Cerita ini sudah tamat di KBMAPP dan Karyakarsa, ya 😘
🍁🍁🍁🍁
"Hei, kamu ngapain?" Sekuat tenaga aku mendorong dadanya. Berani-beraninya dia memelukku, apalagi di tempat terbuka seperti ini. Siapa saja bisa melihat kami dan mungkin akan berpikir yang bukan-bukan.
Namun tubuhnya sekokoh batu karang, tak bergerak sama sekali.
"Sebentar saja. Ijinkan aku memelukmu sebentar saja." Suaranya terdengar serak. Napasnya berat seperti menanggung kepedihan yang sudah lama tertahan.
Hatiku hancur mendengarnya, seiring dengan air mataku yang mengalir deras membasahi kemejanya.
"Kamu udah melewati batas!" Aku masih terus berusaha meloloskan diri, walau sia-sia belaka.
"Sorry ...." Akhirnya Mahesa merenggangkan pelukan, tapi kedua tangannya masih berada di bahuku.
Dinaungi langit jingga yang sebentar lagi akan berubah gelap, kulihat matanya berkilauan. Sama sepertiku, rupanya dia juga menangis.
"Aku kangen banget sama kamu." Suaranya terdengar sangat lirih, dan tenggelam bersama bunyi derum mesin taksi berlogo burung biru yang berhenti tak jauh dari tempat kami berdiri.
Aku belum sempat melepaskan diri darinya, saat mataku tertumbuk pada sosok Orion yang entah dari mana datangnya, berjalan menuju taksi tersebut. Sebelum masuk ke dalam mobil dia menatap kami berdua dengan ekspresi datar.
Gawat! Dia pasti mengenali Mahesa karena kemarin kami bertemu di tempat catering. Apa yang lelaki itu pikirkan melihatku berada dalam pelukan Mahesa? Perempuan yang bermain gila dengan tunangan orang? Aku menatap nanar pada taksi yang akhirnya menjauh dari pandangan, lalu buru-buru menepis tangan Mahesa yang masih berada di bahuku.
"Kamu .. gila! Kamu nggak pantas ngelakuin ini padaku!"
"Aku kangen sama kamu, Han," ulangnya dengan mata berkabut.
"Sebelum ngomong, apa kamu nggak mikirin bagaimana perasaan calon istrimu?" tukasku geram.
Mahesa terdiam tak berkutik, meski di matanya kulihat ada banyak hal yang ingin dia sampaikan.
"Pulanglah! Dan jangan pernah temui aku lagi dengan cara seperti ini. Urusan kita hanya tentang persiapan pesta pernikahanmu."
Aku sengaja memberi tekanan pada tiap kata yang terucap. Semoga saja dia paham, kalau batasan kami sudah sangat jelas. Dia bukan siapa-siapaku lagi.
"Lalu ... bagaimana dengan pertanyaanku tadi? Di mana anakku?"
"Aku nggak pernah hamil anak kamu. Dari mana kamu nyimpulin kalau aku hamil?"
"Berhentilah berbohong! Aku sempat melihat hasil USG yang tertinggal di rumah Yai. Kalau kamu berniat merahasiakannya, seharusnya kamu nggak meninggalkan barang bukti!"
Lututku lemas mendengarnya. Sebelum meninggalkan rumah Yai, aku sudah memastikan tidak ada jejak yang tertinggal. Namun entah mengapa lembaran USG itu bisa ditemukan Mahesa.
Kehamilan yang baru kusadari dua minggu setelah kami berpisah merupakan kenyataan pahit yang harus kujalani. Setelah disuruh Mama Ning untuk ber- KB jadwal menstruasiku memang tidak pernah teratur. Jadi kuanggap biasa saja setelah berbulan-bulan tidak haid dan hanya muncul bercak-bercak darah yang hilang dengan sendirinya. Apalagi juga tak ada perubahan berarti di tubuhku seperti khas orang hamil.
Siapa sangka saat kupikir aku hanya demam biasa karena kelelahan setelah berkemas di rumah Yai, tetanggaku yang bidan sempat memeriksa. Dia orang pertama yang mengatakan kalau aku hamil. Karena tidak percaya, aku memeriksakan diri ke dokter kandungan dan benar saja, janin itu sudah berusia hampir lima belas minggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LET'S GET MARRIED! (NIKAH, YUK!)
Chick-LitHarumi pernah gagal dalam pernikahan. Demi mengobati luka hati, dia pindah kota dan memulai hidup baru sebagai bagian dari tim Wedding Story (WeSto) sebuah wedding organizer yang baru berkembang di Jakarta. Namun, hidup memang penuh dengan kejutan-k...