Tiga Puluh Delapan

273 20 0
                                    

Author POV.

Emily duduk bersila diatas kasurnya dengan tubuh yang menghadap ke laptop. Dia sesekali melirik ke arah jam dinding di depannya entah apa yang dia tunggu. Demi Tuhan ini jam 1 pagi dan dia masih terjaga menunggu suatu hal yang dirinya sendiri tidak tahu pasti apa itu. Tangan kanannya bergerak tidak berarturan mengikuti suara denting jarum jam, sementara tangan kirinya memegang segelas penuh energen coklat yang tadi sempat dibuatnya. Pikirannya masih menerka-nerka hal yang apa yang sebenernya ingin ditunjukan, hal apa yang sebenernya membuatnya gelisah daritadi sampai kemudian laptopnya berbunyi menandakan ada notifikasi masuk.

Abyan Harris is online.

Emily menatap layar laptopnya datar, rasanya seperti sudah lama sekali dia tidak melihat nama itu. Ia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali ia melihat notifikasi dari Abyan di handphonenya. Sejak Abyan pindah ke Seattle mereka memang tidak lagi berhubungan, via apapun. Entah tujuan dari semua ini apa tapi Emily bersumpah memutuskan komunikasi seperti ini malahan membunuhnya perlahan, meski awalnya ia berpikir mungkin cara ini memang yang paling baik untuk mereka berdua. Ia tidak akan tahu Abyan sedang apa di Seattle, apakah ia kewalahan mengurusi kuliahnya, apakah ia kesepian di apartemennya, apakah ia kangen Indonesia, apakah ia justru lagi senang karena sudah mendapat pacar baru? Emily menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha mengusir segala pikiran tentang Abyan sampai ia sendiri tidak sadar kalau tangannya bergerak menelusuri keyboard laptopnya dan tidak sengaja menelfon Abyan.

"Shit."

Jari-jarinya bergerak cepat karena bingung bagaimana cara untuk mematikan call ini. Dan akhirnya ia berhasil mematikan sambungan telfonnya. Dengan cepat Emily kemudian mengganti status skypenya dari online menjadi offline.

"Shit. Shit. Shit."

Emily sekarang masih berusaha untuk mengontrol kekagetannya. Saking kagetnya dia sampai lupa kalau di tangan kirinya masih ada energen coklat yang sama sekali belum dia minum. Rasanya ia ingin langsung tidur dan mengganggap kejadian tadi tidak pernah terjadi, tapi di sisi lain dirinya Emily penasaran bagaimana respon Abyan.

"On, engga, on, engga, on? Engga, on? Yaudahlah on aja dia juga gapeduli kan."

Emily mengganti status skype-nya lagi menjadi online dan mendapati Abyan masih juga online. Emily menghembuskan nafasnya pelan dan membenarkan asumsinya tadi bahwa Abyan memang tidak peduli sampai kemudian 2 pesan masuk ke dalam notifikasi laptopnya secara beringan.

Abyan Harris: Hey

Abyan Harris: Tadi kenapa?

Emily berpikir apa yang harus dijawabnya, apakah ia harus jujur atau tidak.

Emily Elisha: kepencet.

Incoming call from Abyan Harris.

"Apaansih kenapa harus ngecall-ngecall." Keluh Emily. Namun call yang terus bordering itu pun akhirnya di angkatnya.

"Halo?" Panggil Abyan, "Oh hey." Sapanya lagi ketika melihat wajah Emily di layar laptopnya.

Emily memalingkan wajahnya tanpa senyum sedikit pun, tanpa membalas sapaan Abyan tadi, "Mau ngapain?" tanyanya to the point.

Abyan tersenyum kecil sambil menundukan kepalanya, "Gapapa. Apa kabar? Kok belum tidur?" tanya Abyan.

"Baik. Lagi ngerjain tugas." Jawab Emily sambil mengaduk energen coklatnya. "Gue lagi ngerjain tugas nih, lo kayaknya gang—"

"Kamu bikin energen coklat?" potong Abyan.

Emily melirik gelas di tangannya itu, biasanya ia selalu membuat energen rasa vanilla dan Abyan yang menyukai energen coklat, tapi kenapa kali ini ia yang membuat energen coklat?

"Iya. Lagi pingin."

"Dulu kan aku yang sering bikin itu."

"Oh emang iya ya? Ga inget sih gue."

"Ya wajar aja sih ngga inget, udah lama juga." kata Abyan, "Gimana hidup kamu? Kamu udah dapet pacar?"

"Lah? Lo pikir ganti cowo bisa seenak jidat gitu ya. Lo pikir gue pacaran cuma biar ada status doang ga pake perasaan?" jawab Emily.

"Kok marah Em?" tanya Abyan dengan alis yang saling bertautan.

"Eh sorry gue tadi abis baca novel jadi masih kebawa gitu." Jawab Emily ngasal.

"Oooh. Ke Seattle dong." Pinta Abyan.

"Ngapain?"

"Kangen." Jawab Abyan enteng.

Emily setika menahan nafasnya, ia dapat merasakan darah di bawah kulitnya berdesir cepat, dan jantungnya berdetak tidak karuan bahkan ia sendirinya rasanya dapat mendengar bunyi detak jantungnya, hanya karena satu kata.

"Eh? Eh gue tidur duluan deh udah malem banget." Kata Emily buru-buru sampai ia tidak sengaja menumpahkan energen coklatnya ke celana tidurnya, "Shit."

"Em? Gapapa?" tanya Abyan.

"Eh gapapa kok, udah ya, dah." Kata Emily sambil mematikan sambungan skype-nya bahkan sebelum Abyan sempat membalas ucapan selamat tinggalnya.

Dan di Seattle sana, seorang laki-laki yang sedang duduk di meja kerjanya kembali menyesap kopi hitamnya, Emily nya yang dulu masih Emily yang sama.

Till We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang