Tiga Puluh Sembilan

266 22 0
                                    

Author POV.

Dari jauh Gevin sudah dapat melihat Emily dengan cardigan putih dan backpack yang menggantung di pundaknya berlari menuju ke arahnya. Gevin tersenyum mengingat dulu pemandangannya seperti ini yang setiap hari dilihatnya sebelum lulus dari sekolah ini (padahal belum resmi lulusnya). Kangen. Gevin kangen dengan hal-hal lama disekitarnya.

Gevin menatap jalanan dengan sedikit orang yang berlalu lalang di depannya, sampai kemudian ia sadar kalau ada seorang laki-laki yang di setiap langkahnya seperti memperhatikan Gevin. Gevin menatapnya dengan tatapan aneh dan kemudian teringat laki-laki yang sedari tadi memperhatikannya adalah temannya Emily, Dylan. Ia ingat Dylan, dulu Dylan selalu ada dimana pun Emily berada, bahkan ketika Gevin belum pindah ke Angkasa Gevin sudah sering melihat Dylan jika dirinya sedang bertemu dengan Emily, dan sampai ia pindah ke Angkasa dirinya semakin sering melihat Dylan di sekitar Emily.

Gevin melihat Dylan menghampiri seorang perempuan di gerbang dan perempuan itu kemudian setengah memeluk Dylan sampai mereka kemudian berlalu dari pandangannya dengan tawa kecil yang terus derdera.

Waktu sudah lama berlalu, Dylan sudah pergi dari tempat yang dulu dianggapnya rumah dan kemudian mencari rumah baru, namun Gevin masih disini menerka apakah kunci yang di tangannya ini adalah kunci yang tepat untuk perempuan yang dianggap rumahnya tersebut.

"Gev!!" teriak seorang perempuan yang suara tidak pernah berubah semenjak mereka pertama kali bertemu.

"Hei." Sahut Gevin dengan senyum kecil di bibirnya.

"Udah lama?" tanya Emily.

"Lumayan sih. Perasaan larinya daritadi kok baru nyampe sih?"

"Iya tadi berenti dulu, ternyata ini jatoh." Kata Emily sambil mengacungkan sebuah kertas di tangannya.

"Apa tuh?" tanya Gevin sambil mengerutkan keningnya.

"Puisi! Lucu deh, nih gue bacain ya." Kata Emily sambil membuka kertas di tangannya tersebut, bersiap-siap untuk membacakannya.

"Di mobil aja deh sekalian jalan." Kata Gevin sambil menarik tangan Emily.

---

You build yourself a home from the ground up with the unbroken pieces of your heart. You are safe in a house made of your own heart because you think no boys can reach you. You are the sun and I am just a planet revolving around you and you are the center of my goddamn universe.

On the other moment you were a canvas with paint that hadn't dried. You, yourself, had an art feel to you and I guess I've got a thing for art, because oh my god I couldn't stay away. Everything was painted with unique strokes. You were one of a kind, a smile like no other, a mind like a sudden strom.

I admit I was afraid to love. Not just love, but to love you. For you were a stunning mystery. You carried things deep inside you that no one has yet to understand, and I, I was afraid to fail, like the others. You were the ocean and I was just a boy who loved the waves but was completely terrified to swim.

"Lucu kan ya?!" kata Emily setelah selesai membacakan isi dari kertas tersebut.

"Dari siapa?" tanay Gevin sambil terus memfokuskan matanya dengan jalanan di depannya.

"Gatau woi dari siapa tiba-tiba ada di loker gue gitu, jadi enak deh."

Gevin tertawa mendengar jawaban Emily.

"Nah gitu dong ketawa!"

"Ya lo aja biasanya juga sedih-sedih mulu."

"Eh tapi sekarang gue lagi seneng ya! Gara-gara puisi ini." Kata Emily, "Eh gev! Semalem Abyan call di skype!"

Senyum Gevin seketika hilang, Abyan lagi-Abyan lagi, "Terus?" tanyanya tanpa minat.

"Terus yaudah gue angkat kan, kita ngobrol-ngobrol gitu gila dia ganteng banget terus gue deg-degan udah lama ga denger suara dia tapi yaudah gitu aja, terus tiba-tiba dia bilang kangen, sumpah kalo dia dulu bilang gitu pasti gue nangis tapi kemarin ngga! Gue malah bisa bilang gue ada urusan lain terus gue matiin skypenya tanpa nangis nyesel setelah itu." Cerita Emily panjang lebar.

"Serius lo?" tanya Gevin ga percaya.

"Iya serius! Gue juga kaget, tau ga sih artinya apa, artinya gue udah berenti buat nyiramin bunga yang udah layu. Akhirnya!" kata Emily senang.

Dan entah hormon apa yang tercipta dari perkataan Emily tersebut, tapi apapun itu, hormon itu berhasil membuat Gevin bernafas setelah sekian hari berusaha untuk tidak menonjok Abyan karena membuat Emily menjadi seperti itu.

Gevin dapat merasakan udara kembali mengaliri tubuhnya dan mengisi kembali paru-parunya. Ia sendiri dapat merasakan pundaknya yang sedari tadi menengang kembali rileks karena setelah sekian lama, ia boleh berharap kembali pada perempuan di sampingnya ini.

--

[a/n]

THAATT POEEMMM NOT fully made by me it actually mix from some quotes on ig I've read so yeah those words just accidentally pop up again in my head but last paragraph was made by Christopher Poindexter with a little change by me! By the way this chapter WAS NOT EDITED jadi maafkeun kalau banyak typo bertebar.

All the love, E.

Till We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang