Invented.

30.3K 2.2K 43
                                    


Rooftop yang begitu luas dengan pemandangan yang begitu memanjakan mata, angin yang berhembus pelan membuat suasana semakin sejuk dan menyegarkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rooftop yang begitu luas dengan pemandangan yang begitu memanjakan mata, angin yang berhembus pelan membuat suasana semakin sejuk dan menyegarkan.

Brayen terus menarik pelan lengan Violence yang sedari tadi masih ia genggam dengan eratnya seolah takut Violence hilang dari pandangan nya.

Hanya ada satu kursi kayu disana, tempat Brayen biasanya menenangkan diri. Brayen duduk di kursi itu, sedangkan Violence masih berdiri sambil terus menikmati pemandangan kota dari atas sana.

Angin bertiup semakin kencang, membuat sedikit rambut Violence menutupi sisi wajahnya. Brayen terus menatap ciptaan Tuhan yang begitu sempurna ini, apa yang membuatnya seberuntung ini bisa memiliki wanita secantik Violence, wanita yang membuatnya meruntuhkan sumpahnya sendiri.

Ditengah keputusasaan, emosi yang tak terkendali, hidup yang penuh kegelapan tanpa berharap ada cahaya pun mengusik hatinya, ternyata Tuhan berbaik hati mengirimkan cahaya seterang ini dalam hidupnya, jika Brayen boleh menentukan hidupnya sendiri, ia ingin Violence disampingnya seperti ini, menggenggam tangannya erat hingga ia menua nanti, meskipun kakinya sudah tak mampu berpijak di bumi, setidaknya Violence adalah satu-satunya kekuatan yang Brayen punya.

"Brayen kenapa ngelamun sih?"heran Violence kala Brayen hanya diam seraya menatap kearahnya.

"Sayang, sini deh duduk dulu."ucap Brayen menuntun Violence duduk di atas pangkuannya. Karena memang disana hanya ada satu kursi saja, jadi Violence menurutinya. Ia duduk dipangkuan Brayen menghadap ke samping, membuatnya bisa meletakkan satu tangannya pada bahu Brayen.

"Gue masih gak nyangka, kenapa Tuhan bisa sebaik ini sama cowok berandalan kaya gue."lirih Brayen pelan sambil terus menatap Violence.

"Kenapa?"tanya Violence penasaran, ia melilitkan kedua tangannya pada leher Brayen, sedangkan tangan Brayen sudah melingkar erat pada pinggangnya.

"Menghadirkan lo dalam hidup gue, gue ngerasa beruntung banget, lo selalu ada disamping gue walaupun lo gak mau jadi pacar gue, gue gak papa kok! Dengan lo ada disisi gue terus udah lebih dari cukup untuk membalas rasa cinta gue ke lo."ucap Brayen tulus.

Violence hanya bergumam pelan, tanpa menjawab pernyataan Brayen barusan. Meski tak bisa ia pungkiri jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya.

Brayen menghela nafasnya pelan, mengumpulkan keberanian untuk menceritakan semuanya pada Violence sekarang juga.
"Clara, gue pacaran sama dia udah 2 tahun. Semuanya berawal dari pertama kali kita masuk sekolah. Gue sama Clara jadi siswa baru waktu itu, sebenarnya gue gak tertarik sama sekali sama pacaran atau semacamnya. Gue cuman pokus sama perusahaan gue dan geng motor yang gue pimpin."jelas Brayen pelan.

Violence tetap diam, ia mencoba memahami segala hal yang Brayen ceritakan agar tak ada kesalahpahaman lagi.
"Clara emang cantik sih, tapi gue gak tertarik sama sekali, gue bahkan mengabaikan dia, gue gak peduli sama dia. Sampai pada saat gue dan anggota inti Raystrack lainnya lagi kumpul di bar, Clara datang disana juga, dia nekat mau temuin gue, gue gak sadar Violence, gue mabuk berat waktu itu. Bukan hanya gue, tapi Alex, David, dan Farhan juga mabuk kecuali Rifki, dia gak ikut minum untuk jaga-jaga."sambung Brayen.

VIOLENCE (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang