Emily POV.
Bioskop ga terlalu ramai hari ini. Gadeng ini rame banget anjir berasa lagi ngantri mau masuk nikahannya Rafi Ahmad gue. Dan pada menit ke 20 sejak gue masuk bioskop ini, akhirnya gue dapet ticketnya juga. Makasih mba-mba bioskop, i love you to the moon and back.
--
Film dimulai secara normal dengan volume suara yang gue harap bisa request buat dikecilin dikit. Iya, suaranya gede banget, kayak cinta gue buat Cameron Dallas. Kok gue jijik sendiri ya?
Acara nonton gue ga berlangsung damai karena sekali lagi, volume filmnya kegedean, yang bikin gue kaget terus-terus karena effect suara dari film ini sendiri ditambah volume yang gedenya naujubilah. Yang juga nyebabin gue mengeluarkan berbagai macam kata-kata sakral dari tadi.
Tiba-tiba gue merasakan ada suara lain dari sesuatu yang gue pegang. Popcorn. Popcorn gue lagi diobok-obok sama seseorang. Dengan refleks gue nengok ke samping kiri tempat dimana tangan-laknat-pengobok-popcorn itu berasal. Dan di sana ada serang cowo berkacamata dengan santainya makan popcorn gue.
“Coi, punya kebiasaan makan popcorn orang lain yang ga dikenal ya?” kata gue dengan volume suara sengaja dikencengin dikit.
Si cowo pengobok popcorn nengok ke gue dan keliatan naikin sebelah alisnya yang tetep masih bisa gue liat walau ruangan ini lumayan gelap. “Maksud lo apaan?” Tanya dia polos. Sok polos tepatnya.
Gue natap dia dengan tatapan partai aja dah lo sama gue, “Lo barusan makan popcorn gue.”
Raut muka dia langsung berubah. Kaget, bingung, bercampur sekut gitu. “Hah?” kata dia sambil nengok kanan kiri, “Eh sorry sorry gue lupa kalo temen gue ada di sebelah kiri bukan kanan. Sorry ya hehe.” Lanjut dia sambil cengengesan ga jelas.
Alesan dia bisa dibilang masuk akal sih, tapi tetep aja gue ga rela my baby caramel popcorn dimakan sama dia, “Mm, yaudah.” Kata gue tanpa berusaha memperpanjang insiden-pengobokan-popcorn ini.
--
1 jam kemudian film akhirnya selesai. Gue buru-buru beresin barang-barang gue. pas gue nengok ke tempat tadi gue taro tempat kacamata gue, tempat kacamata gue udah ga ada, yang ada malah sebuah tempat kacamata lain berlogo Nike. Gue mengedarkan pandangan gue berusaha mencari si pelaku penukar tempat kacamata. Dan ya, si pelaku penukar kacamata sama dengan pelaku pengobokan popcorn.
Buru-buru gue panggil si cowo itu sebelum dia mencapai tangga paling bawah studio. “Man, looks like lo ngambil sesuatu milik gue lagi.”
Si pelaku penukar tempat kacamata pun nengok. Dengan kacamata ber-frame hitam yang masih bertengger di batang hidungnya, dia melihat ke arah gue. Dan oh shit! Penerangan terbatas saat film tadi berlangsung membuat gue ga bisa liat jelas muka cowo ini dan sekarang dengan lampu yang udah berpijar terang benderang, gue bisa liat jelas muka cowo ini. Ganteng. Terlalu ganteng buat jadi pelaku laknat pengobok popcorn sekaligus pelaku penukar tempat kacamata. Mukanya terlihat tegap dengan mata coklat gelap serta bulu mata yang teduh di sana. Serasi dengan rambut coklat gelapnya yang sedikit berantakan juga bibir merah mudanya serta hidung mancungnya yang terlihat pas dengan segala hal di muka cowo ini. Dan—
“Udah puas ngeliatin guenya?” tiba-tiba si cowo bersuara sambil menyunggingkan senyum kecil di sudut kanan bibirnya. Oh look, ternyata dia juga punya lesung pipi manis di pojok sana.
Gue menatap dia tajam berusaha untuk meyakinkan dia kalau kata-kata dia tadi itu salah, walaupun sebenernya bener. “Pengen banget apa gue liatin,” Kata gue ketus. “Lo, ngambil tempat kacamata gue.” lanjut gue.
Si cowo langsung ngeliat tangan kanannya tempat dimana dia megang tempat kacamata gue. “Eh sorry, salah ngambil lagi gue ternyata.” Kata dia sambil tertawa kecil.
Gue menyipitkan pandangan gue kemudian beralih pada tangan kanan cowo ini dan berusaha ngambil tempat kacamata gue disana. Tapi cowo ini malah gerakin tangannya, menjauhkan tangan gue dari tangan kanannya itu.
“EH APAAN S—“ kata gue setengah berteriak.
“Nama gue Gevin.” Kata dia dengan senyumnya di bibir merahnya mudanya tersebut.
“Gue ga nanya nama lo. Siniin tempat kacamata gue.” kata gue sambil berusaha ngambil tempat kacamata gue, walau gagal lagi.
“Nama lo siapa? Gue udah 2 kali hari ini ga sengaja ngambil sesuatu milik lo, artinya kita harus tukeran LINE.” Kata si cowo yang mengaku bernama Gevin ini. Eh tadi dia bilang apa?
“Apaan si ngaco aja lo ya. Buruan balikin itu tempat kacamata gue.” kata gue.
“Minta LINE dulu.”
“Ga mau.”
“Yaudah ga balik tempat kacamatanya.” Kata dia sambil membalikkan badannya.
“Eh eh yaudah nih LINE nih.” Kata gue dengan berat hati.
Si Gevin memutar lagi badannya kembali mengarah ke gue. “Hehe. Apa ID nya?”
“Emilyelsh.”
“So i guess nama lo Emily?”
“Banyak bacot lo buruan sini tempat kacamata gue.” kata gue sambil meraih tempat kacamata gue, dan untungnya berhasil. Cepet-cepet gue turunin tangga studio ini dan lari kabur dari Gevin-gevin ga jelas ini.
“BYE EMILY.” Teriak si Gevin.
Cowo sarap.
[a/n]
Okay let me get this straight. Emily kan sering bilang si A ganteng lah, si B ganteng lah, atau blah blah blah. Ga, kalo kalian pikir Emily suka sama semua cowo-cowo yang dia bilang ganteng, kalian salah like salah banget. Maksud gue, cuma seuntai kata ‘ganteng’ ga berarti Emily suka sama mereka. Caelah seuntai. Oh ya dan maaf maaf sekali karena chapter ini pendek gitu. By the way buat kalian yang minta foto karakternya, gue ga ngerti maafkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Till We Meet Again
Teen FictionBaginya, Emily bukan hanya sekedar perempuan yang hadir di hidupnya dan lewat begitu saja. Emily mengajarinya bahwa menginginkan sesuatu berarti perjuangan. Namun ia juga tau menatap perempuan itu sama saja seperti mengingatkannya akan banyak hal di...