak-gerik Emily. Dylan memfokuskan kameranya pada Emily seperti Emily akan menghilang begitu saja jika Dylan lengah sedikit pun.

Dan Abyan dengan sebuah novel di tangannya terlihat mencari-cari si pemain nomor punggung 9 yang ramai dibicarakan penonton lainnya. Oh sepertinya dia menemukannya, terlihat dari raut wajahnya yang berbinar sekaligus shock di waktu yang sama.

Lihat bagaimana Cupid membuat 3 orang laki-laki ini jatuh cinta pada perempuan yang sama di waktu yang sama pula.

Emily masih di sana. Di sudut kiri lapangan dekat kursi penonton. Melambaikan tangannya di udara seperti berusaha menggapai semua orang yang menyerukan namanya. Dia bukan captain team baseball ini, tapi dia bintangnya.

Permainan dimulai ketika wasit meniupkan periwitan nyaringnya ke seluruh penjuru lapangan.

EAGELS!

Tak terhitung berapa kali penonton menyerukan kata itu di pertandingan kali ini.

Gevin pernah berkata bahwa segala hal tentangnya menarik. Senyumnya, cara dia tertawa, ekspresi horornya, bahkan ketika dia menghembuskan nafas frustasi pun Gevin masih menganggapnya menarik. Orang jatuh cinta memang selalu seperti itu bukan?

Sementara Abyan berpikir kalau Emily as addicting as nicotine and just as dangerous and that scares him because he's already beginning to crave every part of her.

And Dylan looks at her like she's the best thing in the world, no regret.

Menyeramkan melihat Cupid bekerja kali ini.

Emily bermain dengan bagus. Berlari dengan cepat. Tapi sayang, dia bukan pemukul yang sangat bagus. Mukanya memerah karena matahari di ufuk barat sana, juga nafasnya sudah terlihat tak teratur. Rambutnya sudah mulai berantakan membuat anak-anak rambutnya beterbangan mengikuti arah angin.

Supporter Eagles beseru gembira ketika team kebanggaannya itu kembali mencetak skor. Bahkan sang pelatih team lawan sudah mengerang frustasi menyadari nasib teamnya telah di ujung tanduk.

Eagles menang!

Oh apa perlu kuulang? Eagles menang!

Gevin buru-buru turun dari kursi penonton menuju ke lapangan untuk menghampiri Emily. Ingin memeluknya, oh paling tidak ia dapat mengucapkan kata 'selamat' untuk Emily.

2 menit berkutat dengan kerumunan orang yang senang akan kemenangan Eagles, akhirnya Gevin sampai di kerumunan Eagles yang sedang berpelukan. Gevin melihatnya. Gevin melihat kalau Emily sedang melihatnya. Emily menyudahi pelukannya dengan teman-teman satu teamnya itu dan menghampiri Gevin. Emily melihat Gevin dengan tatapan yang sulit diartikan, pipinya berwarna merah menandakan dia senang sekali. Dan sedetik kemudian, Gevin menarik Emily masuk ke pelukannya. Pelukan yang membuat 2 orang laki-laki tiba-tiba menghentikan langkahnya. Mereka adalah Abyan dan Dylan.

Mereka menatap sendu 2 orang yang sedang berpelukan itu.

Bibir mereka mengerucut seperti ingin memberi tahu kalau hati mereka sakit.

Ralat, seluruh tubuh mereka sakit.

Seperti petir yang tidak ingin menyudahi sambarannya tersebut.

Apa perlu kuperjelas rasanya melihat orang yang kamu sayang memeluk orang lain tepat di depan kamu?

Dia jelas-jelas membagi kebahagiannya dengan orang lain, bukan kamu.

Wajahnya yang bersemu merah karena senang ditujukan kepada orang lain, bukan kamu.

Senyumnya yang manis itu pun ikut tertuju pada orang lain, bukan kamu.

Bahkan pada menit ke 15 kamu berdiri di depannya pun dia masih belum menyadari kehadiranmu.

Padahal kamu tak sedetik pun mengalihkan pandanganmu darinya.

Sebegitu invisible kah kamu di mata dia?

Pergi mungkin pilihan yang tepat saat ini. Namun saat itu juga, Emily memanggil mereka dan memeluk mereka satu persatu. Lihat betapa Cupid berusaha bersikap adil untuk mereka.

Hari yang cukup baik bukan?

[a/n]

Halo chapter ini pendek banget ya? HEHEHHE maafkan. Oh andddd! Sengaja di chapter ini gue bikin narasi semuanya terus bahasanya di puitisin gitu alah alay emang.

Till We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang