B - 15

911 126 9
                                    

Jam baru menunjukan pukul delapan malam waktu New York, namun anak sulung kesayangan Dinda sudah tampak damai dan nyenyak dalam tidurnya. Rasa lelah karena menjalani pemeriksaan ulang, efek obat dan juga nyamannya tepukan sang Bunda di tubuhnya membuat Hendery tak memiliki alasan untuk tetap terjaga lebih lama.

Pelan-pelan Dinda membenahi letak selimut Hendery. Dia mengecup singkat kening Hendery sebelum menjauh dari tempat tidur putranya. Sekarang, dia harus memastikan putranya yang lain juga baik-baik saja.

Setelah dirasa jaraknya cukup jauh dari tempat tidur Hendery dan yakin suara Dinda nantinya tak akan mengganggu tidur nyenyaknya, baru Dinda mengeluarkan ponsel kemudian menghubungi Iwan untuk menanyakan keadaan Haechan.

"Halo Pak Iwan.."

"...."

"Aa gimana? Lagi ngapain dia sekarang?"

"..."

"Oh ya sudah Pak. Nanti, kira-kira setengah jam lagi, Pak Iwan langsung suruh Aa buat istirahat saja ya. Dia kalau sudah ketemu sama soal Matematika pasti lupa waktu. Jadi, selesai ataupun tidak tugasnya, setengah jam lagi dia harus istirahat ya Pak.."

"...."

"Tidak ada, itu saja Pak. Paling rutinitas sebelum tidurnya saja diperhatikan ya Pak Iwan. Nanti minta tolong simpankan ponselnya Aa juga Pak. "

"..."

"Terima kasih banyak pak Iwan. Titip jaga Aa ya Pak.."

Setelah mendengar jawaban terakhir dari Iwan, Dinda pun memutuskan panggilan teleponnya.

Ia memilih untuk duduk di salah satu sofa yang menghadap langsung pada jendela kaca. Pemandangan malam yang terlihat dari sana sangatlah cantik.

Ditengah-tengah kegiatannya menatap lampu-lampu dari gedung-gedung tinggi yang ada di luar jendela, mata Dinda tiba-tiba teralihkan pada tumpukan apel hijau kesukaannya yang ada di atas meja dekat dengan sofa ia duduki.

Bisa ia lihat, apel itu merupakan apel dari New Zealand. Meskipun jenisnya sama tapi Dinda yakin apel yang di hadapannya sekarang pasti memiliki harga yang tak murah.

Ada alasan rahasia mengapa Dinda menyukai apel. Alasan yang tak pernah ia ceritakan kepada siapapun termasuk pada Jaehyun ataupun Johnny.

Sebenarnya Dinda tak terlalu menyukai buah. Sampai ia tahu kalau Ibu Jaehyun berjualan buah di pasar dan buah apel merupakan dagangan yang selalu dijual oleh Ibu Jaehyun.

Jaehyun dulu sangat sulit untuk di dekati. Dinda sampai harus berpura-pura terus menerus membeli buah apel dagangan Ibu Jaehyun supaya dia bisa melihat Jaehyun yang membantu sang ibu. Namun semakin lama, Dinda jadi benar-benar menyukai buah apel. Apalagi saat Ibu Jaehyun bercerita banyak tentang asal muasal kenapa beliau memilih untuk berjualan buah apel.

Dulu keluarga ibu Jaehyun merupakan petani apel. Mereka bahkan memiliki kebun sendiri di daerah Malang. Sampai akhirnya, ibu Jaehyun bertemu dengan ayah Jaehyun. Sebenarnya, pernikahan mereka sudah di larang oleh orang tua ibu Jaehyun. Alasannya tentu saja perbedaan kewarganegaraan dan budaya antara keduanya.

Hanya saja, karena alasan cinta, ibu Jaehyun tetap memaksakan kehendaknya. Tidak ingin terus-terusan dilarang untuk berhubungan dengan Ayah Jaehyun, Ibu Jaehyun memilih pergi dari rumah lalu ikut dengan sang suami ke Korea Selatan.

Sayangnya, setelah mereka tinggal bersama di Korea, Ayah Jaehyun justru menampakkan tabiat aslinya. Sejak awal pernikahan mereka, Ayah Jaehyun sudah sering melakukan kekerasan fisik saat mabuk dan tidak berhenti bahkan sampai ketika mereka sudah memiliki Jaehyun. Bukan sekali dua kali Jaehyun juga mendapatkan kekerasan baik fisik maupun verbal dari sang Ayah.

Bentala (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang