Aku seperti terhisap olah pusaran masa lalu yang menelan kesadaranku tanpa ampun, hingga akhirnya tersadar, saat Orion menyenggol lenganku dengan sikunya.
"Mbak Rumi kenapa?" gumamnya tepat di telingaku.
"Ha?"
"Diajak ngobrol sama Mbak Ambar, nggak nyahut-nyahut."
"Eh?" Aku menoleh ke arah Mbak Ambar di seberang meja yang baru saja tersenyum padaku.
"Sorry, gimana Mbak?" Aku tertawa canggung, merasa sangat sungkan karena sempat tidak fokus padanya.
"Ini, kan tadi ada beberapa poin yang harus diperbaiki sesuai permintaan Mbak Gita. Ada juga permintaan yang nggak ada pada kontrak kerjasama, jadi mau nggak mau, harga juga menyesuaikan ya, Mbak Rumi. Nantikan saya kirim rinciannya."
"Oh, ya. Siap. Nanti saya bikin lagi kontrak kerjasama yang baru."
Dari sudut mata, kulihat Gita sudah mengakhiri pembicaraannya di telepon, dan kembali ke tempatnya semula. Dia tersenyum lebar, tapi senyuman itu tak mampu mengikis kekesalan yang membayang di wajahnya.
"Sorry, jadi pada menunggu lama." Perempuan itu kembali duduk dan menaruh ponsel di meja.
"Oh, ya nggak apa-apa, Mbak Gita." Mbak Ambar memberinya sejenis senyum simpatik yang profesional.
"Mahesa tadi bilang, dia terjebak macet."
Sisi devil-ku tanpa malu bersorak dalam hati. Syukurlah, semoga saja Mahesa batal datang ke sini. Toh, acara cicip-cicip juga sudah selesai, dan Gita sudah memborong semua kritikannya pada Mbak Ambar.
"Tapi, bentar lagi mungkin dia sampai, kok."
Semangatku yang semula mulai bangkit, mendadak menciut kembali.
Satu hal yang aku harapkan, semoga bisa kuat saat bertemu dengan Mahesa lagi dan mampu bersikap wajar dan tak mengundang kecurigaan siapa pun.
Sembari menunggu Mahesa, aku mencoba berkonsentrasi pada obrolan Gita yang masih membahas tentang menu yang dirasanya kurang sesuai dengan seleranya tadi. Caranya bicara tertata, runut tapi tegas. Meski suaranya lembut, tapi entah mengapa aku merasakan aura mendominasi yang cukup kuat. Dia jelas seorang Alpha Female.
Aku mulai membayangkan jenis relationship seperti apa yang terjalin antara dia dan Mahesa. Sebagai sesama Alpha mereka mungkin sangat cocok dan saling support satu sama lain, atau justru sebaliknya?
Aku mengembuskan napas gusar, merasa kesal sendiri mengapa terus memikirkan hal-hal yang sudah tidak ada lagi hubungannya denganku. Mahesa sudah bukan siapa-siapaku lagi. Dia sudah bertemu perempuan yang tepat untuk melengkapi hidupnya.
Seharusnya aku tak lagi menengok ke belakang, karena hidup terus berlanjut ke depan. Aku harus menjemput kebahagiaanku sendiri tanpa bayang-bayang Mahesa lagi. Namun, nyatanya tidak sesederhana itu.
Saat pandanganku tertumbuk pada mobil hitam yang baru saja memasuki halaman samping, dan melihat sosok tinggi berkacamata turun dari sana, debaran di jantungku tiba-tiba tak lagi beraturan. Apa pun yang dipakainya, Mahesa tetap memesona seperti biasa.
"Well, akhirnya Mahesa datang," ucap Gita lega dan langsung bangkit menyambut calon suaminya itu.
Akan tetapi Mahesa tak sendiri. Ada sosok lain yang juga turun dari mobil. Jantungku seperti berhenti berdetak, saat dia berjalan di samping Mahesa. Perempuan paruh baya yang sangat kukenali itu, tak lain dan tak bukan adalah Ibu Cahya Ningtyas, mantan mama mertuaku yang terhormat.
Detik itu juga aku berharap bumi terbelah dan menelan tubuhku, agar tak perlu bertemu dengan perempuan itu.
"Sayang, maaf, ya, Mama bikin Mahesa jadi terlambat datang ke sini." Perempuan itu langsung mendekap Gita dengan hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
LET'S GET MARRIED! (NIKAH, YUK!)
Chick-LitHarumi pernah gagal dalam pernikahan. Demi mengobati luka hati, dia pindah kota dan memulai hidup baru sebagai bagian dari tim Wedding Story (WeSto) sebuah wedding organizer yang baru berkembang di Jakarta. Namun, hidup memang penuh dengan kejutan-k...