Is there a happy ending?

21K 1.7K 191
                                    

Sesuai perkataan Brayen kemarin, ia benar-benar menemui William pagi ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sesuai perkataan Brayen kemarin, ia benar-benar menemui William pagi ini. Tentang apa yang akan ia hadapi nanti, ia sudah siap dengan segala konsekuensinya.

Brayen melangkahkan kakinya pelan memasuki kediaman ayahnya yang baru-baru saja dibeli untuk sementara waktu sebelum mereka kembali lagi ke London.

William duduk di kursi besar diruangan nya. Menatap tajam pada pemandangan didepannya. Hingga Brayen tiba-tiba masuk ke dalam ruangan itu.
"Pah."panggil Brayen pelan.

William berbalik, menatap tajam kearah Brayen.
"Dasar tidak becus! Menyelesaikan misi kecil seperti itu saja kau tidak mampu Brayen. Aku memberimu cukup waktu untuk sekedar menyeret putri Johannes kesini tapi kau gagal!"amarah William mulai memuncak.

Brayen tak melawan, ia bersimpuh didepan sang ayah.
"Maafkan Brayen pah."jawabnya tanpa pembelaan diri sedikitpun.

"Apa aku pernah memaafkan mu hingga kau berani seperti ini padaku Brayen? Apa kau sudah bosan dengan hidupmu?"tanya William mengancam.

"Aku tau kau tak akan pernah memaafkan aku pah. Aku siap dengan segala konsekuensinya."jawab Brayen yakin.

"Dasar bodoh!"umpat William.

"Apa papa juga akan menculik mama kalau kakek yang menyuruh papa melakukan itu? Apa papa akan menyakiti orang yang papa cintai?"tanya Brayen menantang.

"Berani sekali kau memperlihatkan cinta bodoh mu itu dihadapan ku, siapa yang memberimu izin melontarkan pertanyaan lancang itu di hadapanku?"bentak William keras.

Bukh!

William menendang keras bahu Brayen yang tengah bersimpuh dihadapannya hingga tubuh Brayen terpental ke belakang.
"Anak tidak berguna! Apa kau pikir aku membesarkan mu untuk cinta-cintaan seperti ini? Apa kau gila Brayen? Melawan satu wanita saja kau tidak becus? Apa yang bisa ku harapkan darimu."bentak William lagi.

William menekan tombol di kamarnya, membuat beberapa bodyguard nya masuk.
"Ada apa tuan?"tanyanya sopan.

"Aku ingin kalian mengikat Brayen di gudang, cambuk dia sampai dia benar-benar menyesali keputusan nya hari ini!"tegas William membuat para bodyguard itu langsung membawa Brayen dengan paksa ke gudang yang begitu kumuh dengan pencahayaan yang redup.

Kedua tangan Brayen di rantai disana. Harusnya Brayen sudah tahu hal semacam ini akan terjadi.

Bukh!

Bukh!

Bukh!

Darah segar mengalir dari mulut Brayen kala bodyguard ayahnya menendang perutnya dengan keras. Ia sampai terbatuk-batuk menahan sakit pada perutnya. Ia bahkan belum sarapan untuk sekedar memberinya sedikit tenaga.

Ceter!

Ceter!

Ceter!

Suara cambukan lagi-lagi memenuhi gudang itu, tubuh Brayen penuh dengan bekas cambukan. Bahkan kakinya rasanya sudah tak mampu menopang tubuhnya sendiri. Namun Brayen masih tetap tersenyum seolah senang menerima hukuman ini asalkan Violence tetap aman dari kejahatan ayahnya.

VIOLENCE (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang