Bab 28. Tertangkap Basah

608 47 7
                                    

Entah apa yang dipikirkan Sobo saat menatapku dan Orion bergantian dengan ekspresi dingin. Namun, mengingat posisi cucunya yang berada di lantai, tepat di dekat lututku, sepertinya aku tak bisa berharap dia akan berpikir baik tentang kami. Apalagi letak sofa yang membelakangi pintu, membuat celah kesalahpahaman semakin besar saja.

Sobo tak datang sendiri, di belakangnya seorang lelaki yang kutaksir berusia menjelang empat puluh tahun,  juga mengarahkan pandangannya pada kami. Bedanya, dia menatap kami dengan raut wajah yang tak bisa kujelaskan, seperti kanak-kanak yang menemukan harta karun tersembunyi. Antusias dan juga girang.

"So ... bo?" Suara Orion tercekik seperti melihat hantu. Dia segera bangkit menyambut neneknya itu.

"Paman Leon kapan sampai?" Setelah mencium tangan Sobo, dia menyapa lelaki yang datang bersama sang nenek.

"Udah sebulan yang lalu."

"Kok nggak ngabarin?"

"Emang sengaja." Lelaki itu tertawa puas, lalu mengamatiku sejenak sebelum berjalan ke arah pantri.

Aku tak tahu harus berkata apa, selain mencoba mengukir senyum pada mereka berdua. Senyum paling canggung yang pernah kulakukan.

"Aku akhirnya tahu kenapa kamu berkeras tidak mau tinggal bersamaku." Sobo berkata tanpa basa-basi, setelah duduk di sofa.

"A ... Apa maksud Sobo?" Orion tampak terkejut.

"Biar kamu dan pacarmu bebas hidup bersama seperti ini, kan?"

"Maaf, ini ... ini nggak seperti yang Sobo pikirkan." Aku terbata saat berucap. Bagaimana pun juga, aku tidak rela dia menuduhku tanpa alasan yang tidak jelas seperti ini.

"Tidak seperti yang kupikirkan? Kalian tinggal di tempat yang sama. Saat kupergoki tadi kalian sedang ... ber ...mesraan ...." Perempuan tua itu tampak bergidik saat mengucapkan kata "bermesraan" tersebut, seolah-olah itu hal yang sangat menjijikkan.

"Apalagi yang bisa kupikirkan?" lanjutnya kemudian sambil menatapku dingin.

Berbeda dengan pertemuan kami sebelumnya di mana dia menyambutku dengan hangat dan terbuka, sekarang justru sebaliknya. Wajar saja, nenek mana pun, mungkin akar bersikap sama saat mendapati cucu kesayangannya hidup serumah dengan pacarnya, seperti dugaannya pada kami.

Jujur saja, aku terguncang mendengar ucapan tajam yang keluar dari mulut Sobo, sampai-sampai tak tahu apa yang harus kukatakan.

"Sobo ... Harumi bukan perempuan seperti itu. Lagi pula kami tidak melakukan apa-apa." Orion berusaha meyakinkan neneknya. Sesaat dia menatapku dengan wajah bersalah.

Lelaki bernama Leon tadi hanya bersiul-siul saja, sambil mengitari ruangan. Gayanya tampak santai dan sedikit urakan, sekilas mirip Orion.

"Sobo memang sudah tua ... tapi tidak bisa kamu bohongi. Anak-anak jaman sekarang, mungkin tidak lagi memegang norma ketimuran. Hidup bersama tanpa ikatan pernikahan dan berganti-ganti pasangan, tapi aku tidak mau anak keturunanku hidup seperti itu!"

"Percayalah, aku tidak seperti itu, Sobo." Nada suara Orion terdengar putus asa.

"Bagaimana bisa aku percaya, kalau melihatnya langsung? Kupikir pamanmu hanya mengada-ada saat mengatakan kamu tinggal bersama dengan pacarmu."

"Paman!" Orion mendengkus dan menatap sebal pada Leon. "Paman nggak tahu apa-apa, bagaimana bisa menuduhku seenaknya?"

"Hei, jangan menatapku seperti itu, Ponakan. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, kamu menggendong pacarmu malam itu dan membawanya ke kamarmu."

"Kapan?"

Tepat di malam pertama aku menginjakkan kaki ke kota ini. Aku ingin memberimu kejutan tapi malah aku yang dapat kejutan. Ponakanku ternyata sudah dewasa. Ck, Ck, Ck." Leon tertawa sambil menepuk-nepuk bahu Orio akrab.

LET'S GET MARRIED! (NIKAH, YUK!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang