Puisi ini kutulis di hari keberangkatanmu
Dengan gelas kopi terbanyak yang pernah kuminum
Dengan pikiran yang terus berkoar entah kapan sampai diujungnya
Telempar ke malam yang lalu disaat sela-sela jarimu masih merekat dijariku
Dan senyumanmu bagai candu penganggu
Juga tatapanmu yang membiusku kali itu
Kisah kita pernah tertulis di kertas kusam itu
Begitu apik
Sampai ekspektasiku melambung jauh dari kisah yang meraut hati.
Perlukah kamu berubah menjadi sepahit kopiku
Sedingin kopiku
Aku masih punya gula, sayangku.
Kembalilah menjadi manis.
Otakku seperti mencecar namamu
Mengikatnya
Sehingga nama itu tak berpindah
Kemarin aku mengunjungi bar favorit kita
Seperti masuk ke dalam bilik kenangan
Tak ada yang berubah, hanya kamu.
Gelasku kosong
Dan aku terus menerus meminta diisi kembali
Aku muak dengan beer pemabuk ini, aku mau kamu.
Orang tuaku selalu memperingatiku soal rokok, soal alcohol
Tapi mereka tidak pernah memperingatiku soal kamu
Aku kencaduan pada kamu
Dan kamu tidak menghentikan canduku
Apa gunanya aku menghidari alcohol
kalau aku mencicipi cintamu yang efek mabuknya lebih dari seteguk alcohol.
Aku terus menggali cintamu
Begitu dalam
Sampai rasanya lautan pun cemburu menyaksikannya
Kelak perasaan ini akan kadaluarsa
Dan mendengar suaramu tak akan semenyiksa ini
Tapi akankah perasaan itu berhenti memburuku
Kepergianmu tak bisa sesakit ini
Meninggalku dengan luka
Dan hati yang tak berpenghuni
Puisi ini mungkin terkirim suatu saat nanti
Disaat melihat namamu sudah tak terasa sesakit ini
Disaat aku siap untuk melihat sepasang keindahan itu lagi
Dan semoga kali ini aku tidak tenggelam lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Till We Meet Again
Teen FictionBaginya, Emily bukan hanya sekedar perempuan yang hadir di hidupnya dan lewat begitu saja. Emily mengajarinya bahwa menginginkan sesuatu berarti perjuangan. Namun ia juga tau menatap perempuan itu sama saja seperti mengingatkannya akan banyak hal di...