BAB 12 ~ AWKWARD MOMENT

348 55 6
                                    

Benar kata Astri, seperti ada yang kurang saat Orion irit bicara. Mungkin karena belakangan ini aku sibuk dengan pikiranku sendiri, jadi baru menyadarinya sekarang. Celetukannya yang selalu mengundang gelak tawa anak-anak WeSto sudah jarang terdengar. Dia juga hampir tidak pernah lagi berinteraksi denganku, kecuali pada situasi terdesak, misalnya urusan pekerjaan atau pada saat kami kebetulan berpapasan.

Rasa penasaran soal motor hilang dan dugaan kuat kalau ayahku terlibat, membuatku sedikit menyesali keadaanku dan Orion yang sedang di fase diam-diaman saat ini. Ingin bertanya langsung, tapi aku takut kalau ternyata dugaanku salah, dan justru malah membuka aib ayahku sendiri.

Akhirnya aku memutuskan mengirim pesan pada Ayah.

Hal terakhir yang ingin kulakukan adalah menjalin komunikasi dengan Ayah setelah semua hal yang ditorehkan dalam hidupku, tapi kali ini aku terpaksa.

"Assalamualaikum, Ayah apa kabar?"

Menit demi menit berlalu tak ada belasan sama sekali, hingga kemudian saat aku menelponnya, nomor yang kutuju tidak aktif sama sekali.

Ya, Allah!

Bagaimana bisa lupa kalau Ayahku itu manusia super ajaib? Dia bisa muncul dan menghilang sesuka hatinya. Muncul saat menginginkan sesuatu dari kita, lalu menghilang setelah keinginannya tercapai.

Dugaanku semakin kuat saja. Ayah pasti menghilang dan menonaktifkan nomor ponselnya setelah berhasil menggondol motor Orion. Apa belum cukup Ayah menpermalukanku di hadapan keluarga besar Mahesa, sekarang dia membuatku kehilangan muka di hadapan Orion juga? Lelaki yang bahkan baru dikenalnya dalam hitungan hari dan tidak ada hubungan apa pun dengan kami.

Arrrgghhh!!!

"Rum, aku sama Maya mau ke vendor yang ngurusin bunga untuk resepsi minggu depan sama ada urusan lain. Kamu jadi kan, ya, ke tempat vendor catering pernikahannya Gita. Dia katanya bentar lagi juga mau ke sana."

"Hah?" Aku terkejut saat Astri melongok dari kubikelnya.

"Bukannya kamu, ya, yang nemenin Gita untuk food testing?"

"Lho, gimana, sih? Kan udah dari kemaren-kemarin aku bilang, kamu udah iyain, kok."

"Duh, gimana ya, As. Kamu aja yang nemenin Gita, biar aku yang urus bunga-bunga sama Maya."

"Ya, nggak bisa, Sayang. Ini kan dari awal urusan perbungaan udah sama aku, lagian aku juga ada urusan lain. Jadi mau nggak mau, kamu yang ke tempat catering temani Gita."

"Tapi, As...."

"Udah, ayo siap-siap. Aku juga mau pergi."

"Astri!"

Belum pernah aku merasa seputus asa ini. Biasanya urusan pekerjaan akan kutangani dengan penuh semangat. Namun, masalahnya ini berhubungan dengan Gita. Aku  tak yakin apakah sanggup melihatnya dengan Mahesa di sana. Aku bergidik ngeri membayangkan akankah sanggup menemani mereka mencicipi menu sambil menampilkan wajah penuh senyuman.

"Kamu kenapa?" Kening Astri berkerut. Mungkin bingung melihat wajah memelasku.

"Duh, gimana ya, As. Kok aku tiba-tiba males aja pergi sendiri. Kan biasanya kalau nggak sama kamu ya sama Maya."

"Lho, kok, gitu? Kalau malas pergi sendiri, ajak Chandra atau Rion aja buat nemanin."

"Wah, sorry, Mbak. Aku lagi ada kerjaan. Ngedit foto," sahut Chandra yang kebetulan lewat depan meja Astri.

"Ya, udah, kalo gitu sama Orion aja. Riooon, lagi nggak banyak kerjaan, kan? Temenin Mbak Rumi, bisa, ya!"

Astri berteriak seraya memberikan tatapan dan senyuman penuh arti padaku, yang membuatku melengos sebal.

LET'S GET MARRIED! (NIKAH, YUK!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang