BAB 20 ~ CERITA YANG BELUM USAI

399 57 16
                                    

Cerita ini sudah tamat di Karyakarsa dan KBMAPP, ya. 😘

🍁🍁🍁🍁

Ini jelas hal yang tidak bisa kuabaikan begitu saja. Mahesa benar-benar sudah melewati batas. Apa maksudnya coba, mengirimkan bunga dan kue ke kantorku dengan inisial nama kami berdua seolah-olah kami masih pasangan?

"H to H? Siapa tuh?" Astri mengintip dari kubikelnya dan melemparkan senyum menggoda.

"Mestinya O to H, ya, Mbak Astri? Wah, Rion elo keduluan sama si Mister H, nih!" Chandra yang ikut melihat, bersorak dari mejaku.

"Apaan, sih?" Aku memberinya tatapan membunuh."

Chandra tertawa seraya membentuk tanda Victory dari jarinya padaku. "Peace, Mbak!"

"Wah, ternyata diam-diam Mbak Rumi punya pacar, tapi kita semua nggak tahu. Jadi siapa gerangan si Mister H itu?" Maya ikut menimpali sembari membolak balik kartu yang tersemat di buket mawar itu.

"H for Hasan? Harun, or Hanan?" Dia bertanya dengan raut penasaran.

"Hans?" timpal Astri ikut menebak-nebak.

"Hero?"

"Hambali?" Chandra ngakak sambil memegang perutnya.

"Hambali itu nama dosen gue jaman kuliah!"  timpal Maya ikut terbahak.

"Kenapa nggak Hulk aja sekalian?" Orion yang sedari tadi diam saja di mejanya tiba-tiba nyeletuk."

"Wah, kocak ni anak!" Tawa Maya semakin menjadi. "Kalo Hulk, kalah telak lo, Yon. Nggak bakal sanggup lo nyaingin!"

Suara riuh anak-anak WeSto yang antusias menebak-nebak siapakah inisial H di kartu itu membuat kepalaku semakin pening saja. Entah kapan hidupku bisa tenang.

Aku buru-buru menyingkir dari mejaku, membiarkan mereka sibuk berasumsi perihal Mahesa. Meski berat hati, akhirnya aku membuka blokiran, dan mengetik pesan pada lelaki itu dengan marah.

"Kirimanmu salah alamat."

Tidak perlu menunggu lama, Mahesa langsung membalasnya.

"Maaf, hanya itu caranya agar kamu membuka blokiran. Please, jangan blokir nomorku, Han."

"Mau kamu apa, sih?"

"Aku mau kita bertemu, ada yang mau kubicarakan. Kapan kamu ada waktu?"

"Nggak ada lagi yang perlu dibicarakan."

"Ada, Han. Banyak."

Aku mengembuskan napas dengan gusar, dan berjalan menuju lobi agar anak-anak WeSto tidak bisa mengawasi.

"Ngomong aja via WA. Nggak usah pakai ketemu-ketemuan segala."

"Nggak bisa, harus ngomong langsung. Nanti sore aku ke kantormu, ya."

"JANGAN!"

Aku tersulut emosi. Harus dengan cara apa lagi kukatakan kalau aku tak ingin lagi berurusan dengannya? Ancaman Mama Ning kemarin masih jelas terekam di kepalaku. Apa yang dia pikirkan kalau tahu aku menemui anaknya?

"Kalau gitu, tolong kasih tahu dimana kita bisa ketemu? Atau beri tahu aku alamatmu. Aku serius, Han."

Sejak kapan Mahesa jadi keras kepala dan menyebalkan seperti ini? Aku memilih untuk tidak membalas pesannya.

Saat kembali ke ruangan, kulihat anak-anak sudah sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Buket bunga dan kue yang dikirim Mahesa masih berada di tempatnya. Aku berniat untuk membuangnya, tapi urung. Takut mengundang kecurigaan. Namun membiarkannya tetap di sana, justru membuatku semakin uring-uringan.

LET'S GET MARRIED! (NIKAH, YUK!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang